((Guys, part ini dicepetin yaaaa,, ngga terlalu penting kok.
Selain ituu duuuuh ga sabaar saya nulis part belakang2...hihi. Klo yg
mau baca lengkap dan aslinya ada disertakan di bagian bawah yaaa ..))
***Intercolegiate Debate Contest - Seminar Hall - Green Room***
Jodha dan teman-teman wanitanya sedang berada di Green Room
untuk mempersiapkan diri. Ada yang ganti pakaian, memperbaiki make up,
memperbaiki kuncir rambut, dan sebagainya. Sementara sibuk membantu
teman-temannya, Jodha sampai lupa mengurus dirinya sendiri.
Meera : "Jodha, bisakah kau berhenti mengurus orang lain
dan mulai mengurus dirimu sendiri?? Kita harus tiba di tempat 15 menit
lagi dan kau bahkan belum ganti baju"
Jodha : "Iya Meera, ini sudah kok. Kalian duluan aja. Aku
tinggal ganti baju tok. Setelah selesai aku segera menyusul kalian
disana"
Meera : "Kamu yakin ngga papa sendiri"
Jodha : "Haan...pakka.. ((mungkin artinya iya, aku nggak papa gitu???))
Secepat mungkin Jodha melepas dupatta nya. Lalu menyambar
baju yang sudah disiapkannya untuk acara ini. Setelan resmi, jas, blouse
dan rok panjang yang baru dibelinya minggu lalu.
Green room itu bukanlah green room yang sesungguhnya.
Ruangan itu sejatinya adalah ruang kosong di belakang panggung
auditorium yang biasa digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan
panggung yang tidak terpakai. Lebih mirip gudang. Pintunya pun tak ada.
Hanya ada selembar kain korden yang menutupinya. Sebuah sekat kayu usang
mereka letakkan dibelakang korden, lumayan lah sekedar menahan orang
dari luar supaya tidak bisa langsung menerobos masuk. Setiapkali ada
suara mendekat mereka akan berteriak bersama-sama "Nooooooo jangan
masuuuukkkkk.....!!!"
Para gadis memutuskan menggunakan ruang ini karena toilet
wanita penuh pagi tadi. Selain itu, ruangan ini relatif lebih besar
untuk mereka gunakan beramai-ramai. Tanpa dilengkapi ruang ganti, para
gadis menata dan menumpuk meja dan kursi di salah satu pojok ruangan.
Sedemikian rupa sehingga lebih mirip gua sempit untuk bersembunyi dari
kejaran musuh. Cukup sekedar tidak terlalu terbuka untuk menampung
mereka ketika harus menanggalkan baju-bajunya.
Jodha meletakkan setelannya di salah satu kursi dekat 'gua'
ganti itu. Lalu melepas salwar dan kameez yang dipakainya,
memasukkannya ke dalam tas kresek, melemparkannya ke deretan kursi
disamping 'gua'. Dia baru saja mengambil blus, lalu berbalik arah untuk
memakainya, ketika Meera mendatanginya.
Meera : (terdengar suara kresak kresek nampaknya Meera
sambil membereskan barang-barang) "Jodha aku pergi dulu ya. Semua
peralatan sudah kubereskan. Tas make up dan tas kampusmu kubawakan
sekalian biar kamu nggak repot. Jadi setelah ganti kau bisa langsung
cepat menyusul kami"
Jodha : (tidak terlalu memperhatikan masih sibuk mengancingkan dan mengikat hiasan tali bajunya) "Okay Meera.."
Terdengar suara langkah kaki Meera menyusul teman-teman
yang sudah keluar terlebih dahulu. Lalu terdengar menyeret sekat kayu
dari luar.
Setela blus beres dipakainya, Jodha hendak melanjutkan
dengan rok dan jas. Tapi betapa bingungnya dia ketika mendapati
benda-benda itu tak ada ditempatnya. Bingung mencarinya kesana kemari
tapi ruangan itu sudah benar-benar bersih.
"Haaahh, Ya Tuhaaaan, Meera bawa semua barangku...aaaarrrghhh...."
Jodha benar-benar shock. Dia tak punya sehelai kain pun
untuk dipakai menutupi tubuhnya yang setengah telanjang!!! Semua
propertinya sudah dibawa Meera, termasuk handphone!!! Lalu bagaimana
caranya menghubungi Meera...
Dia bisa saja meminta tolong pada orang yang lewat disitu
nanti. Tapi bagaimana cara menjelaskan keadaannya pada orang tersebut.
Iya kalo sama2 perempuan, kalo laki2?? Iya kalo itu orang baik, kalau
jahat?? Bagaimana kalo orang itu seperti Sharip yang suka
mempermalukannya di depan umum. Bagaimana kalau orang itu, alih2
membantunya justru membuatnya malu. Bagaimana kalau ada orang yang
memanfaatkan kondisinya untuk berbuat jahat, cleaning service kampus
yang berotak mesum misalnya, menerobos masuk pintu yang tak berpintu
itu. Semakin jauh pikirannya hingga ke berita-berita di koran dan tivi
tentang pemerkosaan dan sebagainya. Jodha menangis menyadari betapa
mengenaskan keadaannya saat itu.
Sambil menangis dia berlari menyeret meja ke belakang
sekat. Berharap bisa menyelamatkannya dari gangguan orang jahat, kalau
sesuatu benar terjadi. Mencari sesuatu yang bisa digunakannya dalam
keadaan terdesak, ia melihat selembar kain lap yang sudah kumuh berdebu
di ujung ruangan. Terpaksalah dia memakainya dan melilitnya menjadi
sarung.
"God, apa aku harus berlari ke Meera sambil memakai
kain seperti ini....semoga Meera segera menyadari dia sudah membawa
semua bajuku dan kembali lagi kesini..."
***di Koridor di Bagian Belakang Panggung/Green Room***
Jalal baru datang. Dia sudah mempersiapkan diri dengan baik
untuk hari ini. Bersama Maan, mereka sudah mempersiapkan semua materi
debat sejak 2 minggu yang lalu. Dengan penuh percaya diri dia yakin
mereka tak akan mengecewakan almamaternya di kontes debat antarkampus
itu.
Masih ada waktu, ia berjalan cepat menuju toilet pria untuk
ganti baju. Setelan jas dengan hem dalam ungu gelap itu cocok sekali
dipakainya. Setelah puas dengan penampilannya, ia melangkah keluar.
Namun sesampainya di tikungan dekat Green Room dia mendengar suara orang
memanggil-manggil.
"Ada orang disitu?? Bisakah aku minta tolong...??"
Jalal berhenti sejenak, menunggu barangkali ia mendengar
suara itu lagi. Benar saja. Suara itu terdengar lagi. Dan jelas itu
suara seorang wanita. Jalal berjalan menuju pintu green room.
"Ya, siapa disitu??", tanyanya.
Di dalam ruangan, Jodha terkejut mendengar ada suara yang
menyahut panggilannya. Laki-laki!! Jodha ragu-ragu. Tapi terpaksa dia
menjawab juga.
"Aku...aku berada dalam situasi yang tidak biasa. Aku perlu
memanggil temanku tapi handphoneku terbawa dia. Bisakah aku minta
tolong....pliis..aku sangat memerlukan dia disini sekarang..."
"Jodha?? Apa itu kamu??"
Sekali lagi Jodha terkejut menyadari laki-laki itu
mengenalnya. Ia berusaha mengenali suara itu. "Apaaa?? Apa itu Jalal??
Aaaarrrgghhhh dia lagiii....!!!!! Ya Tuhaaaan...kenapa Kau selalu
mengirimnya kepadaku saat aku dalam keadaan terdesak...", Jodha mengomel
dalam hati. Jengkel mengapa nasib selalu memberi kesempatan pada Jalal
untuk mengganggunya.
"Ada apa Jodha??"
Jodha ragu-ragu hendak menjawab. Bagaimana pula,,, dia
membayangkan Jalal akan mentertawakannya, bahkan bisa saja
mempermalukannya di depan teman-temannya.
"Bicaralah, kalau tidak aku akan pergi", Jalal memberi peringatan kalem.
Akhirnya Jodha tak punya pilihan lagi. Ia mulai menjelaskan.
"Meera....Meera sudah keluar duluan dan semua propertiku
terbawa dia. Termasuk,, termasuk rok yang mau kupakai...bisakah kau
membantuku menelponnya supaya dia kesini..."
"Kenapa sih kamu ini selalu saja membuat dirimu berada dalam situasi yang aneh"
Jodha mendengar Jalal ngomel. Dan dari suaranya dia yakin
Jalal tak akan membantunya kali itu. Dan bagian terburuknya adalah dia
akan mengejeknya terus tentang hal ini sampai seluruh orang sekampus
tau.
Jodha menangis. Jalal sudah tak terdengar lagi suaranya.
Justru yang terdengar kemudian adalah suara langkah kaki. Banyak.
Nampaknya segerombolan orang sedang mendekati tempat itu. Jodha
memicingkan telinganya. Laki-laki!!!! Suara segerombolan laki-laki!!
"Kahnaa, apa yang sudah dilakukan Jalal. Apa dia
memanggil mereka untuk mempermalukan aku..."
Jodha menutup wajahnya, terisak menangis
ketakutan membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpanya.
Sampai saat dia mendengar suara itu...Jodha mendekatkan kepalanya ke arah pintu, berusaha mendengar percakapan dengan lebih jelas.
"Hai guys, green room nya lagi dipakai. Beberapa temen
cewek sedang si dalam. Kalian tolong pakai toilet dulu ya. Iya disana. Oke, sip,
thanks"
Terdengar suara langkah kaki rombongan itu pergi menjauh.
Jodha terkejut dengan apa yang didengarnya. Bingung. Apa dia mendengar
Jalal yang baru saja bicara?? Apa dia baru saja menyelamatkannya??
Sambil menyeka air mata ia berkata,
"Jalal apa yang kamu lakukan disitu..."
Tak ada jawaban. Putus asa dia berkata lagi.
"Jalal...please...apa kamu masih disitu..??"
Jalal mendengar suara itu. Intonasi yang belum pernah
didengarnya dari musuh cantiknya itu. Bukan. Bukan intonasi marah yang
selalu memunculkan ekspresi marah yang disukainya itu. Ini adalah
intonasi sedih dan putus asa yang tak disukainya. Nada sedih dan putus
asa itu benar-benar mengganggunya, membuatnya tidak nyaman. Dia tidak
suka.
"Okay, berapa nomernya, cepet!"
"0 8 9 ......"
***di Auditorium***
Semua pandangan penonton tertuju ke panggung. Melihat
penampilan para kontestan yang sangat mengesankan. Semua rapi-rapi,
cantik-cantik dan ganteng-ganteng, pinter-pinter pula. Hehehh
Tapi pandangan Jodha hanya tertuju padanya. Pada sebiji
cowok ganteng di depan sana. Masih berusaha terbayang kejadian di greeen
room tadi. Dan masih mengira-ngira apa yang akan dilakukan Jalal
padanya setelah ini.
Meera : "Jodha, ada sesuatu yang mau aku tanyakan dari tadi
tapi kau terlalu marah padaku. Sekarang kau sudah tidak marah. Aku
penasaran, apa kau tadi memang minta Jalal untuk menunggumu di depan
green room sampai aku datang??"
Jodha : "Apaaa??" ((Melengking, terkejut)). "Nggak aku
nggak nyuruh apa2. Emang dia disana? Aku nggak tau kalo dia masih
disitu.."
Meera : "Dia menunggu disitu. Sampai aku datang. Begitu aku
datang, dia langsung berlari pergi, dan jelas2 sedang sangat
terburu-buru."
Jodha : "Hahh?? Ttapi kenapa?? Ngapain dia disitu?? Dia
nggak ngomong apa2 lagi setelah nelpon kamu. Jadi kupikir dia udah
pergi..."
Jodha terpaku. Tidak bisa mencerna informasi yang diberikan Meera. Dia mau menungguiku selama itu?? Untuk apa??
Meera : "Nggak taaaauuu... mungkin dia nggak mau bilang
padamu karena tak ingin membuatmu lebih malu lagi. Tapi kurasa, dia ada
disana untuk menjagamu. Memastikan tidak ada orang yang datang menerobos
masuk atau mengganggumu"
Meera menjelaskan teorinya sambil mengangkat bahu,
tersenyum, dan berkedip-kedip geje, menggoda Jodha. Yang digoda cuma
menatapnya datar tanpa tersenyum.
Jodha kembali memandang ke panggung. Ke arahnya. Sambil mencerna kalimat Meera yang terakhir.
"Kurasa dia ada disana untuk menjagamu. Memastikan tak ada orang yang datang menerobos masuk atau mengganggumu."
Apa yang telah Jalal lakukan hari itu benar-benar diluar
ekspektasinya. Meskipun merasa beruntung, tapi Jodha juga menyadari satu
hal. Bahwa Jalal telah membuatnya berhutang budi padanya. Dan jelas itu
adalah amunisi super bagi Jalal untuk melanjutkan penjajahannya atas
Jodha.
((Sebenernya gak habis pikir sama Jodha. Semua yang
dilakukan Jalal selalu dinilai dari sudut pandang buruk sama
dia...hhmmm...))
-------------------------------------------------------------------------------------
Lanjuut lagi....... ga pake lama ya.....
BalasHapusSaya suka cara mbak nulis, nggak ngebosenin.....
Iya,, benar tuh kak,, bawaannya slalu buruk pada jalal,, mungkin karena udah trlanjur gak suka, makanya ego slalu yg menguasainya..
BalasHapusHehe... #iGuess..
Lanjuut truss ya,kak..
Plisss,, jgn kelamaan.. Sukriya.
lanjut mba nia...
BalasHapusHihi, okeeee sabar yaaahh..
BalasHapusSeruuuu
BalasHapuslanjut dong mbk, aku suka penataan kata nya gk ngbosenin bikin ketawa hehee
BalasHapusOkaaay semuaa...sabar yaah..thx komplimen nya
BalasHapusDitunggu kelanjutannya ya mbak...suka banget bacanya...lucu abis...makasih mbak ff nya.....^_^
BalasHapus