Minggu, 18 Januari 2015

Not Just A Passionate Affair - Part 12


Part 12


*** Perpustakaan ***

"Nggak. Aku nggak bisa kemana-mana sekarang. Aku sibuk. Kalau kamu mau katakan sesuatu, katakan disini"

Jodha menatapnya, membalas dengan isyarat "Mau mempersulit aku, Mister??"

Tapi bagaimanapun juga, Jodha tidak mungkin melewatkan ekspresi yang berbeda di wajah Jalal kali ini. Bukan ekspresi jahil bin nakal seperti biasanya. Kali ini adalah ekspresi serius yang mengkhawatirkan. Dan dia tau apa penyebabnya. Kalau biasanya dia selalu mempunyai alasan untuk membalasnya, kali ini tidak. Dia memang bersalah sudah menunda selama ini untuk menemuinya.

Sejujurnya 2 minggu ke belakang adalah saat-saat paling mengejutkan baginya. Ia tak pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya, sepanjang hidupnya. Ketika dia sangat ingin bertemu dengan seseorang, tapi dia selalu menahan diri untuk menemuinya. Pertentangan batin antara ego dan keinginannya ini benar-benar perasaan yang aneh, yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Hingga ia benar-benar bingung mengambil keputusan. Sampai akhirnya ((bukan hanya yang baca, bahkan)) TAKDIR pun GEMESS melihatnya, dan memutuskan untuk campur tangan!! Hehehh. Sang takdir memberinya alasan yang tepat untuk menemuinya. Sebenar-benarnya ia merasa lega dan berterimakasih pada sang takdir atas campur tangannya.


####################
Setiap mahasiswa menantikan saat ini, moment yang sangat menentukan dalam perjalanan 2 tahun mereka. Membantu projek tesis senior akan memberikan para MBA junior apa yang mereka butuhkan. Baik nilai di atas kertas, maupun pengalaman.

Ketika Profesor Shantaram membagikan selembar kertas berisi 15 judul tesis di kelasnya, semua teman-temannya langsung berebut memilih judul. Sampai ketika dia memiliki kesempatan untuk memilih, hanya tersisa 3 judul lagi. Dari ketiga judul itu, satu yang menarik perhatiannya.

"Pemanfaatan Teknologi Informasi Inovatif pada Organisasi Non Profit untuk Meningkatkan Pendapatan"

Sementara judul-judul lain tak jauh-jauh dari tema Perbankan Internasional dan Korporasi Multi Nasional yang memang sedang ngetren, tema ini sangat berbeda.

"Hmmm, riset untuk yayasan sosial?? Nampak berbeda dari yang lainnya. Pasti akan jadi penelitian menarik dan pengalaman yang bagus", batin Jodha.

Dia segera tertarik mengambil tantangan itu. Setelah berdiskusi sebentar dengan Meera, akhirnya mereka sepakat dan melaporkannya pada Profesor Shantaram.

Jo : "Prof, kami pilih yang ini."

Prof : "Hmm, good choice Jodha, Meera", sambil membetulkan letak kacamata dan melihat ke lembar yang lain, "dan senior yang akan kalian bantu adalah,,,, hmmm, siapa nih, oh ini, Jalal Muhammad dan Abdul Raina. Mereka akan membimbing kalian dengan baik dalam proyek ini."

Meera terbelalak kaget. Ia menoleh pada Jodha, mengira Jodha pasti akan segera meminta alternatif topik yang lain. Namun di luar perkiraannya, temannya itu hanya diam. Tidak menjawab, juga tidak memberikan ekspresi apapun. Satu-satunya ekspresi yang tampak di mata Meera adalah ekspresi tenang yang sangat membingungkannya.

Jo : "Baik Prof", lalu menjawab datar 40 detik kemudian.
####################


Ja : "Hallo Maaam,,,,", Jalal menyadarkannya dari lamunannya. "Mau ngomong apa?"

Jo : "Errr...,,, disini?? Tapi ini bukan masalah proyek tesis. Aku ingin membicarakan sesuatu yang lain"

Ja : (Tidak menyerah, tidak akan menyerah, tidak akan ber-ramah-tamah. NO!!!) "Ya. Disini!! Mau project, woject, ato apapun itu, aku tak akan pergi kemanapun sekarang"

Jodha menatap Jalal tajam beberapa saat. Sebenarnya dia sudah mengira akan memperoleh perlawanan seperti itu. Jadi dia menarik nafas untuk menata hatinya, lalu menerima perlakuan Jalal. Apapun itu, dia sudah berjanji pada sang takdir yang telah berbaik hati padanya, untuk mengakhiri semua ke-egoisannya sekarang juga.

Jo : "Aku minta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi pada kita malam itu. Aku salah mengasumsikan sesuatu tentangmu. Kata-kata yang kuucapkan padamu lebih kasar dari yang aku maksudkan. Maaf..."

Woooaaahhh!! Jalal memperbaiki posisi duduknya. Mengernyitkan dahi, memandang dengan lebih teliti pada orang yang baru saja berbicara. Dia BENAR-BENAR KAGET sekarang. Semua itu di luar ekspektasinya. Sebuah permintaan maaf? Dari gadis itu? Kepadanya? Di hadapan teman-temannya?? Wahaaa... kejutan demi kejutan terus saja terjadi kan ya...

Renu : "Apa ini??? Permintaan maaf untuk apa??"

Pertanyaan itu memecah keheningan antara keduanya. Renu menatap tajam pada Jodha. Jodha melihat ke Jalal. Jalal melirik Renu. Dan Abdul kebingungan melihat ketiga orang di depannya. Sungguh membingungkan dan tidak masuk akal.

Saat itulah Jodha sadar bahwa teman-teman Jalal tidak tahu sama sekali kisah adu mulut mereka di parkiran di luar cinema hall malam itu.

Sambil melihatnya merespon pertanyaan dan kebingungan teman-temannya dengan ekspresi datar, kini giliran Jodha yang BENAR-BENAR KAGET. "Apa?? Dia nggak kasih tau mereka tentang kejadian itu?? Dia melewatkan kesempatan untuk menggosipkan buruknya perbuatanku dengan teman-temannya??"

Jodha mengira ((dan terus mengira)) teman-temannya pasti tahu tentang insiden malam itu. Secara, mereka udah kayak sepasukan cheerleader yang selalu kompak dan tak terpisahkan ((tiba-tiba ngebayangin jalal jadi cheerleader...)). Tapi ternyata dia salah. Wahaaa... kejutan demi kejutan terus saja terjadi kan ya ...

Renu : "Ladies and gentleman,,, adakah yang mau menjelaskan...??"

Renu mulai jengkel. Melihat Jalal dan Jodha bergantian dengan tidak sabar.

Renu : "Apa ini tentang percakapan kalian di tempat parkir bioskop tempo hari?? Yang bikin kita nunggu kalian lama banget??"

Hening.

Renu : "Haaaaaiii, ngomong dooong kaliaaan"

Melihat situasi tidak berkembang ke arah yang lebih baik, Abdul memutuskan untuk mengambil tindakan bijak.

Abdul : "Renu, ayo kita pergi. Tampaknya ada sesuatu yang perlu mereka selesaikan secara pribadi."

Mendengar kata-kata Abdul, Renu mencak-mencak. Tidak terima merasa disisihkan dari Jalal. Apalagi oleh gadis itu. Ia melotot marah ke arah Abdul.

Renu : "Hah, maksotlooohh!!"

Abdul berdiri dari kursinya sambil menarik paksa tangan Renu.

Abdul : "Kamu boleh marah padaku. Tapi nanti. Setelah kita di kantin dan aku akan membelikanmu secangkir vanila latte, plus cadburry kesayanganmu yang kujanjikan kemarin"

Abdul menggelandang Renu dari tempat duduknya. Meskipun jengkel Renu tak kuasa melawan. Jalal tertawa geli melihat polah kedua temannya.

Sepeninggal Abdul dan Renu, kini tinggal mereka berdua. Jalal kembali menatap Jodha. Mengarahkan pandangan ke kursi kosong di dekatnya, memberi sinyal pada Jodha untuk duduk disitu. Jodha menurut. Jalal mendekapkan tangannya di dada. Menatapnya dengan setengah tersenyum. Sebenarnya sedang merasa antara senang, jengkel, dan tidak percaya atas apa yang baru saja diperbuat gadis itu.

Semenit berlalu. Jalal masih saja diam menatapnya. Jodha kikuk. Lalu memutuskan untuk memulai pembicaraan.

Jo : "Jadi apa maksud senyum setengah itu??"

Ja : "Maksudnya adalah aku masih ragu apakah mau menerima permintaan maafmu atau tidak"

Pemuda pendendam itu tak pernah melupakan dendamnya pads musuhnya, setidaknya, tidak dengan mudah. Teman diperlakukan sebagai teman. Musuh diperlakukan sebagai musuh. Adalah mantra yang selalu dipegangnya dalam bersosialisasi.

Di waktu lalu dia pernah memiliki seorang kawan sekelas. Jalal memperlakukannya dengan baik. Mengajaknya hang out, membantu tugas-tugas kuliahnya, mentraktirnya makan siang, bahkan memberikannya kesempatan untuk masuk di tim sepakbolanya. Tapi suatu ketika ia mendengarnya sedang membicarakan hal-hal buruk tentang dirinya di depan publik. Seketika itu juga Jalal memutuskan hubungan dengannya. Mendepaknya dari keanggotaan tim sepakbola dan menolak segala kontak dengannya. Tak peduli seberapa banyak kali kawan itu meminta maaf, Jalal tetap tak bergeming.
Lalu kenapa sekarang berbeda?? Jalal masih menatap adik kelas cantiknya yang sedang duduk manis di hadapannya. Bertanya-tanya entah mengapa mantra itu tampaknya tidak bisa diterapkan kali ini. Permintaan maaf itu seharusnya belum cukup untuk menebus kesalahannya. Tapi tampaknya bagi Jalal kali ini itu nyaris terasa cukup.

"Dia sudah menganggapku musuhnya. Lalu kenapa aku harus memaafkannya?? Mengapa dia harus kubedakan??", ia bertanya pada dirinya sendiri. Tapi ia tak bisa menjawab dengan pasti. Apakah kebersamaan dengannya begitu penting dan menarik sehingga dia harus melupakan semua mantra yang sudah dipegangnya demi itu? Hmm, memang sih, bohong kalau dia bilang dia tidak pernah memikirkan  gadis itu selama ketidakbersamaan mereka 2 minggu ke belakang. Meskipun sekilas-sekilas, tapi bayangan gadis cantik itu selalu lewat di fikirannya. ((Maaasss jajan maaassss...))

Bangkit dari lamunannya, Jalal mengambil bolpoin dan mulai menggoyang-goyangkannya.

Ja : "Apakah kamu akan menemuiku, atau meminta maaf padaku, kalau bukan karena proyek tesis ini memaksamu harus bertemu denganku??"

Jalal tidak lagi menatap Jodha. Membuang muka menyembunyikan ekspresinya. Terpesona atau tidak, dia tidak akan membiarkan dirinya terlihat putus asa di hadapan gadis itu.

Jodha tidak membutuhkan waktu lama untuk menjawabnya. Berusaha untuk tidak terlihat terlalu bangga saat mengatakannya.

Jo : "Sejujurnya, aku tak tahu"

Jalal menoleh kepadanya lagi. "Bocah ini memang sungguh semprul", pikirnya.

Ja : "Wow!! Aku harus mengatakannya padamu... Kau adalah orang yang jujur meski sudah tertangkap basah!!"

Jodha tak tahu pasti apakah Jalal sedang menyindirnya atau sedang memujinya. Tapi dia merasa harus segera mengakhiri pembicaraan yang tak nampak akan segera berakhir ini.

Jo : "Jalal, aku tetap harus bekerja denganmu untuk proyek ini sekarang, baik kau memaafkanku atau tidak. Tapi apakah menurutmu segala sesuatu tidak akan lebih mudah bila kau memaafkanku??"

Ja : "Lebih mudah untukmu"

Jo : "Lebih mudah untuk kita berdua"

Ja : "Hmm, rupanya kamu sudah tau poin pentingnya"

Jo : "Jadi, bisakah kita sekarang mulai membicarakan tentang tesis?? Setelah kau membutuhkan 40 menit untuk menerima permintaan maafku, aku tinggal punya 20 menit lagi untuk menerima penjelasanmu"

Jodha menyadari kalau kalimat terakhirnya akan menimbulkan masalah. Tapi toh dia mengucapkannya juga.

Ja : "Yassalaaammm!!!"

Jalal mendesah sambil geleng-geleng kepala dan menarik nafas panjang. Sinyal bahwa dia butuh bantuan Tuhan untuk tetap bersabar dan tidak menjadi gila menghadapi gadis itu.

Jo : "Jadi apalagi maksud ekspresimu itu sekarang"

Ja : "Maksudnya adalah, dengan atitude mu yang seperti itu, sesi diskusi sore kita selanjutnya, tak akan menghasilkan apa-apa. Kecuali kamu mau mengubah caramu berbicara, atau...."

Jo : "atau apa"

Jalal mulai melihat ekspresi penasaran yang serius di wajah Jodha. Dia menyukainya. Ketika sifat pemberontaknya sejenak tersisih oleh rasa penasarannya.

Ja : "Aku jadi harus terus berpikir cepat untuk membantahmu, hingga lupa pada pokok permasalahan. Karena sama sepertimu, otakku tidak bisa berfungsi dengan benar sebelum aku bisa mengalahkanmu."

Mereka saling pandang. Speechless. Kata-kata Jalal itu menyadarkan mereka berdua akan perang urat saraf yang sudah mereka jalani selama ini. Sampai-sampai mereka merasa itu adalah hal yang memang harus begitu adanya. Dan kali ini, untuk kepentingan praktis, mereka mulai menyadari bahwa sikap saling berontak tiada akhir itu tak akan ada gunanya, bahkan untuk dua kepala yang sama kerasnya seperti mereka.

Jo : "Wow!! Kita berdua ini ternyata sama-sama..."

Jalal memotong kalimat jodha,

Ja : "Sakit jiwa!!!"

Lalu mereka tertawa bersama. Haha, yah kalimat terakhir itu nampaknya menjadi alasan yang paling masuk akal atas apa yang terjadi antara mereka berdua selama ini. Dan kali itu, untuk pertama kalinya mereka, dengan tulus dan tanpa dipengaruhi oleh ego masing-masing, menertawakan betapa samanya mereka berdua. Sama-sama konyol!!!


***Di luar Perpustakaan***

Renu masih sibuk menjilati coklat cadbury nya. Lupa sejenak dengan alasan mengapa mereka hanya berdua sekarang, Renu tampak senang.

Re : "Thank youuuu", sambil tersenyum manja pada sahabatnya.

Abd : "You're welcome"

Abdul senang melihatnya senang. Mereka beranjak dari kantin. Kembali ke perpustakaan. Setelah menghilang cukup lama dari perpustakaan, Abdul berharap sudah memberi waktu yang cukup bagi Jalal dan Jodha untuk menyelesaikan masalah mereka.

Meskipun ia tak tahu sama sekali masalah apa yang ada antara keduanya, tapi Abdul berharap itu segera terselesaikan. Bukan karena apa-apa, tapi dia tau betul keberhasilan tesis nya akan sangat bergantung pada hubungan mereka berdua.

Sambil berjalan memasuki gedung perpustakaan, mereka mengedarkan pandangan mengingat di bagian mana tadi mereka meninggalkan Jalal. Ketika menemukan tempat duduk itu kembali, dari jarak beberapa meter, mereka tertegun. Apa yang mereka lihat kinj benar-benar bertolak belakang dengan apa yang mereka lihat ketika meninggalkan keduanya hampir sejam yang lalu.
Mereka sedang duduk bersebelahan dan tampak asyik mengobrol. Jodha sedang berbicara sambil tak henti-henti tertawa. Saking terpingkal-pingkalnya tertawa ia bahkan sampai mengeluarkan air mata.

Jo : (sambil menghapus air mata yang keluat dari sudut matanya) "Jalal, itu menggelikan..."

Ja : (mengangkat bahu) "Ya emang begitu cara dia ngomong, mau gimana lagi.."

Jo : "Iya tapi ini profesor yang kalian bicarakan. Apa kalian selalu menertawakannya seperti ini...??"

Ja : "Haha, sebenarnya malah lebih parah. Ini masih agak sopan karena ada kamu. Tapi Jodha coba katakan padaku, bagaimana bisa kamu memahami setengah dari apa yang Profesor Shantaram katakan, sementara aku yang hampir 2 tahun disini saja masih harus mengira-ngira dia ngomong apa"

Jo : "seperti misalnya??"

Ja : "Seperti misalnya kalo dia ngomong *pipti pipe* itu maksudnya *fifty five* atau ngomong *calleter* tapi yang dimaksud adalah *kalkulator*..."

Jalal berbicara sambil menirukan aksen Profesor Shantaram yang agak-agak banci dan cadel. Jodha tak bisa menahan tawa melihat tingkahnya. Ia harus menutup muka dan menyembunyikannya di balik tasnya supaya tawanya tak terlalu menimbulkan kegaduhan di perpustakaan itu. Apa yang dilakukan Jalal benar-benar membuatnya terpingkal-pingkal.
((Cieeeehhh udah baikan ni yeeee))

Jo : "Jalal cukup, hentikan sekarang!!! Atau kalau tidak, petugas perpus akan mengusir kita keluar dari sini..."



Jalal tertawa menanggapi permintaan Jodha. Melihatnya tertawa lepas seperti itu benar-benar membuatnya bahagia. Dan dia yakin hubungan mereka akan semakin baik nantinya.

Ja : "Baiklah. Kembali ke tesis. Dari mana kita akan memulai diskusi. Oya, siapa pembimbingmu??"

Jo : "Profesor Ram Charan. Kurasa baik kan ya orangnya??"

Ja : "Hmm, lumayan. Kau pasti memilihnya karena dia pamannya Payal ya?? haha"

Jo : "Hehehh, bisa jadi.."

Mengamati kedua orang yang tampak sangat asyik dengan dunia mereka hingga sama sekali tak menyadari kalau mereka sedang diamati, membuat Abdul tersenyum lebar. Waahh dia sangat lega, kini dia bisa bilang bahwa 'Tesisnya Aman!!'. Dia hampir saja mengatakannya pada Renu tentang hal itu, tapi ketika dia menoleh, dia mengurungkan niatnya. Apa yang tampak di wajah Renu adalah ekspresi yang sangat diluar perkiraannya. Renu jelas-jelas menunjukkan wajah tidak suka dengan apa yang sedang mereka saksikan. Ada Apa Dengan Renu??? Embuh!!


DAFTAR ISI :
Beranda
N-J-A-P-A
Sinopsis Jodha Akbar
Tulisan Bebas

13 komentar:

  1. AADR (ada apa dengan renu) hohoho apakah bisa dibuat FF baru?? *ga minat deh kayaknya* hahaha

    halahhhh Part ini bikin melayanggg walaupun ada yang terpaksa bikin imajinasi kita ngembayangin Mr. Ipad jadi CheerLeader **asli nggilani, haha**
    apakah nanti makin erat saja hubungan mereka? sepertinyaaaaaa sukriya Bunda Niaaaaa muachhhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lama dewiiiiii jadiannya masih part 27... oh my my..... *garuk2 tembokkkk

      Hapus
  2. Whahhaha seneng liat mereka dah baikan...

    Renu cemburu x ya mbk nia...

    Suka bgt ma karya mbk nia..karna beda ma yg lain punya cirikhas...

    Sukriya mbk...lanjutan nya jngn lm2 ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih renu tu sejak awal benci aja ama jodha. Dia ngrasa tersaingi gitu kali ya. Haha...

      Hapus
  3. Lanjut mba nia...tulisannya panjanggg bgt jd puas bcnya...sukriya mba...

    BalasHapus
  4. Ouw ternyata mrk berdua ,sama2 skt jiwa , pantesan cocok hahaha

    BalasHapus
  5. Haaa....Mereka MeMiliki sifat daN kebiasaaN yaNg saMa...MkaNNya Mreka di takdirkaN uNtuk bersaMa...

    BalasHapus
  6. bagus mba ... sukriya. akhirnya mereka akan memulai sesuatu yang takdir ikut campur dalam halini ,,,,, lanjutnya jangan lama yaaa .... ):

    BalasHapus
  7. Lanjutannya part13 mana mba??...

    BalasHapus
  8. Duuuhhh all maap yaaa lama...
    Tar sekalian 2 part deh 13-14 hihi. Sabar yaaa...

    BalasHapus