Kamis, 18 Desember 2014

Belakangan, frase ini jadi sangat populer. Test the water to another test the water... Entah siapa orang pertama yang mempopulerkan frase ini. Ibarat aktor pemeran Kaisar Jalaludin Akbar di sinetron kegemaran saya *huuueeekkk, frase nya sendiri memenuhi kualifikasi untuk menjadi tenar. Bahasanya inggris, selalu membuat orang yang mengatakannya tampak seksi, cerdas, pintar, berbakat, baik hati, suka menabung, persis kayak Kaisar Akbar. *hhaaayyyaaaaahhhhh kuwi meneeh

Maka sim salabim. Semua orang jadi suka menggunakannya. Dikit dikit test the water. Dikit dikit test the water. Test the water kok cuma dikit....

Satu hal yang menggelitik saya. Kira-kira apa semua teori yang diterapkan pada semua kasus test the water itu benar adanya?? Hmmm...saya sih ragu. Kok???

Jadi gini. Sebagai seorang pegawai kantoran yang ngantor di rumah dengan jam terbang 24jam sehari, 7hari seminggu, saya sebenarnya sering juga melakukan "test the water" sebelum mengambil kebijakan.

Oiya, serius ini. Test the water yang paling penting itu pas enema kopi. Karena hangatnya harus pas. Alih-alih bisa mlocot bibir belakang kalau kepanasan. Mandiin biya, itu juga perlu test the water. Bahaya juga kan kalo terlalu panas. Tapi, saya tidak ingat perlu test the water untuk minum air dari kendi, tidak perlu test the water untuk minum teh yang sudah diseduh beberapa menit sebelumnya, tidak perlu tes the water untuk sop yang baru diangkat dari kompor...

So, poin nya adalah, saya tidak perlu melakukan test the water untuk sesuatu yang sudah jelas saya tau akibatnya. Pilihannya hanya, nekad mlocot, atau nunggu sampe adem.

Pun demikian di level yang lebih tinggi. Ambil satu kasus test the water. Dari jaman Pak Harto, yang namanya sekolah negeri itu cara berdoanya standar. "Berdoa dimulai", "berdoa selesai". Selama berdoa, kalau anak EsDe tangannya harus rapi ditumpuk di atas meja. SMP, SMA, terserah, sambil ngupil juga boleh. Ga ada yang liat ini... *yg terakhir ajaran sesat jangan ditiru. Lalu apanya yang mau di test the water haaa???

Sekarang muncul lagi, beberapa berita yang di share judulnya sangat provokatif. "Menteri Keuangan Rini Suwandi Mengeluarkan Kebijakan Larangan Berjilbab Bagi Pegawai di Departemennya". Dasar beritanya??? Capture sebuah dokumen entah dokumen apa, yang menyebutkan penilaian performance salah satunya adalah jilbab hanya sebatas leher. Ketika bu mentri mengelak, gampang saja jawabannya "just another test the water"

Di luar itu semua, buat yang sudah menuduh, mencaci, coba tanya, ini dokumen apaaaaaa???? ((Sejauh saya menulis ini saya belum menemukan jawaban itu dokumen apa, kop suratnya mana, header atau footer nya apa)) Ooooiiii jarimu tertunjuk ke muka seseorang!!! Mengeluarkan tuduhan tanpa bukti!!! Kalo ketauan Kaisar Akbar ati2 bisa diseret keliling Mughal loh!! Serius ini....




Coba sekaliiiiii saja bayangkan diri kita sendiri diposisikan seperti itu. Dituduh tanpa bukti!!! Jika tuduhan itu salah, sakit nggak?? ((Kecuali memang betul ada bukti jelas, monggo kalau mau teriak-teriak))

Sayangnya, frase "just another test the water" itu jurus yang sangat sakti untuk meng-counter attack semuaaaaaaa pembelaan yang dilakukan oleh tertuduh. Itu seperti tuduhan melakukan konspirasi. Tidak bisa dibuktikan, tapi cukup bisa membuat seseorang merasa hancur karena dihakimi dunia seumur hidupnya.

Oke, kita memang harus aware pada segala hal yang berpotensi menyerang kita. Tapi jangan pernah lupa, kita juga harus sangat aware pada potensi kehancuran pondasi sosial kita!!! Yaa hancur!! Hancur karena setiap hari kita beranteeemmm di sosial media. Dengan kata-kata yang menusuk, menuduh, memaki,,,,, lalu melupakannya begitu saja tanpa rasa bersalah.

Plis,,,, berusahalah melihat segala sesuatu dengan berimbang dan tidak tendensius sebelum memutuskan berteriak-teriak di sosial media. Menunjukkan jari pada seseorang, MELONTARKAN TUDUHAN!!! Hei kamu kafir!! Hei kamu syiah!!! Hei kamu maling, rampok!!!....haduuuhhh...naudzubillah saya kena tuduhan seperti itu.

Mari kita ber hati-hati menggunakan kata. Alih-alih kita ingin menjadi tampak lebih cerdas, bisa jadi kita justru berbuat sebaliknya. Alih-alih kita berusaha membuat sesuatu menjadi baik, bisa jadi kita malah justru memperburuk keadaan.

Jangan reaktif laahh...

Coba sekali sekali, kalau membaca berita di layar, tarik nafas panjang dulu, berfikir, menimbang, sebelum memutuskan untuk menuduh seseorang. Apalagi dengan teori "test the water" ini, kita dengan mudah bisa selamat dari kemungkinan salah menuduh.

Frase ini sangat berbahaya. Ia berpotensi besar memperlebar jurang pemisah antara kutub-kutub yang berlawanan. Sangat efektif untuk menjaga jarak tetap lebar antar opini yang berlawanan. Sangat jitu membuat kita tetap atau semakin memandang sinis teman yang berbeda pendapat dengan kita. Apa semua itu bukan sesuatu yang amat disayangkan??

*Allohumma aarinal haqqo haqqo warzuqnattiba-ah, wa aarinal baathila baathila warzuqnattinaabah*

Comments
2 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

2 komentar:

  1. Ehh bunda.. sy baca ampe habis.. tapi tetep gagal paham... apaan ya tes the water itu? Mencicipi dulu gitu maksudnya? Ttus apa hubungannya ama menteri rini? Mohon pencerahannya, hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. aiiiihh himee ubeg2 nya dalem beneeer ampe kesini sini....hahaha

      makanya jangan mantengin shahensha muluk. update juga dong berita di luaran hahaha. ini kan kemaren waktu rame diberitain mentri rini suwandi keluarin larangan berjilbab buat pegawai di departemennya. padahal mah aslinya nggak kayak begitu kronologisnya. bisa dibilang bu rini ngga tau sama sekali masalah ini.

      kalo test the water belakangan kemaren sering banget dipake. jadi kalo ada isu politik apaaa gitu ntar sebagian orang yang tendensius bilang itu test the water, buat tau reaksi masyarakat kayak apa. kalo rame nolak ya nggak jadi diterapin. gituuu himeee...

      Hapus