Rabu, 17 Desember 2014

Hakim Sahiba menyatakan bayi kecil berumur sebulan itu telah meninggal, tepat di pesta perayaan kelahirannya. Ya, seorang pewaris tahta yang sudah sekian lama dinanti-nanti Akbar. Setelah berkali-kali dia harus merasa kehilangan calon anaknya akibat pengkhianatan. Putra yang begitu dirindukannya, dan baru didapatnya setelah 6tahun menikah...hanya sebulan saja ia bersamanya, kini ia sudah harus memeluk jenazahnya...

Bagi Sang Ibunda, bayi mungil itu adalah segalanya. Kelahiran si kembar adalah hadiah terindah dalam hidupnya. Ia melalui kehidupan rumah tangga yang berat, disakiti, dipermalukan, terbuang, hingga akhirnya ia dapat memenangkan hati suaminya. Si kembar bagaikan wujud perjuangannya menjalani takdirnya, dan wujud cintanya bersama Akbar yang susah payah diraihnya.

Namun setelah seorang putranya harus diberikannya pada istri pertama suaminya ((si kodok borokokok yang kelakuannya kayak jin iprit)) dengan menahan rasa sakit dipisahkan dari putranya, kini ia harus menanggung kesedihan yang luar biasa untuk kehilangan putranya yang lain, kehilangan untuk selama-lamanya.

Jodha tak sanggup menghadapi kenyataan itu. Ia jatuh pingsan. Hari itu hanya kesedihan dan air mata di seluruh penjuru istana. Pesta yang berubah jadi hujan air mata.

Begitu siuman, Jodha berlari menuju Hassan yang telah terbujur dalam kain kafan. Jodha memeluk Hassan. Masih berada di fase penolakan terhadap kenyataan, Jodha marah pada Moti karena memberi pakaian seperti mayat pada Hassan.
“Motti Bai apa kau sudah gila? Kenapa kau menyelimuti anakku dengan kain kafan. Itu bisa jadi pertanda buruk buat anakku. Hassaan...hassaan...”, Jodha mengusap usap tubuh Hassan sambil memanggil-manggilnya.

Jalal menghampirinya. Ia juga hancur. Tapi ia tahu ia harus tetap tegar demi kekasihnya. Jalal menatap Jodha, mengusap wajahnya untuk menenangkannya. Ia tak sanggup berkata sepatahpun. Semua orang terdiam pilu menyaksikan mereka dalam kesedihan tak terperi itu.

Jodha masih tidak bisa menerima kenyataan. Sambil menatap suaminya ia berkata,
"Syahensyah, jangan khawatir. Percayalah padaku, tabib itu pasti salah. Memang sering kali agak sedikit sulit untuk mencari detak nadi dari anak kecil. Dia baik-baik saja lihat saja nanti... dia akan bangun setelah dia mendengar aku memanggilnya. Sekarang dia sedang tidur, itu saja. Hassan beta, bangun nak, ibu akan bernyanyi untukmu...”

Jalal mencoba menenangkan Jodha. Dia mengambil Hassan dari tangan Jodha dan meletakkannya kembali dengan hati-hati di pembaringannya...

Jodha memegang bahu suaminya sambil berteriak menangis memintanya melepaskan kain kafan yang membungkus tubuh Hassan.
“Syahensyah, kenapa kau melakukan ini. Kenapa kau membiarkan mereka menyelimuti putra kita dengan kain kafan, Yang Mulia?"

Jalal berbalik menghadap Jodha. Ia memegang wajah Jodha di sisinya dengan kedua tangannya, berusaha mengajak Jodha menghadapi kenyataan. Dengan sangat terbata-bata Jalal berkata,
”Jodha Begum... terimalah kenyataan ini, Hassan putra kita sudah tiada..”

Mendengarnya, Jodha menjadi tak terkendali. Ia tidak bisa dengan mudah menerima kenyataan itu. Ia menyentakkan tangan Jalal dengan marah,
“Tidak... kenapa kau berkata seperti itu pada putra kita? Tidak terjadi apa-apa pada Hassan..”

Jalal masih tak sanggup berkata-kata. Berat baginya menjalani 2 kesedihan luar biasa ini. Kesedihan atas kepergian Hassan, sekaligus kesedihan melihat belahan jiwanya terpuruk dalam rasa sakit kehilangan yang sulit ditanggungnya. Ia hanya bisa menangis tertahan sambil menatap Jodha, memintanya untuk mengerti...

Sejenak kemudian, kemarahan Jodha reda, berganti dengan kesedihan yang luar biasa. Meski masih tak rela, ia mulai bisa menerima kenyataan bahwa Hassan sudah meninggal. Tapi dia masih berharap suatu keajaiban bisa membawa Hassan kembali. Dan satu-satunya hal yang terlintas di pikirannya adalah meminta suaminya untuk mengembalikan Hassan padanya,
“Yang Mulia, kau adalah Raja, kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Aku mohon hidupkanlah kembali anakku, kau berjanji akan memberikan apapun yang aku mau, kau ingat? Aku tak akan meminta hal lain lagi, aku berjanji tak akan meminta apapun, tapi aku mohon hidupkanlah kembali anakku, aku mau anakku, aku mau Hassan, aku mau Hassan, aku mau Hassaan...”

Jodha mengatakannya sambil menangis histeris.
Tiba2 ia berhenti menangis lalu menampar pipinya berkali-kali berharap semua itu hanya mimpi buruk dan dia akan segera terbangun...

Jalal merengkuhnya ke dalam pelukannya, ia masih diam tak sanggup berbicara sepatah kata pun. Jodha histeris. Ia menangis meronta ronta tak terkendali. Jalal berusaha memeluknya untuk menenangkannya. Sambil memeluk dan menenangkan Jodha, ia meminta Maan Singh untuk membawa Hassan keluar untuk menjalani prosesi pemakaman. Segala rasa sakit kehilangan, kesedihan, ketidakberdayaan dan iba melihat Jodha terpuruk membuatnya tak mampu lagi berkata apapun pada Jodha.

Setelah beberapa waktu Jodha sudah lebih tenang. Ia sudah bisa menerima kepergian Hassan. Kini ia tenggelam dalam kesedihan dan keputusasaan yang teramat dalam. Ia duduk melamun di depan ayunan Hassan. Wajahnya layu, tatapan matanya kosong, bagai kehilangan jiwa, tak ada lagi keinginan untuk melanjutkan hidupnya. ((Suweeeerrrrr paridhi ektingnyaaaaa...ckckckck...))

Jalal memandanginya dari kejauhan. Jodha berbicara pelan dengan pandangan kosong,
"Aku punya begitu banyak mimpi untuknya. Aku membuat ayunan ini untuknya. Aku tak pernah membayangkan bahkan dalam mimpi terburukku sekalipun tempat tidur ini akan kosong secepat ini.. Kau tau, setiap aku melihat Hassan tidur disini aku seperti sedang melihat Tuhan disini. Aku merasa dekat sekali dengan Tuhan. Sekarang tempat tidur ini kosong..."

Jalal beranjak dari duduknya, ia duduk di kursi rendah di belakang Jodha. Dipeluknya Jodha dari belakang sambil berusaha menenangkannya. Di saat yang sama sesungguhnya ia ingin berbagi kesedihannya. Bahwa ia juga sama terpukulnya dengan Jodha.

“Kau tau, aku malu pada diriku sendiri, aku tak akan bisa memaafkan diriku sendiri... aku Raja Hindustan yang punya kekuasaan begitu besar, tapi aku tak bisa melakukan apapun, aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau, tapi aku bahkan tak bisa menyelamatkan anakku sendiri.”

Mereka berbagi kesedihan masing-masing. Hanya mereka berdua yang tau betul seberapa besar kesedihan atas kematian Hassan. Hanya berdua mereka bisa berbagi duka itu. Tak ada orang lain yang dapat menolong mereka keluar dari kesedihan itu.

Jodha masih tak dapat menerima takdir yang menimpanya.
“Aku tak pernah melakukan kejahatan, aku selalu berusaha menjalani hidup sesuai ajaran Tuhan, lalu kenapa ini terjadi padaku? Apa yang telah aku lakukan sehingga pantas menerima hukuman seberat ini...”

Jalal membesarkan hatinya. “Jodha,,, keyakinan dan kepercayaan dirimu dalam menjalani hiduplah yang selalu menjadi kekuatanku. Kumohon jangan menjadi lemah saat ini. Ini hanya kesialan yang sedang menghampiri kita saja. Saat ini kita merasa kegelapan ini tidak akan pernah berakhir. Tapi besok pagi semuanya akan berakhir. Semua kesedihan ini akan berakhir Jodha.”

Jodha masih tidak bisa mempercayai kata-kata Jalal.
JO : “Akan berakhir seperti kematian Hassan? Kesedihan ini tak akan ada akhirnya”..
JA: “tidak, itu tidak benar”.
JO: “Ini adalah akhir dari semuanya, ini adalah akhir dari semua mimpiku, ini adalah akhir dari semua harapan dan keinginanku, aku merasa sudah tidak punya apa-apa untuk melanjutkan hidup.”
JA: “Jangan berkata seperi itu, kumohon jangan berkata seperti itu Ratu Jodha...”

Jalal memanggil Motti dan menyuruhnya untuk memindahkan ayunan Hassan dari kamar Jodha. Melihat itu Jodha yang sudah agak tenang menjadi marah.
JO: “Apa yang kalian lakukan? Jangan bawa ayunannya.. tunggu..”
Jodha akan berdiri mengejar pelayan yang membawa ayunan keluar. Jalal menahannya, memeluk dan menenangkannya.
JA: “Kita tidak memerlukannya lagi, kau tidak membutuhkanya lagi Jodha..”
Jodha menangis memohon,
JO: “Yang Mulia, ayunan itu menyimpan semua kenangan Hassan, kembalikan kesini, kembalikan ayunan itu, kumohon kembalikan... Ayunan itu penuh kenangan akan Hassan aku mohon biarkan aku menyimpannya...”
JA: “Ayunan itu akan membuat penderitaanmu semakin bertambah jika ada di depanmu. Aku tak sanggup melihatmu terus menderita, Jodha... Aku minta maaf tapi aku harus mengeluarkan ayunan itu, aku mohon maafkanlah aku...”

Mereka menghabiskan malam itu tanpa bisa memejamkan mata sama sekali. Masih duduk dalam posisi yang sama dan tenggelam dalam kesedihan masing-masing. Jalal duduk di kursi rendah dan Jodha setengah terbaring di pangkuannya. Jalal membelai kepala Jodha.
JA: “Jodha, tidurlah dulu mungkin kau akan merasa lebih baik setelah tidur.”
JO: “Aku ingin tidur... aku ingin tidur selamanya...”
JA: “Bagaimana kau bisa bicara seperti itu... Hassan juga anakku, aku juga sedih sekali kehilangan dia. Tapi aku ingin tetap hidup untukmu. Kau sudah berjanji padaku bahwa kau tak akan pernah meninggalkanku, kenapa kau berbicara seperti itu..."
JO: “Tidak ada yang bisa menandingi penderitaan seorang ibu yang kehilangan anaknya. Tuhan memberiku kebahagiaan yang luar biasa dengan kehadiran Hassan. Tapi dalam waktu singkat dia memberiku penderitaan yang jauh lebih besar dengan mengambilnya kembali. Kutukan Maham Anga kini menjadi kenyataan. Aku berharap dia dulu mengutukku saja daripada mengutuk anakku."
JA: “Apa kau tak memikirkanku... apa yang bisa kulakukan tanpamu? Pasti ada alasan bagimu untuk terus hidup. Tapi jika kau mau pergi... kau harus beritahu tuhanmu, saat dia datang untuk mengambilmu, dia juga harus membawaku bersamamu. Karena aku akan mati jika tanpamu Jodha. Kau tau aku masih hidup sampai saat ini karena pengorbananmu, kau pertaruhkan hidupmu untukku. Aku tak akan sanggup jika harus hidup tanpamu. Aku mohon jangan pernah bicara seperti itu lagi...."

Amijaan datang bersama Moti, pelan-pelan mengingatkan Jalal bahwa Hassan harus segera dimakamkan. Jalal mengerti. Ia meminta ibunya menemani Jodha disitu. Jodha menolak tinggal, ia memohon untuk diperbolehkan ikut untuk memeluk Hassan terakhir kalinya. Tapi Jalal tidak mengizinkannya. Ia meninggalkan Jodha bersama ibu dan Moti di kamar itu. Jodha histeris dan meronta-ronta. Namun Jalal tak bergeming. Ia keluar untuk melakukan hal paling menyedihkan dalam hidupnya, menggendong tubuh Hassan yang terbungkus kain kafan menuju pemakaman.

Streaming : https://www.youtube.com/watch?v=ql0gfrv4fZA

0 komentar:

Posting Komentar