Sabtu, 27 Desember 2014

PART 5
***Rumah Keluarga Jalal***

"Aku benar-benar cemas memikirkannya Bhai Shaheb..", Mrs. Hamida Banu tampak galau mencurahkan hatinya pada adik iparnya. Ibu paruh baya itu mencemaskan putra semata wayangnya.

"Dia selalu pulang terlambat. Apalagi saat weekend. Takpernah ada di rumah. Ditelpon nggak diangkat. Aku...."

"Kenapa kuatir sekali Bahu?? Di sudah hampir 24 tahun!! Laki-laki muda jaman sekarang semuanya gitu. Sukanya party, senang-senang, sama saja Jalal juga. Tenang sajalah.…ingatlah, dia selalu ada disampingmu ketika kamu sakit. Dia tak pernah lupa menemanimu ke dokter, dia tau apa yang diinginkannya dalam hidupnya. Nilai sekolahnya juga bagus-bagus. Sejauh ini kurasa dia cukup bertanggung jawab atas dirinya."

Laki-laki yang dipanggil Bhai Shaheb menyerahkan piring makannya yang sudah kosong pada pembantu. Lalu mengambil hidangan penutup. Semangkuk Kheer yang nampak lezat, dan melanjutkan berbicara.

Kheer : sejenis bubur dari beras dengan santan
dan gula dengan topping bervariasi, bisa buah, atau biskuit, dll.
Enaaak yaaaa kayaknyaaa...haha


"Aku tak sabar menunggunya menyelesaikan MBAnya. Aku sendiri yang akan melatih dan mengajarinya mengelola bisnis ayahnya. Lalu aku bisa pensiun dengan tenang....", lanjut Bhai Shaheb.

"Taaya Abbu..., percaya padaku, meyakinkan Ammi kalau aku ini anak baik yang penuh tanggung jawab dan tak ada yang perlu dikuatirkan, itu sungguh sesuatu yang sangat sulit...", Jalal memandang Ibunya, tapi yang dipandangi diam saja. Jalal memasang muka merajuk seperti biasa. Lalu ibunya pun luluh dan tersenyum. Pemandangan yang rutin terjadi.

Ja : "Dan sekarang giliranku protes. Ammi, Taaya Abu, kuharap kalian berdua melewatkan hidangan kheer itu ya. Ingat gula darah kalian Paman, Ibu...bukankah dokter sudah melarang kalian makan makanan yang manis dan berkalori tinggi seperti itu...??"

Ammi : "Jalaaaal, pamanmu sudah lama tak kesini. Biarlah dia sekali-sekali merasakan makanan kesukaannya."

Merasa tidak mendapat dukungan dari ibunya, Jalal melirik gadis remaja di sampingnya.

Ja : "Shazia, kenapa tak kau hentikan ayahmu, dokter melarangnya mengkonsumsi terlalu banyak kalori bukan???"

Sha : "Ayaaah, kakak benaar. Ayah seharusnya tidak memakan itu"

Shazia

Tak lama setelah mengatakannya, gadis itu melirik Jalal sambil berkata, setengah berbisik, sambil melotot penuh ancaman.

Sha : " Aku sudah mengatakannya pada Ayah. Sekarang giliranmu untuk bercerita padaku. Gak ada ngeles atau mengalihkan pembicaraan lagi, Oke??!! Jadi, ayo katakan, siapa gebetan barumu sekarang??", todongnya tiba-tiba pada Jalal.

Ja : (memelankan suara) "Shazia...ssssttt...nanti kedengeran Paman dan Ibuku..." Shazia melotot siap-siap mengeraskan suara. Jalal buru-buru menjawab
Ja : "NO. Tidak ada! Pembicaraan selesai!"

Kakak yang baik lagi becanda ama adeknya...eeaaaa...


Lalu pergi meninggalkan meja makan, menuju ruang keluarga. Shazia membuntutinya.

Sha : "Kaaak, apa iniiii...sejak kau putus dg Srintil aku belum dapat satu nama pun!!! Apa kau sudah kehilangan nafsu terhadap gadis atau gimana haa?? Apa Srintil sudah merasuki jiwamu sedemikian dalam sampai kau tak bisa melupakannya? Kak, plis deh, aku orang yang paling bahagia mendengarmu putus dari Srintil. Dia memang orang yang tidak tepat buatmu, Oke??? Aku sudah bilang berrrrkali-kali, TIDAK TEPAT!! Jadi sekarang temukan wanita yang tepat untuk kau bawa kehadapanku!!!" ((sssstttt ini aslinya pelampiasan penulisnya ajaaaaa, di script gak ada yang beginian xixixi)).

Ja : "Shaziaaaa, kau tau kau itu jauh lebih parah daripada Bibimu!!!". Jalal hanya terkekeh dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan adik sepupunya itu. Usianya baru 15 tahun dan dia berkata-kata seperti ibu-ibu berumur 40 tahun yang sedang menasehati anaknya tentang pilihan istri.

Sha : "Jadi beneran ini, nggak ada yang menarik lagi sama sekali?? Bahkan di antara mahasiswa baru itu pun sama sekali ngga ada yang menarik???"

Tiba-tiba saja bayangan seseorang muncul di hadapannya. Yaaa ketika kata "mahasiswa baru" dikombinasikan dengan "menarik" oleh Shazia, entah bagaimana tiba-tiba saja wajah itu yang muncul di pikirannya. Tidak ada hal lain lagi yang bisa merepresentasikan frasa itu dengan tepat kecuali DIA.

"JODHA, adalah nama Rajput, yang artinya PEMBERANI" 
"Aku sekarang sangat tahu, siapa orang yang tidak akan kumintai tolong jika aku membutuhkan bantuan di kampus ini"

Sha : "Acchaa,,, dia diaaaammm...berarti adaaaa. KATAKAN SEKARANG!!!!", Shazia melotot.

Ja : "TIDAK. TIDAK ADA. TITIK!!! Kamu diam sekarang, atau aku akan membocorkan rahasiamu pada Paman bahwa bulan lalu kau membolos 2 kali untuk nonton bioskop sama teman-temanmu", balasnya sambil mencubit hidung Shazia. Yang punya hidung cuma bisa mangap sambil terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Sha : "Sialan. Kok bisa tahu dia..."

---------------------------------------------------------------------------------------


***Rumah Keluarga Jodha*** 

"Hobi bermain dengan banyak gadis cantik dan seksi?? Kukasihtau ya, Jalal nggak pernah peduli sama gadis-gadis yang terpesona atau yang nyosor-nyosor dia, kalau itu yang kaumaksud. Sebagai laki-laki normal berusia 23 tahun, dia hanya pernah 2x pacaran dalam 5tahun terakhir ini. Bentar-bentar, Jodha, aku kayaknya kebablasen. Ini tidak benar bahwa aku menceritakan terlalu banyak hal pribadi temanku pada orang lain. Kalau Jalal tahu dia akan menendangku"

Jodha sedang asyik melamun. Mengingat apa yang dikatakan Maan. Tiba-tiba terdengar suara,

"Jodha, apa yang kau lakukan!!"

Jodha mendongak, melihat ke arah sumber suara, lalu menunduk lagi menatap piringnya. Memain-mainkan sisa oseng-oseng pare di piringnya dengan sendoknya. Tak menjawab pertanyaan itu.

"Apa kamu sudah selesai makan?? Kenapa kamu diam saja. Kami sedang menanyakan tentang lamaran dari keluarga Adham. Kenapa kamu masih tak memberi jawaban?", Kakak tertua (Badi Bhaiya) bertanya dengan serius, berharap Jodha memberi jawaban yang diinginkan keluarga itu.

Jo : "Nggak Bang, Nggak Ibu...maaf,,, tapi aku benar-benar tak ingin memikirkan tentang pernikahan sebelum aku menyelesaikan MBA ku..."

Ibu : "Tapi Jodha, Ibu nggak ngerti. Kamu cuma harus bertemu dengan mereka sekali saja. Lalu kamu bisa melanjutkan kuliahmu. Umurmu sudah 22 tahun sekarang...

Tak ada lagi yang bisa dilakukan Jodha selain berusaha tersenyum menghadapi Ibunya yang pantang menyerah mengejar-ngejarnya untuk segera menerima salah satu lamaran. Tapi semua itu hanya dianggapnya seperti angin lalu. Semua pembicaraan mereka terdengar seperti dengungan lebah, sementara dia sendiri asyik dengan dunianya. Ada masalah yang lebih menarik untuk dipikirkannya saat itu.

Dia sedang mengingat kembali percakapannya dengan Maan kemarin. Dia menyesal kenapa harus mendengarkan Maan menceritakan semua itu. Tapi apa yang sesungguhnya sedang mengganggu pikirannya?? Apakah itu adalah manifestasi dari rasa bersalah?? Apakah dia sedang merasa bersalah karena telah memberikan tuduhan yang teramat kejam padanya??

"Bahh!!! Seharusnya aku tak perlu merasa bersalah sudah menuduhnya sekejam itu. Bukan salahku kalau aku begitu. Dia sendiri yang memulainya dengan kelakuan-kalakuannya yang menyebalkan", lalu dia lega dan tertawa dengan kesimpulannya itu.

--------------------------------------------------------------------------

***Di Kampus***


Jodha, Meera dan Payal sedang berjalan keluar gedung. Sore itu pukul 5.10 PM, kelas terakhir sudah selesai beberapa menit yang lalu. Mereka berjalan bersama-sama melewati lapangan olahraga yang menjadi pusat segala aktivitas olahraga di kampus itu. Lapangan tennis, badminton, cricket bahkan olahraga diletakkan tak berjauhan satu sama lain. Nampak juga para cheerleders sedang sibuk menyemarakkan pertandingan badminton.

Salah satunya adalah Nikita. Yaaaaa dia sedang meloncat-loncat geje sambil teriak-teriak menyemangati salah satu pemain, "Sariiipp, ai yem hier sariippp mai lopeee...cintakuuu....ayoooo kamu pasti bisaaa,,,, ye ye ye ye lala yeyeye". Bibirnya diwarnai lipstik merah menyala. Rambutnya diikat dan diberi pita warna warni. Memakai rok mini dan baju seksi super ketat yang membuat udelnya selalu terekspos. Sama sekali enggak aware dengan penampilannya yang persis ondel-ondel, dia dengan kepercayaan diri yang gak abis-abis terus saja berteriak-teriak, loncat-loncat, njel-njelan kayak uget-uget.

Tiba-tiba mak "srooootttt,,, boooookkkkk", laaaahhh Nikita si uget-uget kepleset, terdorong ke bagian lapangan yang agak berlumpur. Mukanya yang sudah ancur tambah makin ancur belepotan lumpur. Tangan, kaki, bajunya semua kena lumpur.

"Huwaaaaaaa....huwahuwaaaa....pantatkuuu syaaatitttt cekaliiii...", teriaknya kesakitan. Semua orang di lapangan tanpa berbelas kasihan tertawa ngakak. Setelah puas tertawa baru beberapa diantaranya dengan terpaksa menolongnya. Demi menjunjung tinggi asas kemanusiaan pada semua manusia meskipun dia tampaknya bukan manusia, *eeehhh

Tanpa ada seseorang yang menyadari, ada sesosok pemuda ganteng yang senang sekali sudah berhasil melakukan niat jahatnya. Yaaa tanpa ada orang yang menyadarinya dia sukses melempar kulit pisang ke kaki Nikita sehingga gadis njel-njel itu pun kepleset dengan indahnya. Jalal tersenyum geli di atas penderitaan korbannya hari itu. Dalam hati dia berkata, "salah sendiri rese, mampus aja luh" wkwkwkwk. ((NB : Dua paragraf ini murni khayalan penulis. Terimakasih sudah berimajinasi bersama saya :p ))

wwoooooiii penontoooonnn...iyaaa kamuuuhh...
liatnya biasa aja doong ga usah pake
monyong gituuu....wkwkwk


Jodha, Payal dan Meera menghentikan langkah mereka sambil berusaha melihat dari kejauhan, penasaran mengapa ada ribut-ribut. Tapi jaraknya terlalu jauh sehingga mereka tak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi. Mereka memutuskan untuk melanjutkan langkah. Tiba-tiba sebuah suara memanggil.

"Jodha!!!"

Suaranya seperti datang dari arah lapangan badminton. Jodha menengok mencari-cari sumber suara namun tak dapat menemukan seseorang yang dikenalnya. Mereka bertiga saling berpandangan sama-sama tidak tahu siapa yang memanggil. Lagi-lagi, ketika memutuskan untuk melanjutkan langkah,

"Jodha, tunggu sebentar!!!"

Suara itu kini lebih jelas, datang dari arah belakang. Jodha terkejut mendengarnya. Dia yakin betul siapa pemilik suara itu. Saat itu Jodha benar-benar sedang tak ingin bertemu dengannya. Sejauh ini, berdasarkan pengalamannya, bertemu dengan manusia satu itu adalah pertanda buruk baginya. Dia sudah berniat tidak menggubris panggilan itu. Tapi teman-temannya berhenti lalu menoleh ke belakang, jadi dia terpaksa mengikuti mereka. Ternyata pemandangan di hadapannya entah mengapa justru menghipnotisnya.

Rambutnya berantakan. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya dan di kening hingga wajahnya. Kaos merah dan celana putih pendeknya nya basah dan penuh lumpur. Kaki dan tangannya juga kotor penuh lumpur. Meskipun demikian wajahnya yang ganteng itu tetap saja tak berkurang sedikitpun tingkat kegantengannya, diakui atau tidak oleh Jodha ((yang jelas saya mengakuinya)).

Potonya ga nyambung biarin yaaaaa...
Abisan ini poto ganteng bingiiiiittt dehh...hihi..

"Hei, maaf, aku mau menjabat tanganmu tapi tanganku masih kotor. Abis main bola trus nonton badminton sebentar", sambil terengah-engah berbicara di dapan Jodha.

"Oke, lalu??", tanya Jodha pendek. Bagaimanapun juga, melihatnya dalam keadaan sedemikian kotor dan acak-acakan sungguh pemandangan yang aneh. Secara Jodha biasa melihatnya dalam keadaan bersih, rapi, dan mahal, seolah-olah tak pernah tersentuh kotoran sedetik pun, seujung kuku pun. Sebenarnya seandainya Jodha mau menyadari, satu-satunya kata yang tepat untuk menilai penampilan Jalal sore itu adalah "MACHO!!". Bahwa dia ternyata laki-laki betulan!!! Bukan banci kaleng yang takut kena kotoran. Hehe.

Ja : "Kita memulai semuanya dari arah yang salah. Aku ingin membayar semuanya"

Jo : (gaya sinis putri Rajput) "Kenapa"

Jalal minum dari botol air yang dibawanya (minum dulu biar nggak semaput kalo kena mulut tajem). Disikapi sinis seperti itu dia hanya tersenyum santai, sudah tahu bahwa ini yang akan dihadapinya.

Ja : "Sebut saja, aku terkesan"

Jodha diam saja menunggu Jalal melanjutkan kata-katanya. Dia bingung dan gagal mengira-ngira apa yang akan terjadi. Dan Jalal, sengaja berhenti sejenak agar bisa memperhatikan ekspresi wajah Jodha. Ekspresi itu membuatnya tersenyum, dalam hatinya geli. Dia senang sekali melihat ekspresi wajah Jodha yang berada di antara jengkel, tapi penasaran.

Jo : "Terkesan dengan?", tidak sabar menunggu Jalal yang hanya diam, dia bertanya.

Ja : (tersenyum ala ahaaaa dia masuk jebakanku) "Kyun?? Sedang memancing pujian bukan?" (tersenyum lagi) "Baiklah. Aku memang harus memujimu untuk kemampuanmu mengatasi segala permasalahan beberapa minggu terakhir kemarin. Aku suka kecerdasan dan ketenanganmu menghadapi masalah", Jalal berhenti berbicara.

"Oke stop. Untuk kali ini, cukup sampai disini saja pujiannya", batin Jalal.

Jodha terkejut. Tidak mengira akan menghadapi situasi seperti ini. Ironis sekali, saat dia memuji ketenangannya menghadapi masalah, justru saat itu dia merasa gugup hingga tak tahu harus bagaimana bereaksi. Baginya, berhadapan dengan laki-laki ini hanya satu yang dipersiapkannya, pertengkaran. Tapi pujian?? Jodha sama sekali tidak siap untuk itu. Jodha melirik teman-temannya. Wajah mereka jelas-jelas sudah berubah dari tidak suka menjadi geli. Sebelum mereka mentertawakan terang-terangan, Jodha cepat-cepat berbicara.

Jo : "Trus apa yang kamu mau lakukan untuk membayarnya??"
Ja : "Mmm, aku akan memulainya dengan meminta maaf"
Jo : (wawww, terkejut, mimpi apa nih) "Ok, lakukanlah"

"Trus apa yang kamu mau lakukan untuk membayarnya??", katanya pada Jalal

Ini jelas kejadian yang langka. Seorang Jalal mengakui kekalahannya, dan membiarkan dirinya meminta maaf di depan musuhnya. Ah tapi itu sudah dipikirkannya masak-masak. Kecerdasannya bisa merasakan bahwa kekalahan ini akan membawanya pada kemenangan yang lebih besar. ((Hahhahh, kenapa kenapa kau selalu begitu cerdas ketika menjadi Jalal tapi begitu bodoh ketika menjadi Rajat?? Kyu Jat, Kyu??? Apa mungkin kamu selalu datang tepat waktu pas casting, tapi datang telat pas pembagian jatah otak??))

Ja : "Aku minta maaf atas segala perbuatanku yang sudah menyusahkanmu"
Jo : "Diterima"
Ja : "Trimakasih"

Jalal melihat jam dan tiba-tiba wajahnya berubah menjadi wajah frustasi.

Ja : "Wooohh, sialan. Tadinya aku mau traktir kalian di kantin. Tapi sayangnya aku baru ingat kalau aku harus tiba di Secunderabad jam 6.30" (nggremeng sendiri) "sialan kok bisa lupa sakplengan sih"

Meera : "Secunderabad?? Jam 6.30??"
Payal : "Melewati lalu lintas Hyderabad-Secunderabad sore begini??? Gak mungkin deh..."

Jodha melirik kedua temannya jengkel. Dasar pengkhianat. Mudah sekali merekaberubah sikap tiba-tiba jadi sok ber-ramah-ramah dengan musuh bebuyutannya.

Meera : "Apalagi kalo naik mobil. Sepeda motor aja mbuh-mbuhan bisa nyampe..."
Ja : "Iya aku tau. Tapi aku harus nganterin Ibuku kesana." (mengacak-acak rambut karena jengkel sendiri *ih ganteng kali yakkkk) "Rumah Amal gak terima pengunjung lagi setelah jam 7.30, duh ibu pasti sedih", Jalal berbicara pelan sambil melihat jam tangannya.

Meera : "Apa?"

Ja : "Oh, gak papa. Oh, itu tadi. Rumah Amal itu yayasan untuk orang Jompo yang dikelola keluargaku. Eh maaf ya, traktirnya lain kali ya. Bener nih aku minta maaf, aku musti segera cabut. Sampai jumpa..!", Jalal berbicara sambil berlari dan melambaikan tangan.


Dalam diam Jodha sibuk mencerna kejadian sore itu. Menemani ibunya?? Pergi ke kegiatan amal?? Jodha sama sekali tidak pernah membayangkan Jalal melakukan itu semua. Hmm, nampaknya apa yang dikatakan Maan mulai terbukti?? Bagaimanapun, empatinya hanya bertahan sebentar saja, karena Jodha segera teringat sms-sms dari nomer tak dikenal yang masih terus saja mengganggunya.


"Dengan segala yang dia punya pasti akan sangat mudah memperoleh nomerku. Jadi hari ini mungkin saja dia sedang bermain peran, pura-pura jadi pangeran yang baik hati" batin Jodha

"Pas ngomong tadi dia kayak laki-laki yang bertanggung jawab banget gitu yakk...," tiba-tiba Payal mengatakan sesuatu membuat lamunan Jodha buyar.
"Dan dia emang pinter, ya nggak sih?", lanjutnya sambil tersenyum-senyum geje, khas cewek-cewek yang lagi kesenengan ngomongin cowok ganteng, baek, pinter, kaya, sabar, suka menolong dan rajin menabung halaaaahhh...

"Iyyyaaaaa....", Meera langsung menyambutnya dengan wajah yang tak berbeda dengan Payal. Sebenarnya sudah pengen ngomong gitu dari tadi tapi takut ditendang Jodha hehe.

"Apaa??", Jodha melengos, menampakkan wajah kecewa pada dua temannya.

"Dia sekseeehh sekaleee...", kata Meera

"ABSURD!!! Edan kalian", tukas Jodha

"Jo, jangan melotot gitu dong ah..", kata Payal. "Jalal dan Maan, mereka berdua sama-sama menarik dengan kepribadiannya masing-masing.."

"Maan??? Hohoooo, kenapa tiba2 menyinggung Maan juga Payal??", kata Meera menggoda Payal

"Jo, jangan pura-pura kayak nggak tertarik sama pembicaraan ini. Aku tau diam2 kamu juga memperhatikannya kaan..", balas Payal.

"MEMPERHATIKAN??? Huh terimakasih buat dia. Yang Kuperhatikan sekarang adalah kita sudah membuang-buang waktu 30menit lebih disini dan aku akan pulang terlambat, lalu ibuku akan marah-marah", Jodha membalas dengan nada tinggi. Menyadarinya, ia langsung menyesal sudah berkata seperti itu pada teman-temannya. "Sorry guys..."

Meera dan Payal berbisik-bisik di belakang Jodha
"Lihatlah kelakuannya, dia gak mau ngaku"
"Aku berani bertaruh, tak lama lagi mereka akan jadi teman"
"Yaaa Meera...sebelum akhirnya dia jatuh ke pelukan Sang Pangeran"
Lalu tertawa bersama hahaha
Comments
5 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

5 komentar:

  1. Kak,,,LaNjutaNNya jaNgaN LaMa - LaMa doNg.... KareNa ceritaNya kereN N bikiN peNasaraN,,,,,

    BalasHapus
  2. Lanjuuut mbak.... gak pake lama yaaa..... ngarep(dot)com :-)

    BalasHapus
  3. Dilanjutt ya, min.. Jgn kelamaan..

    BalasHapus