13 November 2014,
Aku masih saja senyum-senyum sendiri mengingat percakapan kita malam
kemarin. Yaa, sudah lewat dari 24jam, tapi aku tetap saja tersipu-sipu
bila tak sengaja mengingatnya. Kau tak tau betapa senang hatiku kau
gombali seperti itu.
Kuucapkan selamat ulang tahun dan sederet
doa di hari ultahmu, dan kau berterimakasih padaku karena sudah bersedia
jadi istrimu, bersedia menerima semua kekuranganmu. Kau bilang aku ini
takdir terindah yang dikirim Allah langsung dari langit buatmu. Hihihi,
kalau saja lampunya terang, pasti kau bisa lihat pipiku berseri-seri.
Tapi kujawab dengan bercanda "wah mak gedebugg gitu ya", lalu kita
tertawa bersama.
Aku menghitung umurmu, umurku, lalu usia
pernikahan kita. Kau masih saja bilang bagaimana mungkin laki-laki
sepertimu bisa mendapat istri seperti aku. Kau terus saja memujiku. Aku
benar-benar bahagia malam itu. Kau juga meminta maaf atas segala hal
yang kau anggap sudah melukaiku di masa lalu. Aku memang sengaja
mengingatkanmu bagaimana kau sering sekali marah padaku. Bahkan sejak
kita masih pacaran dulu. Kau jadi merasa bersalah..
Hihi, biar. Andai kau tau, ilmu ini kupelajari dari sinetron. Bahwa ketika kau sedang berada di puncak rasa cintamu, dan kau diingatkan betapa kau pernah melukai kekasihmu, kau akan begitu terdorong untuk mengganti semua luka itu dengan cinta. Kau tak tau kan aku curang?? Hihi. Yaa begitulah caraku menggenggam hatimu...semoga kau tak baca tulisanku ini sehingga trik ku ini tak ketauan olehmu.
Kau selalu bertanya
padaku, mengapa aku begitu yakin mau jadi istrimu. Padahal semua wujud
kegagalan ada dalam dirimu saat itu. Saat kita mulai kenal, hingga aku
memutuskan mau menikah denganmu. Dan aku selalu saja menjawab "entahlah,
aku hanya tak bisa membayangkan hidup dengan orang lain". Dan lalu kau
akan menyangkalnya. Mengatakan aku bodoh. Tapi malam itu aku bilang
"tapi rasanya makin hari aku makin cinta". Dan kau menatapku dan
mengatakan "trimakasih ya, buat semuanya..aku selalu bersyukur pada
Allah sudah mengirim kamu ke dalam hidupku."
Lalu kita mengenang
masa-masa awal rumah tangga kita. Kau bilang "kita kumpulin uang 200,
300, 500 rupiah jadi beberapa ribu tiap hari". Kubilang "yaa dan aku
masih ingat kau bikin pager di buku, 4 garis lalu dipalang, tiap malam
sepulang jualan, untuk menghitung berapa rupiah kita dapat. Lalu
untungnya kau serahkan padaku". Nampak sekali kau begitu takjub, lalu
menyambung "kita bahkan tak berani bermimpi bisa beli mobil". Lalu
kupeluk kau dan kubilang "Kita akan selalu mengenangnya sampai kapanpun.
Kita akan menjadikan itu sebagai titik tolak kehidupan kita sehingga
kita akan selalu mensyukuri setiap jengkal kemajuan yang kita capai.
Kita akan selalu mengenang kebersamaan di kala sulit itu hingga kita
akan selalu menjadi begitu sehati, seirama, dan kuat menghadapi apapun
bersama-sama".
Malam itu aku bahagia sekali. Aku akan selalu
berdoa untukmu, untuk kita, untuk anak-anak kita, semoga kita selalu
bahagia bersama sama. Aku, Marpuah, malam itu berjanji dalam hatiku
untuk selalu menemanimu dalam suka dan duka, selalu menjagamu dan
menjaga cinta kita tak padam.
0 komentar:
Posting Komentar