Kamis, 01 Januari 2015

Not Just A Passionate Affair - Part 7

Part - 7

((Guys, part ini dicepetin yaaaa,, ngga terlalu penting kok. Selain ituu duuuuh ga sabaar saya nulis part belakang2...hihi. Klo yg mau baca lengkap dan aslinya ada disertakan di bagian bawah yaaa ..))


***Intercolegiate Debate Contest - Seminar Hall - Green Room***

Jodha dan teman-teman wanitanya sedang berada di Green Room untuk mempersiapkan diri. Ada yang ganti pakaian, memperbaiki make up, memperbaiki kuncir rambut, dan sebagainya. Sementara sibuk membantu teman-temannya, Jodha sampai lupa mengurus dirinya sendiri.

Meera : "Jodha, bisakah kau berhenti mengurus orang lain dan mulai mengurus dirimu sendiri?? Kita harus tiba di tempat 15 menit lagi dan kau bahkan belum ganti baju"

Jodha : "Iya Meera, ini sudah kok. Kalian duluan aja. Aku tinggal ganti baju tok. Setelah selesai aku segera menyusul kalian disana"

Meera : "Kamu yakin ngga papa sendiri"

Jodha : "Haan...pakka.. ((mungkin artinya iya, aku nggak papa gitu???))

Secepat mungkin Jodha melepas dupatta nya. Lalu menyambar baju yang sudah disiapkannya untuk acara ini. Setelan resmi, jas, blouse dan rok panjang yang baru dibelinya minggu lalu.

Green room itu bukanlah green room yang sesungguhnya. Ruangan itu sejatinya adalah ruang kosong di belakang panggung auditorium yang biasa digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan panggung yang tidak terpakai. Lebih mirip gudang. Pintunya pun tak ada. Hanya ada selembar kain korden yang menutupinya. Sebuah sekat kayu usang mereka letakkan dibelakang korden, lumayan lah sekedar menahan orang dari luar supaya tidak bisa langsung menerobos masuk. Setiapkali ada suara mendekat mereka akan berteriak bersama-sama "Nooooooo jangan masuuuukkkkk.....!!!"

Para gadis memutuskan menggunakan ruang ini karena toilet wanita penuh pagi tadi. Selain itu, ruangan ini relatif lebih besar untuk mereka gunakan beramai-ramai. Tanpa dilengkapi ruang ganti, para gadis menata dan menumpuk meja dan kursi di salah satu pojok ruangan. Sedemikian rupa sehingga lebih mirip gua sempit untuk bersembunyi dari kejaran musuh. Cukup sekedar tidak terlalu terbuka untuk menampung mereka ketika harus menanggalkan baju-bajunya.

Jodha meletakkan setelannya di salah satu kursi dekat 'gua' ganti itu. Lalu melepas salwar dan kameez yang dipakainya, memasukkannya ke dalam tas kresek, melemparkannya ke deretan kursi disamping 'gua'. Dia baru saja mengambil blus, lalu berbalik arah untuk memakainya, ketika Meera mendatanginya.

Meera : (terdengar suara kresak kresek nampaknya Meera sambil membereskan barang-barang) "Jodha aku pergi dulu ya. Semua peralatan sudah kubereskan. Tas make up dan tas kampusmu kubawakan sekalian biar kamu nggak repot. Jadi setelah ganti kau bisa langsung cepat menyusul kami"

Jodha : (tidak terlalu memperhatikan masih sibuk mengancingkan dan mengikat hiasan tali bajunya) "Okay Meera.."

Terdengar suara langkah kaki Meera menyusul teman-teman yang sudah keluar terlebih dahulu. Lalu terdengar menyeret sekat kayu dari luar.

Setela blus beres dipakainya, Jodha hendak melanjutkan dengan rok dan jas. Tapi betapa bingungnya dia ketika mendapati benda-benda itu tak ada ditempatnya. Bingung mencarinya kesana kemari tapi ruangan itu sudah benar-benar bersih.

"Haaahh, Ya Tuhaaaan, Meera bawa semua barangku...aaaarrrghhh...."

Jodha benar-benar shock. Dia tak punya sehelai kain pun untuk dipakai menutupi tubuhnya yang setengah telanjang!!! Semua propertinya sudah dibawa Meera, termasuk handphone!!! Lalu bagaimana caranya menghubungi Meera...

Dia bisa saja meminta tolong pada orang yang lewat disitu nanti. Tapi bagaimana cara menjelaskan keadaannya pada orang tersebut. Iya kalo sama2 perempuan, kalo laki2?? Iya kalo itu orang baik, kalau jahat?? Bagaimana kalo orang itu seperti Sharip yang suka mempermalukannya di depan umum. Bagaimana kalau orang itu, alih2 membantunya justru membuatnya malu. Bagaimana kalau ada orang yang memanfaatkan kondisinya untuk berbuat jahat, cleaning service kampus yang berotak mesum misalnya, menerobos masuk pintu yang tak berpintu itu. Semakin jauh pikirannya hingga ke berita-berita di koran dan tivi tentang pemerkosaan dan sebagainya. Jodha menangis menyadari betapa mengenaskan keadaannya saat itu.

Sambil menangis dia berlari menyeret meja ke belakang sekat. Berharap bisa menyelamatkannya dari gangguan orang jahat, kalau sesuatu benar terjadi. Mencari sesuatu yang bisa digunakannya dalam keadaan terdesak, ia melihat selembar kain lap yang sudah kumuh berdebu di ujung ruangan. Terpaksalah dia memakainya dan melilitnya menjadi sarung.

"God, apa aku harus berlari ke Meera sambil memakai kain seperti ini....semoga Meera segera menyadari dia sudah membawa semua bajuku dan kembali lagi kesini..."


***di Koridor di Bagian Belakang Panggung/Green Room***

Jalal baru datang. Dia sudah mempersiapkan diri dengan baik untuk hari ini. Bersama Maan, mereka sudah mempersiapkan semua materi debat sejak 2 minggu yang lalu. Dengan penuh percaya diri dia yakin mereka tak akan mengecewakan almamaternya di kontes debat antarkampus itu.

Masih ada waktu, ia berjalan cepat menuju toilet pria untuk ganti baju. Setelan jas dengan hem dalam ungu gelap itu cocok sekali dipakainya. Setelah puas dengan penampilannya, ia melangkah keluar. Namun sesampainya di tikungan dekat Green Room dia mendengar suara orang memanggil-manggil.

"Ada orang disitu?? Bisakah aku minta tolong...??"

Jalal berhenti sejenak, menunggu barangkali ia mendengar suara itu lagi. Benar saja. Suara itu terdengar lagi. Dan jelas itu suara seorang wanita. Jalal berjalan menuju pintu green room.

"Ya, siapa disitu??", tanyanya.

Di dalam ruangan, Jodha terkejut mendengar ada suara yang menyahut panggilannya. Laki-laki!! Jodha ragu-ragu. Tapi terpaksa dia menjawab juga.

"Aku...aku berada dalam situasi yang tidak biasa. Aku perlu memanggil temanku tapi handphoneku terbawa dia. Bisakah aku minta tolong....pliis..aku sangat memerlukan dia disini sekarang..."

"Jodha?? Apa itu kamu??"

Sekali lagi Jodha terkejut menyadari laki-laki itu mengenalnya. Ia berusaha mengenali suara itu. "Apaaa?? Apa itu Jalal?? Aaaarrrgghhhh dia lagiii....!!!!! Ya Tuhaaaan...kenapa Kau selalu mengirimnya kepadaku saat aku dalam keadaan terdesak...", Jodha mengomel dalam hati. Jengkel mengapa nasib selalu memberi kesempatan pada Jalal untuk mengganggunya.

"Ada apa Jodha??"

Jodha ragu-ragu hendak menjawab. Bagaimana pula,,, dia membayangkan Jalal akan mentertawakannya, bahkan bisa saja mempermalukannya di depan teman-temannya.

"Bicaralah, kalau tidak aku akan pergi", Jalal memberi peringatan kalem.

Akhirnya Jodha tak punya pilihan lagi. Ia mulai menjelaskan.

"Meera....Meera sudah keluar duluan dan semua propertiku terbawa dia. Termasuk,, termasuk rok yang mau kupakai...bisakah kau membantuku menelponnya supaya dia kesini..."

"Kenapa sih kamu ini selalu saja membuat dirimu berada dalam situasi yang aneh"

Jodha mendengar Jalal ngomel. Dan dari suaranya dia yakin Jalal tak akan membantunya kali itu. Dan bagian terburuknya adalah dia akan mengejeknya terus tentang hal ini sampai seluruh orang sekampus tau.

Jodha menangis. Jalal sudah tak terdengar lagi suaranya. Justru yang terdengar kemudian adalah suara langkah kaki. Banyak. Nampaknya segerombolan orang sedang mendekati tempat itu. Jodha memicingkan telinganya. Laki-laki!!!! Suara segerombolan laki-laki!!

"Kahnaa, apa yang sudah dilakukan Jalal. Apa dia memanggil mereka untuk mempermalukan aku..."

Jodha menutup wajahnya, terisak menangis ketakutan membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpanya.

Sampai saat dia mendengar suara itu...Jodha mendekatkan kepalanya ke arah pintu, berusaha mendengar percakapan dengan lebih jelas.

"Hai guys, green room nya lagi dipakai. Beberapa temen cewek sedang si dalam. Kalian tolong pakai toilet dulu ya. Iya disana. Oke, sip, thanks"

Terdengar suara langkah kaki rombongan itu pergi menjauh. Jodha terkejut dengan apa yang didengarnya. Bingung. Apa dia mendengar Jalal yang baru saja bicara?? Apa dia baru saja menyelamatkannya?? Sambil menyeka air mata ia berkata,

"Jalal apa yang kamu lakukan disitu..."

Tak ada jawaban. Putus asa dia berkata lagi.

"Jalal...please...apa kamu masih disitu..??"

Jalal mendengar suara itu. Intonasi yang belum pernah didengarnya dari musuh cantiknya itu. Bukan. Bukan intonasi marah yang selalu memunculkan ekspresi marah yang disukainya itu. Ini adalah intonasi sedih dan putus asa yang tak disukainya. Nada sedih dan putus asa itu benar-benar mengganggunya, membuatnya tidak nyaman. Dia tidak suka.

"Okay, berapa nomernya, cepet!"

"0 8 9 ......"


***di Auditorium***

Semua pandangan penonton tertuju ke panggung. Melihat penampilan para kontestan yang sangat mengesankan. Semua rapi-rapi, cantik-cantik dan ganteng-ganteng, pinter-pinter pula. Hehehh
Tapi pandangan Jodha hanya tertuju padanya. Pada sebiji cowok ganteng di depan sana. Masih berusaha terbayang kejadian di greeen room tadi. Dan masih mengira-ngira apa yang akan dilakukan Jalal padanya setelah ini.



Meera : "Jodha, ada sesuatu yang mau aku tanyakan dari tadi tapi kau terlalu marah padaku. Sekarang kau sudah tidak marah. Aku penasaran, apa kau tadi memang minta Jalal untuk menunggumu di depan green room sampai aku datang??"

Jodha : "Apaaa??" ((Melengking, terkejut)). "Nggak aku nggak nyuruh apa2. Emang dia disana? Aku nggak tau kalo dia masih disitu.."

Meera : "Dia menunggu disitu. Sampai aku datang. Begitu aku datang, dia langsung berlari pergi, dan jelas2 sedang sangat terburu-buru."

Jodha : "Hahh?? Ttapi kenapa?? Ngapain dia disitu?? Dia nggak ngomong apa2 lagi setelah nelpon kamu. Jadi kupikir dia udah pergi..."

Jodha terpaku. Tidak bisa mencerna informasi yang diberikan Meera. Dia mau menungguiku selama itu?? Untuk apa??

Meera : "Nggak taaaauuu... mungkin dia nggak mau bilang padamu karena tak ingin membuatmu lebih malu lagi. Tapi kurasa, dia ada disana untuk menjagamu. Memastikan tidak ada orang yang datang menerobos masuk atau mengganggumu"

Meera menjelaskan teorinya sambil mengangkat bahu, tersenyum, dan berkedip-kedip geje, menggoda Jodha. Yang digoda cuma menatapnya datar tanpa tersenyum.

Jodha kembali memandang ke panggung. Ke arahnya. Sambil mencerna kalimat Meera yang terakhir.

"Kurasa dia ada disana untuk menjagamu. Memastikan tak ada orang yang datang menerobos masuk atau mengganggumu."

Apa yang telah Jalal lakukan hari itu benar-benar diluar ekspektasinya. Meskipun merasa beruntung, tapi Jodha juga menyadari satu hal. Bahwa Jalal telah membuatnya berhutang budi padanya. Dan jelas itu adalah amunisi super bagi Jalal untuk melanjutkan penjajahannya atas Jodha.

((Sebenernya gak habis pikir sama Jodha. Semua yang dilakukan Jalal selalu dinilai dari sudut pandang buruk sama dia...hhmmm...))

-------------------------------------------------------------------------------------

8 komentar:

  1. Lanjuut lagi....... ga pake lama ya.....
    Saya suka cara mbak nulis, nggak ngebosenin.....

    BalasHapus
  2. Iya,, benar tuh kak,, bawaannya slalu buruk pada jalal,, mungkin karena udah trlanjur gak suka, makanya ego slalu yg menguasainya..
    Hehe... #iGuess..
    Lanjuut truss ya,kak..
    Plisss,, jgn kelamaan.. Sukriya.

    BalasHapus
  3. lanjut dong mbk, aku suka penataan kata nya gk ngbosenin bikin ketawa hehee

    BalasHapus
  4. Okaaay semuaa...sabar yaah..thx komplimen nya

    BalasHapus
  5. Ditunggu kelanjutannya ya mbak...suka banget bacanya...lucu abis...makasih mbak ff nya.....^_^

    BalasHapus