Selasa, 06 Januari 2015

ditulis pada 20 April, 2011
Kata Mereka Aku Tidak Bekerja

Hmmm...
Aku masih teringat saja chat dengan seorang kawan kemarin. Kata-katanya sangat menggelitik emosi dan nalarku...
Haha...kata-katanya begitu jujur dan lumayan memukulku dengan telak. Katanya, Salut sama Nia yang bisa ikhlas untuk "tidak bekerja".

Meskipun sudah diberinya tanda petik, frasa itu masih saja meninggalkan sebongkah rasa yang aneh di hatiku. Aku ingat sekali tahun lalu aku membuat note bertemakan sama. Dan saat itu aku masih melawan, berteriak, marah, ketika aku digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang "tidak bekerja". Sekali lagi, meskipun diberi tanda petik sekalipun.

Agak lama pula aku tak mendengar orang menyinggung-nyinggung hal ini lagi di depanku. Lebih banyak yang bilang "ah, aku malah pengen kayak kamu. ndak terikat oleh apapun. bisa nemenin anak full time". Aku percaya bahwasanya kalimat-kalimat mereka itu sedemikian tidak jujurnya. Sekedar membesarkan hatiku saja. Ada sih 1-2 orang yang masih dengan jujur bilang "kowe ki pieee...sekolah duwur-duwur kok yo mung dodolan koyo ngene...". Kalau dulu aku akan menangapinya dengan setengah murka, marah, sakit hati, benci, setelah 3 tahun kemudian, aku hanya menanggapinya dengan senyum (kadang, seringnya sih dengan 'prengutan'). Meskipun kalau dirasak-rasakne ya nyesek juga...

Jangan disangka, aku tak pernah punya angan jadi wanita karir. Punya pekerjaan yang bagus, gaji yang bagus. Punya kesempatan dikirim ke Portland, atau stuttgaart, atau minimal ke singapura...Jangan dikira aku tak pernah bermimpi jadi wanita karir yang tiap pagi bangun pagi, mandi pagi, dandan lengkap dg sepatu hak tinggi dan bau wangi...haha..dan kalau ibuku ditanya teman atau tetangga dia akan dengan bangganya mengatakan "anakku masih di kantor".
Jangan disangka juga aku tak pernah mengangankan punya suami yang punya karir dan jabatan bagus. Terpandang, terhormat, pergi kemana-mana bawa mobil bagus, pakaiannya rapi lengkap dengan sepatu fantofel merk mahal...meskipun sudah sejak kukenalnya 8 tahun yang lalu dia sudah menyatakan diri tidak akan hidup sebagai pegawai. Dia akan hidup mandiri seberat apapun konsekuensinya. Dan mempersilakan aku 'cari yang lain' kalau sekiranya itu akan berat buatku. Wehh, dan aku tetap memilihnya (rasain lu!!).

Banyak orang bilang hidup adalah pilihan. Bahkan kalimat itu adalah kalimat favorit salah seorang dosenku, Life is Choice. Ah, sekarang aku tidak percaya begitu saja dengan kalimat itu. Lalu siapa Justin Bieber 5 tahun yang lalu...Siapa pula Norman Camaru bulan lalu...Apa dia pernah membayangkan akan mendapat tawaran dibayar 1 milyar untuk menyanyi?? Padahal aku yakin sekali banyak orang diluar sana yang memiliki bakat yang bagus, dan kerja keras yang tak kalah kerasnya...namun tak pernah menjadi seperti mereka...Orang-orang yang merasa dirinya SUKSES masih bisa menolak anggapan ini. Seperti banyak dipaparkan di buku-buku psikologi pembangkit spirit, katanya, orang yang sudah bekerja keras seumur hidupnya namun tak pernah menjadi "apa-apa" dikarenakan mereka tidak tau caranya, dikarenakan mereka tidak punya intelegensi emosi, dikarenakan mereka bla---bla---bla...

Ah,kutukupret itu semua...haha!! Aku mulai percaya, Hidup adalah skenario besar Tuhan. --banyak orang menganggap percaya takdir hanya terjadi kalau seseorang sudah gagal kesana kemari. maka untuk menenangkan hatinya, dia akan berusaha percaya bahwa itu adalah takdir--. Kalau tidak mengapa ada Norman Camaru, Justin Bieber, Sinta Jojo...Dan mengapa pula ada kisah seorang anak bernama Aditya dari Jombang, si anak umur 5 tahun yang sudah menggantikan seluruh pekerjaan rumah tangga dan merawat ibunya yang lumpuh...Apakah dia bisa memilih kehidupan yang lain??? Bahkan pilihan-pilihan yang ku ambil dalam perjalanan hidupku ini pun karena Tuhan menginginkan demikian.

So I'm here now. Aku di rumah. bangun pagi-pagi untuk segera belanja, membantu ibuku masak, bersih-bersih rumah, buka toko, mandikan iyas, nyuapin, nemenin dia maen ini itu, kesana kemari, baru mandi minimal jam 9 pagi, seringnya lebih sih. Dan suamiku, laki-laki biasa, bekerja sebagai pedagang, bahkan dagangannya pun tak terlihat mewah. Kami tak punya mobil bagus (belum, semoga), mobilku cuma mobil lama, itupun dikasih sama mertua...Suamiku bahkan bangun dan mandi lebih siang dari aku. Kadangkala kalau tak perlu keluar rumah malah gak mandi sampe luhur. hehe...
Aku disini. Hidup sebagai orang biasa, sudah memutuskan untuk tak lagi mengangankan dan menghayal yang bukan-bukan. Apalagi sampe pergi ke Portland di Amerika sana yang jauhnya bukan main...

Aku berusaha sebaaaanyak mungkin mensyukuri apa yang telah dan belum kucapai...Aku masih harus banyak bersyukur, meskipun aku "tidak bekerja" kami masih bisa mencukupi kebutuhan hidup kami. Aku masih harus banyak bersyukur aku memiliki 2 orang tua (ibuku dan bapak-ibu suamiku) yang sama-sama bisa mengurus diri sendiri, tak pernah sedikitpun merepotkanku dalam urusan finansial atau apapun, bahkan kemapanan ekonomi mereka masih jauh lebih baik daripada kami. Aku masih terus mensyukuri, bahwa aku bisa menyisihkan sebagian uang untuk memikirkan masa depan anakku, berbagi dengan saudara-saudara diluar sana, kadangkala menuruti lidah yang pengen makan enak...atau beli baju baru, meskipun tak banyak dan tak sering...(lebih sering menelan ludah). Tak apa, aku cukup bahagia menyaksikan anakku tumbuh kian pintar. Aku cukup bahagia bisa menemani dan menggendongnya seharian sewaktu dia sakit, takperlu ijin kesana kemari dan pekewuh sama atasan. Aku cukup bahagia bisnis kami berjalan dengan baik, dan kami bisa memikirkan pengembangan-pengembangannya...

Tentang "bekerja" seperti orang-orang lain yang dianggap "bekerja", aku punya harapan sendiri. Ya, kapan2 aku tetap berharap Tuhan memberikanku kesempatan bisa bekerja diluar. Sesekali bosan juga rasanya punya rekan bisnis yang samaa dari hari ke hari, dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Tapi nantilah kalau Ilyas sudah sekolah. Mungkin aku coba nglamar kerja jadi guru di sekolah anakku. Itung-itung ngirit transport, dan gak usah repot musti nungguin atau antar jemput. Hehe...

Mengutip kalimat Samuel Mulia di harian Kompas (lupa tanggalnya),judulnya Nasibku Bukan Nasibmu. 2 orang yang sama-sama sakit kanker diobati dengan cara yang sama, dengan biaya yang sama besarnya, dengan dokter-dokter yang sama hebatnya, tapi yang 1 boleh mati dan yang 1 boleh sembuh. Lalu kau mau apa?? Marah pada Tuhan?? Rambut boleh sama panjang dan sama hitam, tapi ketika sama-sama dibawa ke salon, knapa punya kamu bisa jadi indah tapi punyaku tetep saja nggak "nendang"???

Allohummakfiniiy bi halalika 'an haromika. Waghniniiy min fadhlika amman siwaka...
Ya Alloh Ya Rabb, cukupkanlah kami dengan rizkiMu yang halal saja, tanpa berharap atas rizkiMu melalui jalan haram. Dan cukupkanlah kami merasa kaya dengan keutamaan-keutamaan dariMu dari memohon kepada selainMu...

--------
Update:

6 Januari 2015. Bersyukuuuuuurrrr beribu kali dengan semua apa yang sudah maupun belum saya dapat. Merasakan bertubi-tubi pertolongan Allah yang seringkali datang di luar nalar.

Selamat Ulang Tahun yang ke-3 buat Kuda Sulung-nya Jawa Rental Mobil.
Baik-baik yaaa 11 bulan ke depan...puk puk


Comments
3 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

3 komentar:

  1. Jadi terharu.. . Jng slh bunda. Pekerjaan plg mulia ttp ibu tnh tngga.

    BalasHapus
  2. Jadi terharu.. . Jng slh bunda. Pekerjaan plg mulia ttp ibu tnh tngga.

    BalasHapus
  3. Biya masih kecil ga keliatan bule malah ky cah india irunge .☺

    BalasHapus