Minggu, 25 Januari 2015

PART 13


2 Desember

*** Perpustakaan ***

"Jodha ayolaaaahhh, ini sudah jam berapa..."

Meera benar-benar sudah bosan menunggu sahabatnya itu tak juga beranjak dari bukunya. Dia sudah menghabiskan waktu hampir sejam di perpustakaan itu, dan setengah jam nya untuk menjadi penonton seorang perfeksionis yang tak kunjung menemukan apa yang dicarinya.

"Joooo, aku mulai lapaaarrr..."

Meera merengek. Tapi yang ditunggu tak bergeming. Masih sibuk menekuni halaman demi halaman kitab statistik yang tebal dan berat itu. Menelusuri tabel demi tabel, kata demi kata, angka demi angka. Sesekali melihat cepat, melompat ke beberapa halaman berikutnya, kembali ke daftar isi, loncat lagi ke halaman yang lain.

"Aaaaarrrgghhhh". Terdengar suara jengkelnya sambil menutup buku yang sedang dibacanya dan menyingkirkannya ke samping. Menarik sebuah buku lagi yang tersisa di meja dan belum disentuhnya. Sambil mengeluh, "Tak ada yang bisa memberikan penjelasan yang lengkap Meera... bagaimana bisa kuselesaikan tugasku...."

Meera benar-benar bosan dan letih. Ia meletakkan tangannya di atas meja untuk menyangga kepalanya. Sambil melihat jam tangannya, berusaha lagi untuk mengajak temannya beranjak dari duduknya.

Mee : "Joo, ayolaah, besok dilanjutin lagi... ini sudah jam berapa... mereka pasti sudah menunggu kita di kafe. Kita janji datang loh... "

Jo : "Meera, aku janji selesaikan ini hari ini. Tapi apa,, aku belum dapat apa-apa.."

Mee : "Terus?? Sebenarnya kamu mau unjuk diri pada siapa sih??"

Jo : "Meera!!! Aku nggak sedang ingin unjuk diri... Ini memang lebih sulit dari yang kukira. Aku cuma nggak suka terlihat bodoh."

Mee : "Oya?? Dan siapa yang akan menganggapmu bodoh??"

Jodha memandang temannya dengan ekspresi "kenapa kamu masih ngga bisa ngerti aku..". Ia menarik seberkas kertas dari keepernya. Menunjukkannya pada Meera.

Jo : "Lihat ini. Jadwal ini kita buat bersama-sama. Hari ini seharusnya aku sudah sampai pada tahap ini. Tapi aku bahkan belum dapat setengahnya!!! Bagaimana aku bisa santai nhaaa...??!!"

Tak seorang pun bisa memahami perasaannya sore itu. Tidak juga Meera, sahabatnya. Bagi seorang yang selalu ingin terkesan baik di mata orang lain, kemungkinan menjadi tampak bodoh dan tidak mampu adalah sesuatu yang sangat sulit diterimanya. Apalagi kalau penilainya adalah Jalal!!!

Jo : "Aku sudah bekerja keras 2 hari ini. Melototin komputer, browsing, ubek2 perpustakaan, tidur larut baca buku2 segede gaban, tapi aku tetap tak bisa menyelesaikan ini. Sementara dia, tiap hari ngoceh sana sini, nge game di iphone nya, nongkrong di kantin, dan semua kerjaannya beres tepat waktu!!! Issshhh,,,,,!!"

Mee : "Jo, plis,,,,, dia senior, kamu junior. Wajar dong. Harusnya kamu nggak perlu merasa kalah kalopun dia lebih pinter dari kamu. Di samping itu, Jalal emang jagonya statistik dan IT, sementara kamu di bidang lain. Udah deeehh, nggak usah mikir aneh-aneh. Nggak ada yang menilai kamu nggak mampu. Apalagi Jalal... !!!"

Kalimat terakhirnya diucapkannya dengan penekanan khusus. Sambil melemparkan pandangan yang penuh arti pada sahabatnya. Jodha mengerti maksudnya, tapi hanya membalasnya dengan ekspresi datar.

Hhmm, sebenarnya, epilog Meera itu sungguh tepat sasaran. Membuat ia menyadari dirinya telah terbawa arus egonya terlalu jauh. Dia harus mulai belajar untuk mengendalikan egonya. Mengubah attitudenya, tepat seperti yang sudah dikatakan Jalal beberapa hari yang lalu. Pertemanan mereka sejauh ini berjalan dengan baik. Dia tak perlu bersikap bodoh yang dapat merusak apa yang baru saja terbangun.



*** Kafe Kopi ***



Jalal menyeruput secangkir cappucino lalu meringis dan sedikit bergidik. Menurutnya rasa kopi terlalu keras, jadi dia lebih suka teh hangat daripada kopi. Ngopi sore-sore itu adalah idenya Payal. Dan dia dengan rela hati menyetujuinya, demi seorang Maan!! Hehehh.

Sambil sesekali melirik pintu masuk, ia melanjutkan kegiatan nge-game dengan iphone nya. Asyik dengan game nya, dia tak terlalu banyak ikut dalam obrolan mereka. Sesekali menyahut, sesekali tersenyum, sesekali komentar, sesekali juga ikut tertawa.

Hingga saat pintu kaca kafe itu terbuka dan mengeluarkan bunyi "trriiingg", seperti setiapkali ada pengunjung baru yang masuk. Saat itulah Jalal menyadari kedatangannya. Pandangannya berpindah dari iphone nya menuju ke arah pintu. Secercah binar bahagia tiba-tiba muncul di wajahnya, dan Renu menangkap ekspresi itu. Ia menoleh ke arah Jalal melihat, yang diikuti oleh yang lain. Dan disanalah tampak 2 orang gadis sedang berjalan ke arah mereka.

Jodha, Meera : "Hai.."

Maan : "Hai Jodha, hai Meera, kalian terlambat..."

Mee : "Iya maaf ya..."

Jodha dan Meera menarik kursi yang tersisa, lalu meletakkan tas dan menyamankan diri, beradaptasi dengan keadaan. Sesaat kemudian Jodha menyadari dirinya sedang diamati. Ia menoleh ke arah Jalal, yang sedang melupakan game nya dan meletakkan iphone nya di atas meja. Oh ya, tentu saja game talking tom di iphone nya sudah tak menarik lagi sekarang. Bagaimana tidak, kucingnya sudah ada di hadapannya sekarang!!! ((ebuseeh jadi dari tadi dia nge-game talking tom??))

"Hai", Jalal menyapanya.
"Hai juga", Jodha menjawabnya. Lalu diam sambil ngelirik malu-malu meong.

Renu di ujung sana gemeeess sekali dengan pemandangan itu. Jadilah dia teriak sekencang-kencangnya sampai sepertinya seluruh kafe bisa mendengar.

Renu : "Heelloooowwww,,,, para pendatang baru,,, Kalian mau minum apa???"

Abdul yang duduk tepat di sebelahnya pun mengumpat. "Bujuuggg, Renu kamu pake toa ya?? berasa kesamber petir telingaku!!"

Meera : "Aku cappucino aja deh"

Jo : "Aku coklat panas. Aku aja yang ambil Meer, kamu disini aja."

Maan : "Jo, duduk aja, biar aku yang ambil. Ini kali pertama kita ngumpul, nggak lucu kalo cewek yang bayarin"

Jodha yang sudah berdiri pun kembali duduk. Sekumpulan manusia itu lalu kembali lagi tenggelam dalam obrolan-obrolan riuh mereka. Tepatnya, kecuali dua orang yang sudah mengakui bahwa diri mereka mengidap gangguan jiwa. Sedari tadi nampaknya mereka berada di planet lain. Saling melirik, sesekali ikut tertawa dan tersenyum, tapi entah pikirannya berada dimana.
Ja : "Oiya Jodha aku mau menanyakan sesuatu kepadamu.."

Mendengar kalimat itu, Sang Putri yang Pemarah tiba-tiba saja merasa terancam. Jalal pasti akan menanyakan kemajuan project mereka. Dengan defensif dia langsung saja menyerobot kalimat yang belum selesai itu. Setengah emosi lagi ngomongnya.

Jo : "Apa?? oh yaaa aku tau aku terlambat dari jadwal. Aku sudah berusaha mencari literatur tapi belum menemukan yang tepat. Tapi aku pasti bisa menyelesaikannya 1-2 hari lagi"

Sekian detik Jalal bengong, berusaha mencerna kata-kata Jodha.

Ja : "APAA??!! wooohhh maksudmu proyek kita?? oh kalau itu sih aku sudah tau kamu pasti agak kesulitan ((wkwkwk ngece buanget ik)). Tapi yang mau kutanyakan tadi sebenarnya bukan itu."

Wuahaahh rupanya Jalal tak bermaksud bertanya tentang proyek mereka. Rugi amat dia mengakui kekalahannya tadi. Makanya jadi orang sabar dikit dong ah. Maen nyosor aja sih. Rasain lu. Meera menatapnya sambil mengisyaratkan "aku bilang juga apaaa", dan dia hanya bisa pasrah menerimanya.

Bagaimanapun juga, Jodha tak melewatkan kalimat "aku sudah tau kamu pasti agak kesulitan". Hmm, kurang ajar, berani sekali dia meremehkannya. Heheh.


*** Beberapa saat kemudian ***

Membicarakan tentang hobi, binatang piaraan, gadget, gosip selebriti, gosip kampus, daaannn macam-macam lagi, adaaa saja yang mereka obrolkan. Berbeda dengan hang out sebelumnya, kali ini Jodha lebih mudah membaur. Dia nampak bisa merasakan kehangatan pertemanan baru itu. Ikut tertawa terbahak-bahak pada lelucon-lelucon yang terlontar dari mulut siapa saja, ikut berkomentar panjang lebar, hmm, nampaknya dia cukup menikmati acara sore itu.

Maan : "Aku tak tahu mana film yang kusukai Payal. Tanya lah Salim. Dia mencatat seluruh film yang pernah ditontonnya di buku diary nya... hahaha"

Jalal : "Naaahh betul itu. Sang pecinta, Tuan Muda Salim kita ini saaangat mencintai film-film nya. Bukan begitu Abdul??"

Abdul : "Tepat sekali!! Dia bahkan ikut menangis ketika tokoh utama nya mati...haha"

Salim : "Heh monyet, tutup mulut kalian!!"

Maan : "Halaaahh, jangan bohoong Salim. Bukannya kamu nangis beneran waktu... apa Renu film apa waktu kita nonton itu??"

Renu : "Ranjhaana. Ketika si Kundan mati,,, Salim mewek,,, wahahahahh"

Salim melihat ke arah Jodha, Payal dan Meera, mencoba mempertahankan harga dirinya yang telah diinjak-injak dengan suksesnya oleh teman-temannya tercinta.

Salim : "(sambil menatap ketiga gadis penuh iba) Jangan percaya mereka... (lalu memindahkan pandangan ke arah teman-temannya) Hehh, waktu itu aku sedang pilek, bukannya mewek, monyet!!"

Lalu disambut dengan gelak tawa heboh mereka semua. Begitulah hang out sore itu. Tak jauh-jauh dari saling meledek satu sama lain. Pun tak terkecuali Jalal, ia juga mendapat kesempatan dibully oleh teman-temannya dengan hal-hal yang jika saja itu terjadi pada kesempatan yang berbeda mungkin akan membuatnya merasa dipermalukan. Tapi tidak sore itu. Ini adalah kali kedua, ia bisa melihat Jodha mengekspresikan perasaannya dengan senyum dan tawa yang jujur dan lepas. Tentu saja tak ada yang lebih indah dari pemandangan seperti itu, bagi Jalal.

Meera : "Salim, ngomong-ngomong siapa nama cewekmu??"

Salim : "Sana"

Abdul : "Dia sudah tak tahan untuk menikahinya, kalau bisa pasti besok dia bawa lari Sana ke KUA.. hahahh"

Salim : "Halaahh, bilang saja kalian itu iri, dengki, karena kalian nggak mampu cari pacar. Ngakuuu aja daahh"

Nah, sekarang topik pembicaraan mulai mengarah pada, cinta, jatuh cinta, pacar..., dan entah angin apa yang mendorongnya, Jodha kok ya bawaannya kepingiin saja ngelirik Jalal kalau udah sampai pada topik-topik seperti itu. Dan pada saat yang sama, Jalal juga melakukannya. Lalu ketika kedua mata beradu, sedetik kemudian bersama-sama membuang muka. Hmm, sama-sama mengerti apa yang ada di pikiran satu sama lain??? Entahlah..

Abdul : "Iriiiii??? Wahahahaa, sori yaa, kita bukan tipe manusia pengiri dan pendengki seperti itu. Kita adalah para pejantan yang bahagia meski tanpa wanita.. *preeett"

Ada yang keselek, ada yang ngikik, ada yang batuk, ada yang pura-pura bersin hahaha, seru sekali.

Salim : "Oiyaaa,,,?? kenapa nggak kamu kisahkan kisahmu pada kawan baru kita wahai pejantan bahagia??"

Meera : "kisah apakah itu..?"

Abdul : "Oh, bukan apa-apa Meera. Salim hanya sedang berusaha mengingatkan kami pada tragisnya perjalanan hidup kami. Tentu saja yang paling tragis, adalah dia!! (sambil menunjuk Renu).

Wahaha, yang ditunjuk melotot tapi pasrah juga. Menunggu takdir cerita tentang dirinya akan seperti apa jadinya ditangan kawannya yang satu itu.

Abdul : "Renu, cermin di kamarnya mungkin sudah ditempeli gambarnya Angelina Jolie, sehingga tiapkali bercermin, seperti itulah bayangan yang dilihatnya tentang dirinya. Saking cinta dan bangganya pada dirinya sendiri, tak ada satu laki-laki pun di dunia ini yang menurutnya pantas untuk jadi pacarnya. Semua laki-laki,,, monyeeeetttt wahahah, iya kan Re??"

Renu : "kampret lu ah!!" sambil menoyor kepala Abdul

Abdul : "Lalu Den Bagus Maan, sepanjang hidupnya dia hanya pernah jatuh cinta pada buku. Kurasa dia akan bisa bertahan hidup sampai akhir hayatnya cukup hanya dengan buku. Wanitaa?? Nooo way!!"

Jalal : "Aaahhh, tapi itu dulu Abdul, kurasa sebentar lagi akan ada sesuatu yang berubah...ehem ehem"

Maan diam saja. Yang lain diam memandang pada duo Payal dan Maan bergantian, menunggu salah satu membuka suara.

Maan : "Apaa?? Siapa??" ((Pura-pura bego))

Lalu melanjutkan pasrah..

Maan : "Hhahh, terserah kalianlah mau ngomong apa.." (sambil malu-malu buaya) "Tapi Abdul, kau sudah membicarakan tentang semua orang, kapan kau mulai membicarakan tentang dirimu sendiri?? Terlalu burukkah kisahmu hingga kau menghindari untuk membukanya disini??"

Abdul : "Ooohh, tentu tidak kawan!! Aku tentu saja akan menceritakan kisahku pada kawan-kawan baru kita ini. Kisah ini mungkin adalah kisah persahabatan paling tragis yang pernah kalian temukan di dunia ini. Well, sebenarnya aku sudah berkali-kali jatuh cinta. Aku mendekati gadis itu, berkenalan, mencoba menjalin hubungan yang lebih baik. Tapi ada satu hal yang selalu menggagalkanku. Hhmmm, punya anjing piaraan yang ganteng, pinter, dan dompetnya tebal itu bisa dibilang merupakan penghalang terbesar dalam karir cintaku. Setiapkali aku jatuh cinta pada seorang gadis, bisa-bisanya dia justru melirik anjing piaraanku dan akhirnya malah jatuh cinta padanya!! That's all!!"

Abdul bercerita sambil melihat ke arah Jalal, dan ceritanya tentu saja disambut oleh gelak tawa riuh teman-temannya. Wohooohh, sialan sekali Abdul. Mengapa dia mengatakannya sekarang, di hadapan gadis ini. Penjelasan itu menggambarkan betapa dirinya adalah seorang Don Juan yang dipuja begitu banyak wanita. Seandainya lelucon itu tidak dilontarkannya di hadapan gadis pujaannya, muka Jalal tentu tak akan memerah menahan malu seperti itu.

Jodha melirik Jalal. Bagus. Ini untuk kali pertama ia melihat wajahnya merah menahan malu.

"Ooohh, jadi semua gadis selalu jatuh cinta padamu huhh??", dalam hati ia bertanya, sambil menatap Jalal yang juga tampak sedang mencoba membaca pikirannya.

"Tapi gadis yang mana yang kau sukai, yang kau jatuh cinta padanya, Mister?? Dan kenapa??"

Oh seandainya saja...., seandainya saja ada yang mau bertanya tentang itu padanya, karena ia sendiri tak berani menanyakannya...

Di sisi lain, Jalal yang sedang memandangnya pun bertanya-tanya di dalam hati.

"Bagaimana denganmu My Dear Lady..., aku yakin banyak sudah laki-laki yang memintamu jadi pacarnya, atau bahkan melamarmu. Tapi laki-laki yang mana, yang berhasil menarik hatimu?? Apakah kau pernah jatuh cinta?? Ataukah semua itu terlalu remeh temeh buatmu??"

Oh seandainya saja...., seandainya saja ada yang mau bertanya tentang itu padanya, karena ia sendiri tak berani menanyakannya...



PART 14

5 Desember

***Lab Komputer***


"SPLATT"
Jalal yang sedang khusyu dengan komputernya, terkejut mendengar ada sesuatu dibanting di meja di dekatnya. Menoleh ke arah benda yang ternyata adalah sebuah file keeper dengan beberapa lembar kertas didalamnya. Ia bertanya pada si pelempar, "apa ini??"

Jodha sedang berdiri sambil melipat tangannya ke dada. Dengan tatapan menantang ia menjawab, "cek lah".

Jalal tersenyum lalu mengambil file itu. "Duduklah", katanya.

Jodha menarik kursi terdekat membawanya ke samping Jalal. Lalu duduk manis sambil memperhatikan setiap gerak-gerik dan ekspresi Jalal tanpa ada yang terlewatkan. Oya, dia harus melihatnya. Dia harus melihat wajah kagum itu. Hasil kerjanya pasti layak dikagumi!!

Jalal tau dia sedang diamati. Dan juga tau benar ekspresi apa yang diharapkan oleh pengamatnya. "WOW!!", masih sambil membaca, dia tampak mengagumi tulisan itu. "Sangat menarik...dan..!!"

"Uh huh...thanks..", kata Jodha seperti biasa, memotong kalimat Jalal. Entah kenapa gadis ini memang sukaaaa sekali dipuji. Dia terlihat selalu haus akan komplimen. Segera setelah berterimakasih, dia mengisahkan dengan semangat 45 tentang bagaimana ia mengerjakan proyek itu. Browsing, referencing..., betapa banyak waktu yang dihabiskannya betapa sulitnya menemukan referensi yang tepat, bahkan ia menyebutkan berbagai judul buku yang telah ia baca dan gunakan sebagai sumber.

Jalal dengan sabar dan diam mendengarkan semua ceritanya. Semua gerakannya tak terlewatkan oleh mata Jalal. Kukunya cantik dengan cat kuku yang terlihat masih baru. Kuku itu nampak indah bergerak kesana kemari mengikuti tangan yang sibuk melambai seiring ceritanya. Tak bosan-bosannya ia memandang ekspresi Jodha yang sedang bercerita tanpa henti dengan penuh rasa bangga. Sebenarnya juga dia sedang geli melihat tingkah Jodha yang persis seperti kanak-kanak yang sedang bercerita penuh semangat sambil membanggakan dirinya.

Sesaat setelah dia yakin gadis itu sudah selesai berbicara, dia melanjutkan apa yang tadinya akan dikatakannya. "Benar sekali bahwa tulisanmu ini sangat menarik..", ia berhenti sejenak, yakin gadis itu tak akan menyukai kalimat-kalimatnya selanjutnya. "Tapi, ..... dalam sekali lihat saja aku sudah bisa menemukan satu atau dua kesalahanmu, yang sebenarnya itu adalah rumus yang penting..."

Dueeengggg....wok wok wook wokkkk... bagaikan habis terbang ke angkasa langsung dibanting ke bumi, air mukanya langsung berubah.

"Apaa?? Masak?? Nggak mungkin ah..."

Tanpa mempedulikan kekecewaannya, Jalal meletakkan berkas itu di atas meja. Lalu mengajaknya meneliti beberapa halaman ke belakang, menunjukkan pada Jodha sebuah teorema dasar yang digunakan. Mengambil pensil, lalu menggarisbawahi beberapa rumus yang kompleks dan panjang di halaman berikutnya. "Yang itu?? kok bisa salah?", pikir Jodha setengah tak percaya. Dia sudah mencari ke berbagai sumber, sudah googling, dan lain sebagainya, bagaimana bisa salah!!

Tanpa menunggu pembelaan dari Jodha, Jalal mulai memberikan penjelasan mengapa dan bagaimana dia bisa berpendapat bahwa rumus itu salah. Ia mengambil selembar kertas kosong, menulis ulang rumus itu, menjabarkannya, dan menunjukkan pada Jodha dimana saja letak kesalahannya. Sepanjang penjelasan itu, Jodha hanya diam sambil memandangi sosok di depannya. Tentu saja dia mendengarkan penjelasan itu, sekaligus sambil mengagumi kecerdasannya, mengagumi caranya berargumen dan menjelaskan, serta memperhatikan wajah seriusnya.

"Ugh", Jodha mengumpat dirinya sendiri setelah sesi tutorial panjang itu. Meskipun jengkel, tapi bagaimana lagi, memang kenyataannya semua argumennya benar dan masuk akal. Lebih buruk lagi, tak terlihat seperti dia, Jalal sama sekali tak melakukan itu untuk menyombongkan diri atau untuk dipuji. Jalal benar, dia melakukan sedikit kesalahan fatal. Ooohhh, menyebalkan sekali!! Sama sekali tak menyangka seluruh perjuangan panjangnya akan berakhir dengan anti klimaks memalukan seperti itu.

"Hei,,,", Jalal bisa melihat dengan jelas wajah kecewanya. "Aku tadi bilang apa yang kamu kerjakan memang nggak sempurna. Tapi aku nggak bilang bahwa apa yang sudah kamu kerjakan tidak patut diapresiasi. Percaya padaku. Aku tak tau apakah ada orang lain yang bisa melakukan pekerjaan sebagus ini dalam waktu sesingkat ini..."

"Bahkan dirimu sendiri??", Jodha mengatakan apa yang ada di benaknya.

Jalal geleng-geleng kepala. Tak bisa lain kecuali heran dengan tingkahnya.

"Ya Tuhan,,,, apa kamu selalu begini?? Bersaing dalam segala hal?? Atauu...hanya kepadaku saja kau seperti ini??"

"Apa??!! Aku..., aku kayaknya memang selalu ingin bersaing dengan siapapun...", Jodha menjawab dengan terpaksa. Meskipun tampak lebih buruk, ia memilih jawabab itu. Karena pilihan jawaban yang satu lagi akan membuatnya harus menjelaskan sesuatu hal yang lebih memalukan!!!

"Heeeii, senyum doong, ini bukan...", Jalal berkata sambil memukul bahu Jodha. Seperti biasa dilakukannya dengan teman-temannya. Itu reflek. Keluar begitu saja tanpa maksud tertentu. Dia bahkan terkejut sudah melakukannya.

"Sorry,,,,", kata Jalal.

Jodha hanya diam sambil memandangnya aneh. Lalu membereskan kembali file keepernya dan memasukkan ke dalam tas. Jalal mengalihkan pandangan, kembali pada monitornya.

"Cuma pengen bilang satu hal. Mau kamu terima atau tidak, terserah. Tapi aku pikir, kamu adalah gadis paling pintar yang pernah kukenal."

Jodha terkejut dan menghentikan aktivitasnya. Tak percaya pada apa yang didengarnya.

"Sedang pura-pura baik...??"

Jalal menjawab tanpa menoleh. Tetap memusatkan matanya ke layar di hadapannya.

"Enggak. Aku bicara jujur", lalu menoleh ke arah Jodha. "Kalau aku mau pura-pura baik padamu, aku akan menerima pekerjaanmu dengan senang hati. Memujimu, dan tak memberitahumu letak kesalahanmu. Aku akan mengubah formula nya sendiri nanti. Kau pun tak akan menyadarinya. Kau pasti tak akan kecewa."

Speechless. Cowok itu tau betul bagaimana cara berargumen dengan cerdas dan tidak terbantahkan. Jodha benar-benar merasa seperti naik roller coaster. Sejenak diterbangkan tinggi ke angkasa, sejenak kemudian dihempas ke bumi, sekian waktu kemudian dilayangkan lagi ke udara. Tak pernah ditemuinya cowok yang sepandai itu mengaduk aduk perasaannya.

"Thanks", jawabnya kemudian.

"Kembali", sambil berkedip membalas ucapan terimakasih itu. Lalu kembali ke layar monitornya.

Jodha masih belum beranjak dari duduknya. Membiarkan dirinya sejenak asyik memandangi wajah tampan itu dari sisi samping. Sampai tiba-tiba ia melihatnya tertawa cekikikan.

"Apa yang kau tertawakan??"

"Hm??? Ini aku lagi ngecek emailku. Baca lelucon dari temanku"

"Oh.."

Dua puluh detik kemudian ternyata gadis itu berkata lagi.

"Apa sih? Aku mau lihat juga dong..."

Wah Jalal kaget. Tak menyangka dia akan tertarik pada urusan pribadinya. Dan leluconnya. Ia menatap Jodha heran, tak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. Gadis ini benar-benar penuh kejutan ya.

"Kenapa?? Apa yang lucu?? Aku nggak boleh lihat??", desak Jodha

"Bukan begitu, mungkin humor ini bukan seleramu...", Jalal memandangnya, memastikan apakah ada maksud lain dari tingkahnya yang aneh ini. Tapi ia tak menemukan apa2. Jadi dia benar-benar ingin bergabung dengan leluconnya. Okaylah kalau begitu.

"Baiklah, tapi jangan bilang aku tak memperingatkanmu ya.."

Jalal memutar sedikit arah monitor, memperbesar layar, lalu mundur supaya Jodha bisa melihatnya. Jodha mendekat dan melongok ke depan untuk melihat lebih jelas.


****
Seorang laki-laki sedang berada di sebuah bar, ketika ia melihat seorang wanita.

"Hai, siapa namamu"

"Hai juga", si wanita balas menyapa sambil tersenyum ramah. "Namaku Sri. Siapa namamu??"

"Panggil aku Jat"

"Oke. Jat, maukah kau ikut ke rumahku malam ini??" ((nyosorrr yeee))

"Tentu. Ayo kita ke rumahmu" ((diiihh ngebet juga yeee))

Sesampainya di rumah Sri, dia langsung membawa Jat ke kamar. ((Mo ngapain coba??)).

Di kamar itu Jat melihat sebuah foto laki-laki di atas meja. Ia ingin tau siapakah laki-laki itu.

"Sri ini foto siapa?? Adikmu??"

"Bukan"

"Jangan-jangan ini suamimu??"

"Bukan Jat..."

"Lalu siapa??"

"Emmm, itu fotoku sebelum aku operasi plastik..."

*Lalu Jat semaput

((Wahahaaaaahhhaaa.....))

*****


Jalal memperhatikan ekspresi Jodha. Penasaran ingin tau bagaimana reaksinya. Jodha tertawa sambil geleng-geleng kepala.

"Kalian gila.."

"Untungnya,,,, itu termasuk yang agak sopan...btw, aku nggak nyangka kamu bisa ikut tertawa dengan lelucon seperti itu. Kukira itu bukan termasuk tipemu"

"Hei, hanya karena aku termasuk golongan konservatif, bukan berarti aku begitu membosankan dan tak bisa menikmati lelucon...."

Pandangan Jodha terhenti pada ikon anjing di foto profil emailnya.

Jo : "Itu anjingmu??"

Jalal memperhatikan apa yang dimaksudnya.

Ja : "Oh ya, itu Robbie. German Shepperd ku. Dia kawan terbaikku."

Jalal mengatakannya dengan tekanan yang lain dari biasanya. Menunjukkan betapa dalamnya hubungannya dengan anjing peliharaannya itu. Jodha terkesan. Dia tak menduga sosok senior yang selama ini selalu dilabelinya sedemikian buruk ternyata bisa berbagi perasaan seperti itu dengan seekor anjing.

"Siapa lagi yang ada di rumahmu selain dia?? Maksudku saudaramu gitu..."

Jalal makin heran, bingung, tidak menduga gadis itu akan bertanya sedalam ini tentang kehidupan pribadinya. "Yaa, ada ammi,,, maksudku,,, ibuku. Ayahku sudah tak ada. Jadi kami hanya bertiga saja"

"Oh ya aku sudah mendengarnya..."

"Aku punya fotoku dengan ibuku. Di hp ku. Mau lihat??"

"Boleh..."

Jalal mengambil iphone nya dan mulai membuka galeri. Bila tadi ia heran dengan tingkah gadis itu, sekarang dia heran dengan dirinya sendiri. Tak biasanya dia membicarakan kehidupan pribadinya dengan orang lain, terutama yang belum lama dikenalnya. Tapi tetap saja dia melanjutkannya, mengangsurkan handphone nya dan menunjukkannya pada gadis itu.

"Waahhh, ibumu cantik sekali..." kata Jodha sambil mengamati wajah di layar, di tangannya.

"Dan kau juga tak kalah cantik darinya...", kata Jalal, tapi hanya dalam hati, hahahahh,,,baru segitu doang keberaniannya.

"Oiya Jalal, aku belum memberitahumu sebelum ini. Tapi salah satu sebab mengapa aku tertarik pada tema penelitian ini adalah karena basis studinya adalah yayasan sosial. Studi kasusnya yayasan sosial milik keluargamu bukan??"

"Ya. Rumah Jompo. Kami menyebutnya Rumah Amal."

"Mungkinkah aku bisa mengunjunginya??"

"Oiya tentu saja. Aku malah sudah berfikir bahwa kita berempat memang harus mengunjunginya. Bagaimana kalau weekend ini??"

"Okay. Aku akan minta izin dulu pada ayah dan ibuku. Tapi kupikir mereka tak akan keberatan."

Lalu mereka saling bertukar senyum puas.


*** Rumah Amal ***

Bangunannya tinggi besar, halamannya luas, tidak indah namun cukup bersih dan rapi. Sebuah bangunan bergaya tradisional dengan pekarangan dan halaman yang cukup rindang dinaungi pepohonan tinggi. Cukup nyaman dan besar untuk ditinggali 20-30an orang didalamnya.

Namun tak dapat dipungkiri bangunan tersebut tampak perlu renovasi. Cat dindingnya sudah kusam dan banyak yang mengelupas. Di beberapa bagian dindingnya sudah retak-retak dan semennya terkelupas sehingga nampak susunan batanya. Lantainya pun lantai semen yang saking tuanya warnanya sampai jadi mengkilap bagaikan marmer. Tapi diluar itu semua, bangunan ini masih sangat layak ditinggali.

Bagi Jodha dan Meera, kunjungan ke tempat ini memberikan pengalaman baru bagi mereka. Mendengarkan berbagai kisah hidup penghuninya yang ada hanya rasa iba, miris dan bersyukur setidaknya mereka kini sudah tinggal di tempat yang lebih layak dan memperoleh jaminan hidup layak diluar kemampuan mereka. Ada seorang nenek yang terusir dari keluarganya, seorang wanita cantik yang juga dibuang oleh keluarganya karena sakit yang dideritanya membutuhkan biaya yang mahal, ada juga seorang mantan pemain cricket yang cacat dan terbuang dari lingkungannya. Betapa menyedihkannya melalui sisa umur dengan sendirian, terbuang dan tanpa sanak kerabat.

Hal yang paling mengharukan adalah melihat wajah-wajah bahagia para penghuni Rumah Amal itu menyambut kedatangan mereka berempat, khususnya Jalal. Mereka benar-benar bahagia, seperti seorang nenek yang sudah lama merindukan kedatangan cucu-cucunya.

Sungguh diluar dugaan Jodha, bahwa laki-laki yang pernah dicapnya nakal, manja,,,, laki-laki yang dijulukinya Ipad Man karena menggelandangnya ke Kantor AD dan beradu mulut dengannya disana,,, laki-laki yang telah dengan brutalnya ia tuduh sebagai stalker dan pengganggu perempuan,,,, adalah laki-laki yang sama yang kini ada di hadapannya. Bercakap-cakap dengan sopan dan ramahnya dengan seluruh penghuni, menghafal semua nama dan bahkan masalah-masalah rutin mereka. Laki-laki yang sama yang setiap bulan mengunjungi Rumah Amal ini untuk mengurus dan memastikan segala sesuatunya cukup untuk para penghuninya.

Tak kurang dibuat kagum adalah bagaimana Jalal menghandle segala urusan administratif di yayasan itu. Bagaimana ia berbicara pada para pengurus yang usianya lebih tua darinya, meneliti semua laporan bulanan, memberi perintah dengan sopan tanpa menggurui, memberi masukan, dan lain sebagainya. Tanpa bisa dikendalikannya, Jodha tak henti-hentinya mengagumi dan semakin mengagumi kepribadiannya. Mengutuk dirinya sendiri yang sudah begitu bodoh menilainya beberapa waktu yang lalu. Sekaligus mengutuk dia juga mengapa selalu saja mengerjainya. Wait,,, mengerjainya??? Apakah seperti itu?? Atau dia saja yang sebenarnya selalu dan selalu berprasangka buruk dan melihat dari sudut pandang yang salah??

Setelah hampir 4jam berada di Rumah Amal itu, mereka mencapai titik lelah baik secara emosional maupun fisik. Jalal menyadari hal itu.

"Capek?? Pulang?? Mau makan empek-empek dulu sama ngeteh??"

"Noooo way Jalal. Aku nggak bisa lagi makan empek-empek. Tempo hari di kantin dan aku sakit perut semalaman. By the way, aku bawa makanan dari rumah. Home made macaroni scotel panggang. Makan ini aja gimana??", tanya Jodha sambil mengeluarkan sebuah box besar dari tasnya. Semua setuju.

Jalal mengajak mereka ke halaman belakang yang sepi, setelah terlebih dahulu mengambil tikar di gudang dan meminta salah satu pegawai untuk membawakan mereka teh hangat. Duduk santai berempat mereka menikmati sore yang tenang melepas lelah. Jodha membuka box dan memotong isinya kecil-kecil supaya mudah diambil. Tanpa perlu dipersilahkan mereka mulai melahapnya dan terus melahapnya sampai tak tersisa seujung jaripun di box besar itu.

"Jodha, maccaroni schotel ini luar biasa enaknya... sumpah... ", kata Abdul sambil masih sibuk menjilati sisa-sisa yang menempel di jarinya.

"Iya Jodha. Bilang sama ibumu, kita sangat berterimakasih. Schotel ini benar-benar enak...", kata Jalal.

"Hmmm, aku pasti menyampaikan itu pada beliau seandainya saja ibu yang membuat ini. Tapi sayangnya, ini buatanku sendiri..."

Ia mengatakannya dengan wajah berbinar-binar bangga. Seperti biasa. Ekspresi yang sama setiapkali ia dipuji. Lucu sekali.

"Woww Jodha, kamu kayaknya punya bakat buka warung..." wahahahh, sialan Abdul!!!

Jodha tersenyum dan apalagi kalau bukan lalu menatap ke arahnya. Entah kenapa ia selalu dan selalu saja menantikan pujian darinya. Jalal tak mungkin melewatkan ekspresi ini. Ekspresi saat ia menunggu apa yang akan dikatakan Jalal. Gemesss asli, seandainya itu pacarnya mungkin sudah diuwel-uwelnya pipi gadis itu. Wkwkwk

"Kamu adik kelasku Jodha, tapi aku akan katakan hal yang sangat memalukan ini..., aku rela mengerjakan semua proyek dan ujianmu, demi sesuatu selezat ini tiap hari..."

Wahahahhh, awas mbak jangan tinggi-tinggi terbangnya nanti jidatmu kesenggol pesawat... wkwkwk.

"Benarkah??", Jodha bertanya sambil memandang Jalal, bahagia. Yang dipandang hanya tersenyum sambil mengedipkan mata.

"Baiklah kalau begitu...", sambung Jodha. Mereka diam saling memandang, penuh makna...tapi sayang hanya mereka yang tau apa yang mereka percakapkan dibalik pandangan itu. ((Wahahhh sialan saya mesam mesem sendiri kayak orang gemblung))

Abdul dan Meera, melihat tingkah mereka berdua hanya bisa saling memandang juga, dengan pesan yang sama "lihatlah mereka berdua...". Lalu tersenyum. Keduanya sama-sama menyadari ada sesuatu yang sedang berubah di antara mereka. Sesuatu yang beberapa minggu yang lalu adalah hal yang mustahil terjadi antara keduanya.

"Sudah hampir maghrib, kita pulang??", tanya Jalal menyadarkan teman-temannya.

Mereka setuju lalu beranjak membereskan barang-barang mereka.

Meera melirik jam tangannya. Hampir jam 6 dan Jodha masih santai menikmati kebersamaan mereka. Sama sekali tak terlihat seperti sahabatnya yang selalu terburu-buru saat jam menunjukkan pukul 5 dan mereka belum pulang.

"Kau menikmati proyek ini kan Jo... kau bahkan menikmatinya lebih dari yang kausadari....", kata Meera dalam hati

***next part = Jalal main sepakbola...hedeehhh,,, part paling susah ya.....
Comments
18 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

18 komentar:

  1. Oke, fix. Ternyata saia jg baca semua part sambil mesam mesem kek orang gemblung ^o^

    BalasHapus
  2. cepet jadian dong wkwkwk renu sama abdul aja udah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbaaaa.... di bagian mana sih ada renu jadian sama abdul??? Aku bingung asli...

      Hapus
  3. heehee...jadi ikut an mesam mesem keq wong gemblung :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hwahaaa jangan sampe keliatan orang buu...

      Hapus
  4. Wah...puas baNgett Nee....LaNjuut doNg...

    BalasHapus
  5. Gak sia 2 nunggu lamo klo jdiny segemblung ini... so di tunggu kegemblyngan2 selanjutnya... klo bisa part nya lapisan ya.. sukriya.

    BalasHapus
  6. sebel,ngakak,senyum2 geje, baca part ini uda kayak mkn prmn nano2 "manis asam asin rame rasanya"
    #iklan mo lewat

    BalasHapus
  7. Pengen liat jadianya segera....kpn ya . masih lama gc ya min?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haduuuhh jadiannya masih part 27.... oh mymy... *tepokjidat

      Hapus
  8. dua orang "gila" ketika bertemu selalu saja tenggelam dalam dunia mereka berdua. hedehhhhh makin edannn aja nih FF... bagian yang kusuka pas Jodha udah full power ngejelasin ngalor ngidul ehhh ternyata oh ternyata SALAH semua.. Jalalpun dapat BONUS menikmati semua polah tingkah lucu Jodha.. puas dehhh puas puasin gihhhhhh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah dew... entah kenapa di sesi awal2 ini dibikin jodha begitu childish dan jalal begitu perfect nya. Nonton serialnya aja gak pernah bikin pengen jadi jodha. Ehh baca ini bawaannya jadi pengen jadi pacarny jalal mulu hahahahahhh gemblung

      Hapus
  9. Kenapa sie postingnya seminggu s'x. Aku selalu kangen bacanya gak bosen" kdng aku baca versy inggrisnya tp gak terlalu faham. Makanya aku selalu nungguim versi indonya dgn kata yg lucu dan menarik ala ala anak muda gitu. Berasa ky abis lulus sma bacanua (emang agak lebay sie) tp beneran ini ff terbaik yg pernah aku baca. Banyak menguras emosi pokoknya T O P deh. Bukan berarti yg lain nggak ya semua bagus kok bisa menghibur hati setiap membCanya dan bikin penasaran trus kecanduan deeet. Tq nia n admin yg lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar dikangenin mbak...haha,,,, kalo tiap hari tar cepet kelar doong...hehe

      Hapus
  10. Mbk nia...lanjutan nya kok blm di post ..

    Hari ini post ya mbk....lagi gegana ni tgl 30 ..buat menghibur mbk.
    Kan kalau bc tulisan mbk nia jg mendadak gemblung hhhhh
    Suka bngtttttttttt

    BalasHapus