Hakim Sahiba menyatakan bayi kecil berumur sebulan itu telah meninggal,
tepat di pesta perayaan kelahirannya. Ya, seorang pewaris tahta yang
sudah sekian lama dinanti-nanti Akbar. Setelah berkali-kali dia harus
merasa kehilangan calon anaknya akibat pengkhianatan. Putra yang begitu
dirindukannya, dan baru didapatnya setelah 6tahun menikah...hanya
sebulan saja ia bersamanya, kini ia sudah harus memeluk jenazahnya...
Bagi Sang Ibunda, bayi mungil itu adalah segalanya. Kelahiran si kembar
adalah hadiah terindah dalam hidupnya. Ia melalui kehidupan rumah
tangga yang berat, disakiti, dipermalukan, terbuang, hingga akhirnya ia
dapat memenangkan hati suaminya. Si kembar bagaikan wujud perjuangannya
menjalani takdirnya, dan wujud cintanya bersama Akbar yang susah payah
diraihnya.
Namun setelah seorang putranya harus diberikannya pada
istri pertama suaminya ((si kodok borokokok yang kelakuannya kayak jin
iprit)) dengan menahan rasa sakit dipisahkan dari putranya, kini ia
harus menanggung kesedihan yang luar biasa untuk kehilangan putranya
yang lain, kehilangan untuk selama-lamanya.
Jodha tak sanggup
menghadapi kenyataan itu. Ia jatuh pingsan. Hari itu hanya kesedihan dan
air mata di seluruh penjuru istana. Pesta yang berubah jadi hujan air
mata.
Begitu siuman, Jodha berlari menuju Hassan yang telah
terbujur dalam kain kafan. Jodha memeluk Hassan. Masih berada di fase
penolakan terhadap kenyataan, Jodha marah pada Moti karena memberi
pakaian seperti mayat pada Hassan.
“Motti Bai apa kau sudah gila?
Kenapa kau menyelimuti anakku dengan kain kafan. Itu bisa jadi pertanda
buruk buat anakku. Hassaan...hassaan...”, Jodha mengusap usap tubuh
Hassan sambil memanggil-manggilnya.
Jalal menghampirinya. Ia juga
hancur. Tapi ia tahu ia harus tetap tegar demi kekasihnya. Jalal
menatap Jodha, mengusap wajahnya untuk menenangkannya. Ia tak sanggup
berkata sepatahpun. Semua orang terdiam pilu menyaksikan mereka dalam
kesedihan tak terperi itu.
Jodha masih tidak bisa menerima kenyataan. Sambil menatap suaminya ia berkata,
"Syahensyah, jangan khawatir. Percayalah padaku, tabib itu pasti salah.
Memang sering kali agak sedikit sulit untuk mencari detak nadi dari
anak kecil. Dia baik-baik saja lihat saja nanti... dia akan bangun
setelah dia mendengar aku memanggilnya. Sekarang dia sedang tidur, itu
saja. Hassan beta, bangun nak, ibu akan bernyanyi untukmu...”
Jalal mencoba menenangkan Jodha. Dia mengambil Hassan dari tangan Jodha
dan meletakkannya kembali dengan hati-hati di pembaringannya...
Jodha memegang bahu suaminya sambil berteriak menangis memintanya melepaskan kain kafan yang membungkus tubuh Hassan.
“Syahensyah, kenapa kau melakukan ini. Kenapa kau membiarkan mereka menyelimuti putra kita dengan kain kafan, Yang Mulia?"
Jalal berbalik menghadap Jodha. Ia memegang wajah Jodha di sisinya
dengan kedua tangannya, berusaha mengajak Jodha menghadapi kenyataan.
Dengan sangat terbata-bata Jalal berkata,
”Jodha Begum... terimalah kenyataan ini, Hassan putra kita sudah tiada..”
Mendengarnya, Jodha menjadi tak terkendali. Ia tidak bisa dengan mudah
menerima kenyataan itu. Ia menyentakkan tangan Jalal dengan marah,
“Tidak... kenapa kau berkata seperti itu pada putra kita? Tidak terjadi apa-apa pada Hassan..”
Jalal masih tak sanggup berkata-kata. Berat baginya menjalani 2
kesedihan luar biasa ini. Kesedihan atas kepergian Hassan, sekaligus
kesedihan melihat belahan jiwanya terpuruk dalam rasa sakit kehilangan
yang sulit ditanggungnya. Ia hanya bisa menangis tertahan sambil menatap
Jodha, memintanya untuk mengerti...
Sejenak kemudian, kemarahan
Jodha reda, berganti dengan kesedihan yang luar biasa. Meski masih tak
rela, ia mulai bisa menerima kenyataan bahwa Hassan sudah meninggal.
Tapi dia masih berharap suatu keajaiban bisa membawa Hassan kembali. Dan
satu-satunya hal yang terlintas di pikirannya adalah meminta suaminya
untuk mengembalikan Hassan padanya,
“Yang Mulia, kau adalah Raja,
kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Aku mohon hidupkanlah kembali
anakku, kau berjanji akan memberikan apapun yang aku mau, kau ingat? Aku
tak akan meminta hal lain lagi, aku berjanji tak akan meminta apapun,
tapi aku mohon hidupkanlah kembali anakku, aku mau anakku, aku mau
Hassan, aku mau Hassan, aku mau Hassaan...”
Jodha mengatakannya sambil menangis histeris.
Tiba2 ia berhenti menangis lalu menampar pipinya berkali-kali berharap
semua itu hanya mimpi buruk dan dia akan segera terbangun...
Jalal
merengkuhnya ke dalam pelukannya, ia masih diam tak sanggup berbicara
sepatah kata pun. Jodha histeris. Ia menangis meronta ronta tak
terkendali. Jalal berusaha memeluknya untuk menenangkannya. Sambil
memeluk dan menenangkan Jodha, ia meminta Maan Singh untuk membawa
Hassan keluar untuk menjalani prosesi pemakaman. Segala rasa sakit
kehilangan, kesedihan, ketidakberdayaan dan iba melihat Jodha terpuruk
membuatnya tak mampu lagi berkata apapun pada Jodha.
Setelah
beberapa waktu Jodha sudah lebih tenang. Ia sudah bisa menerima
kepergian Hassan. Kini ia tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan
yang teramat dalam. Ia duduk melamun di depan ayunan Hassan. Wajahnya
layu, tatapan matanya kosong, bagai kehilangan jiwa, tak ada lagi
keinginan untuk melanjutkan hidupnya. ((Suweeeerrrrr paridhi
ektingnyaaaaa...ckckckck...))
Jalal memandanginya dari kejauhan. Jodha berbicara pelan dengan pandangan kosong,
"Aku punya begitu banyak mimpi untuknya. Aku membuat ayunan ini
untuknya. Aku tak pernah membayangkan bahkan dalam mimpi terburukku
sekalipun tempat tidur ini akan kosong secepat ini.. Kau tau, setiap aku
melihat Hassan tidur disini aku seperti sedang melihat Tuhan disini.
Aku merasa dekat sekali dengan Tuhan. Sekarang tempat tidur ini
kosong..."
Jalal beranjak dari duduknya, ia duduk di kursi rendah
di belakang Jodha. Dipeluknya Jodha dari belakang sambil berusaha
menenangkannya. Di saat yang sama sesungguhnya ia ingin berbagi
kesedihannya. Bahwa ia juga sama terpukulnya dengan Jodha.
“Kau tau,
aku malu pada diriku sendiri, aku tak akan bisa memaafkan diriku
sendiri... aku Raja Hindustan yang punya kekuasaan begitu besar, tapi
aku tak bisa melakukan apapun, aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau,
tapi aku bahkan tak bisa menyelamatkan anakku sendiri.”
Mereka
berbagi kesedihan masing-masing. Hanya mereka berdua yang tau betul
seberapa besar kesedihan atas kematian Hassan. Hanya berdua mereka bisa
berbagi duka itu. Tak ada orang lain yang dapat menolong mereka keluar
dari kesedihan itu.
Jodha masih tak dapat menerima takdir yang menimpanya.
“Aku tak pernah melakukan kejahatan, aku selalu berusaha menjalani
hidup sesuai ajaran Tuhan, lalu kenapa ini terjadi padaku? Apa yang
telah aku lakukan sehingga pantas menerima hukuman seberat ini...”
Jalal membesarkan hatinya. “Jodha,,, keyakinan dan kepercayaan dirimu
dalam menjalani hiduplah yang selalu menjadi kekuatanku. Kumohon jangan
menjadi lemah saat ini. Ini hanya kesialan yang sedang menghampiri kita
saja. Saat ini kita merasa kegelapan ini tidak akan pernah berakhir.
Tapi besok pagi semuanya akan berakhir. Semua kesedihan ini akan
berakhir Jodha.”
Jodha masih tidak bisa mempercayai kata-kata Jalal.
JO : “Akan berakhir seperti kematian Hassan? Kesedihan ini tak akan ada akhirnya”..
JA: “tidak, itu tidak benar”.
JO: “Ini adalah akhir dari semuanya, ini adalah akhir dari semua
mimpiku, ini adalah akhir dari semua harapan dan keinginanku, aku merasa
sudah tidak punya apa-apa untuk melanjutkan hidup.”
JA: “Jangan berkata seperi itu, kumohon jangan berkata seperti itu Ratu Jodha...”
Jalal memanggil Motti dan menyuruhnya untuk memindahkan ayunan Hassan
dari kamar Jodha. Melihat itu Jodha yang sudah agak tenang menjadi
marah.
JO: “Apa yang kalian lakukan? Jangan bawa ayunannya.. tunggu..”
Jodha akan berdiri mengejar pelayan yang membawa ayunan keluar. Jalal menahannya, memeluk dan menenangkannya.
JA: “Kita tidak memerlukannya lagi, kau tidak membutuhkanya lagi Jodha..”
Jodha menangis memohon,
JO: “Yang Mulia, ayunan itu menyimpan semua kenangan Hassan, kembalikan
kesini, kembalikan ayunan itu, kumohon kembalikan... Ayunan itu penuh
kenangan akan Hassan aku mohon biarkan aku menyimpannya...”
JA:
“Ayunan itu akan membuat penderitaanmu semakin bertambah jika ada di
depanmu. Aku tak sanggup melihatmu terus menderita, Jodha... Aku minta
maaf tapi aku harus mengeluarkan ayunan itu, aku mohon maafkanlah
aku...”
Mereka menghabiskan malam itu tanpa bisa memejamkan mata
sama sekali. Masih duduk dalam posisi yang sama dan tenggelam dalam
kesedihan masing-masing. Jalal duduk di kursi rendah dan Jodha setengah
terbaring di pangkuannya. Jalal membelai kepala Jodha.
JA: “Jodha, tidurlah dulu mungkin kau akan merasa lebih baik setelah tidur.”
JO: “Aku ingin tidur... aku ingin tidur selamanya...”
JA: “Bagaimana kau bisa bicara seperti itu... Hassan juga anakku, aku
juga sedih sekali kehilangan dia. Tapi aku ingin tetap hidup untukmu.
Kau sudah berjanji padaku bahwa kau tak akan pernah meninggalkanku,
kenapa kau berbicara seperti itu..."
JO: “Tidak ada yang bisa
menandingi penderitaan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Tuhan
memberiku kebahagiaan yang luar biasa dengan kehadiran Hassan. Tapi
dalam waktu singkat dia memberiku penderitaan yang jauh lebih besar
dengan mengambilnya kembali. Kutukan Maham Anga kini menjadi kenyataan.
Aku berharap dia dulu mengutukku saja daripada mengutuk anakku."
JA:
“Apa kau tak memikirkanku... apa yang bisa kulakukan tanpamu? Pasti ada
alasan bagimu untuk terus hidup. Tapi jika kau mau pergi... kau harus
beritahu tuhanmu, saat dia datang untuk mengambilmu, dia juga harus
membawaku bersamamu. Karena aku akan mati jika tanpamu Jodha. Kau tau
aku masih hidup sampai saat ini karena pengorbananmu, kau pertaruhkan
hidupmu untukku. Aku tak akan sanggup jika harus hidup tanpamu. Aku
mohon jangan pernah bicara seperti itu lagi...."
Amijaan datang
bersama Moti, pelan-pelan mengingatkan Jalal bahwa Hassan harus segera
dimakamkan. Jalal mengerti. Ia meminta ibunya menemani Jodha disitu.
Jodha menolak tinggal, ia memohon untuk diperbolehkan ikut untuk memeluk
Hassan terakhir kalinya. Tapi Jalal tidak mengizinkannya. Ia
meninggalkan Jodha bersama ibu dan Moti di kamar itu. Jodha histeris dan
meronta-ronta. Namun Jalal tak bergeming. Ia keluar untuk melakukan hal
paling menyedihkan dalam hidupnya, menggendong tubuh Hassan yang
terbungkus kain kafan menuju pemakaman.
Streaming : https://www.youtube.com/watch?v=ql0gfrv4fZA
Home
»
cerita jodha akbar
»
jodha akbar serial
»
sinopsis jodha akbar
» Cerita Jodha Akbar : Elegy For Hassan Eps. 346
Rabu, 17 Desember 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar