Minggu, 08 Februari 2015

31 Desember

*** Di Dalam Gudang ***

"Jodha... kamu benar-benar... ", Jalal baru saja akan menyanjungnya ketika kalimatnya dipotong dengan manisnya.

"Aku tahu...", sahutnya sambil tersenyum usil penuh percaya diri.

Melihat ekspresi kekanak-kanakannya Jalal tertawa geli. Keceriaan sudah kembali terdengar di suaranya. Dan Jodha tahu bahwa misinya sudah tercapai.

Tawa mereka terhenti ketika tiba-tiba suara "krucuk krucuk..." itu datang mengganggu. Di tengah malam dan di tempat yang sunyi seperti itu, bahkan suara jarum jatuh pun rasanya akan bisa terdengar. Jodha tahu darimana suara itu berasal.

"Lapar..???", tanyanya.

"Hihi,, agaak... sihh..", Jalal menjawab setengah malu. Sebenarnya dia bohong kalau bilang agak lapar. Karena sejatinya dia benar-benar KELAPARAN. Dia hanya makan makanan kecil sejak dari rumah karena berfikir nanti mereka akan menikmati Biryani yang lezat untuk merayakan tahun baru. Malang sekali bukan biryani yang diperolehnya tapi justru situasi beruntun yang membuatnya harus menguras segenap tenaga.

Jodha buru-buru membuka tas nya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.

"Nih, makanlah.."

"Huh..??"

"Yah,, coklat. Lumayan lah, untuk mengganjal perut hingga kita bisa keluar dari sini"

"Kamu??"

"Sudah nih, aku sudah ambil.."

"Kecil sekali... ini ambil lagi..."

"Jalal, sudah,,,, ini sudah cukup buat aku. Kau perlu lebih banyak tenaga daripada aku. Sudah kamu makan saja yang itu.. !", katanya memaksa.

Dengan bersandar pada tembok yang dingin, keduanya mulai menikmati makan malam mereka yang sangat spesial. Haha. Sambil sibuk mengunyah, Jodha mengambil telpon genggamnya. Mencoba melakukan panggilan.

"Hmmm,,, coca cola ku yang belum sempat kuminum... ", gumamnya sambil terus berusaha menelpon

"Dan beer ku juga... ", gumamnya menimpali. Huhh,, kenapa dia mengingat-ingat hal itu lagi!!

"Hmmm, nampaknya mereka benar-benar bersenang-senang. Tak satu pun yang mengangkat teleponku", katanya setelah dia berusaha beberapa kali menelpon tapi tak berhasil.

"Yup", Jalal mengiyakan

"Huhh, aku jungkir balik buat dapatkan ijin dari orang tua dan kakak-kakakku... memecah celengan ayamku buat beli tiket masuk... hanya untuk sebuah pesta yang berubah menjadi sebuah baku...."

"Harusnya tadi kau masuk lagi sama mereka!!", potong Jalal agak jengkel.

"Nahi...", ia menggelengkan kepala dengan yakin menyadari kawannya mulai merasa tak nyaman dengan penyesalannya. "Saripudin sudah bersikap kurang ajar... lalu kalian terlibat baku hantam... tapi, aku penyebabnya. Jika aku tetap disana, semua orang akan memandangku dengan aneh sepanjang malam seperti aku ini barang antik yang dipajang di museum"

Jalal melayangkan pandangan iba padanya. Bisa mengerti. Setelah semua yang terjadi, dia memang punya semua alasan untuk kesal.

"Maafkan aku atas semua yang sudah terjadi... Tapi tentang uang, aku berjanji padamu manajemen klub akan membayar semua kerugian kita"

"Yess. Lakukanlah Jalal! Buat mereka membayar semua kerugian kita!!", ia mengatakannya dengan penuh semangat dan optimisme.

"Ngomong2, setelah semua yang terjadi... satu-satunya hal yang kuinginkan adalah pulang ke rumah... alih-alih terdampar di ruangan mengenaskan seperti ini...", tambah Jodha.

"Iya, tapi ini masih lebih baik. Mengingat yang lebih buruk daripada ini bisa saja terjadi Jodha..."

"Yaaa, dan kau harus berterimakasih padaku sudah memaksamu kabur dari sana selagi ada kesempatan. Lagian untuk apa kau coba melawan mereka. Tempat itu sepi sekali. Tak ada orang yang akan menolongmu kalau sampai terjadi sesuatu..."

"OK.. baba... trimakasih buatmu, gara-gara kamu kita selamat", Jalal mengalah sambil tersenyum manis.

"Tapi coba lihat dari sudut pandang ini. Kalau kamu pulang terlalu cepat, kamu harus menyiapkan sederet alasan untuk ayah ibumu. Dan sekarang, itu tidak akan perlu", sambungnya menutup pembicaraan. Jalal menunggu bayangan wajahnya terlihat meliriknya. Dan yeah dia memang melakukannya!

"Hmmm.. Benar. Kau benar tentang itu", jawabnya sambil mengangguk.

Jalal melirik jam di layar handphone Jodha yang sedang menyala. "Sebentar lagi, dan kita akan bisa keluar dari sini dengan aman", pikirnya. Kini ia sama sekali tak ingin mengambil resiko, terutama dengan keberadaan gadis bersamanya.

Jalal sedang asyik mengamati garis wajahnya yang menawan, ketika tiba-tiba suatu ide cemerlang terlintas di otaknya. "Hei... aku punya ide. Meskipun kita tak bisa merayakan tahun baru disana... tapi, kita masih tetap bisa merayakannya disini"

Jodha masih mengamatinya sambil mengira-ngira apa yang sedang dibicarakannya, ketika Jalal mulai membuat suatu pengumuman layaknya ia adalah presenter sebuah pesta tahun baru. Dengan ekspresi yang dibuat-buat dan dengan setengah berbisik.

"Ladies and gentleman... Selamat Datang di Pesta Tahun Baru 2014 kita yang meriah di persembunyian ini. Dan tema kita kali ini adalah... serrraaammm!!", dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang gelap itu.

"Pencahayaan sudah diuji coba dan bekerja dengan baik... ", dia menunjuk pada bohlam lampu rusak yang tergantung di plafon.

"Makan malam sudah selesai dihidangkan... ", sambil menunjuk ke bungkus coklat yang sudah habis

"Dan... bersama dua orang yang sangat mengagumkan. Adakah suasana yang lebih baik daripada ini.... ??", lanjutnya

"Kya??", Jodha merespon geli. Semua yang dikatakannya dan ekspresinya benar-benar lucu dan menggemaskan. Hehehh

Menyadari senyum gelinya, Jalal melanjutkan dramanya "Dan.. satu-satunya acara dalam pesta ini adalah... Music dan Tari... "

"Kyaa??", kata-katanya terlontar tiba-tiba menyadari apa yang dimaksud Jalal.

"Nona Jodha akan menyanyikan sebuah lagu yang indah untuk kita semua... ", lanjutnya. Ia berhenti sejenak, terlebih dahulu menoleh padanya sambil meneruskan kalimatnya. "dan... kami berdua akan menari sambil mendengarkannya bernyanyi..."

"No way... kau pasti bercanda...!", Jodha menggelengkan kepala.

"Kenapa aku harus bercanda??"

"Aku nggak mau...!!!", dia tetap menggelengkan kepala.

"Ohh.. aku tahu kenapa kamu nggak mau...", Jalal mengatakan dengan santai sebelum melanjutkan dramanya yang menarik.

"Tapi,,,, Jo... Aku memang tak bisa menyediakan sebuah panggung, dengan sejumlah besar penonton, dan SEBUAH MIC YANG TAK BERFUNGSI disini... karena kamu hanya harus melakukannya untuk seorang penonton saja, dan tanpa mic!! Jadi tak akan ada yang menyabotase mic mu sekarang!", suaranya terdengar jahil ketika menyinggung insiden auditorium itu. Jodha benar-benar tak bisa menahan tawa lagi. Dia pun mengingat insiden pertama mereka yang kini tampaknya sedang menjadi kenangan lucu bagi mereka.

Antara jengkel dan geli dengan kelakuannya, Jodha memutuskan untuk memenuhi setengah dari permintaannya. "Okay okay... aku mau menyanyi. Tapi aku tak mau menari. Aku sudah letih sekali Jalal..."

Nah! Dan dia belum menyerah. "Tak ada kompetisi disini Jodha... bahkan jika ini adalah kompetisi antara kita, kamu tak perlu khawatir" Jalal melirik usil. "Maksudku, hmmm, memang aku ini orang yang punya banyak bakat dan keahlian. ((*hueeehhhh!!!)) Tapi,,, menari, sama sekali bukan salah satu diantaranya!!"

Ya Tuhan, orang ini benar-benar tahu cara memaksakan keinginannya. Jodha sebel-sebel gemes. "Tapi Jalal.. aku bahkan tak akan menari kalaupun kita masih ada di dalam pesta tadi!", Jodha masih mengelak jengkel.

"Bohong!!", sahut Jalal

Jodha terbelalak kaget, "Kenapa memangnya?? Apa yang membuatmu berpikir aku pasti menari??"

"Ummm,,, begini.. Seorang Madhuri Dixit, yang senang menyalakan musik di kamarnya lalu menari seharian selama weekend,,,, tidak menari di pesta taun baru??? Bohong betuuulll!!"

"Oh, jadi dia masih ingat..", pikirnya. Jodha tersipu. Untung saja lampunya nyaris gelap hingga wajahnya yang merona tak mungkin terlihat.

Melihat lawannya masih tak bereaksi apapun, Jalal memutuskan untuk memulainya. Dengan hati-hati agar jangan sampai sikunya menyerempet dinding lagi, ia berdiri dan mengulurkan tangannya sambil berkata, "Ayolah, jangan kau buat penonton menunggu..". Melihat sorot mata terpaku yang masih menatapnya dalam keremang-remangan, ia mengajaknya lagi, "Kalau sampai orang-orang jahat itu menemukan kita, acara kita akan terhenti di tengah jalan Jodha. Jangan buang-buang waktu!"

"Kau benar-benar keras kepala...!"

"Aku tahu!", Jalal mengedip usil.

***********************************************************************************

Kau begitu sempurna... Di mataku kau begitu indah
Kau membuat diriku akan slalu memujamu

Jodha memulai lagunya, sambil menjaga suaranya tetap pelan. Bagaimanapun juga ada sedikiit grogi dirasakannya. Meskipun dia sudah menyanyikan lagu ini berkali kali, tapi kali ini dia merasa ada yang berbeda. Mungkin karena satu-satunya penontonnya mengawasinya dari jarak yang sangat dekat. Atau... mungkin karena penonton itu adalah Jalal!! Jodha melayangkan pandangan sejenak ke arahnya. Aiiiihh, apakah dia harus terus mengamati setiap gerakannya seperti itu dari jarak yang kurang dari selangkah kaki!! Gugup!! Jodha mengarahkan pandangannya ke tembok gelap, tapi itu tak menolong. Sial!! Kini suaranya mulai terdengar bergetar lebih banyak daripada biasanya.

Di setiap langkahku
Ku kan slalu memikirkan dirimu
Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu

Jodha jadi gugup ketika ia tiba-tiba melihat Jalal mulai bergerak. Jodha melihatnya lagi. Pelan-pelan Jalal sedang bergerak mendekatinya, dan terus mendekat. Apa yang sedang dilakukannya??!! Jodha merasa kini kaki mereka bahkan sudah bisa saling bersentuhan. Apa dia sedang mengajaknya berdansa?? A slow dance?? Ya Tuhan...!! Sambil melawan macam-macam pikiran yang berkelebatan di kepalanya, ia mulai bimbang meneruskan lagunya.

Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa

Oh Tuhan... dia benar-benar sangat cantik dan suaranya sangat indah. Bening persis Gita Guttawa. Bahkan tanpa musik pengiring apapun suaranya benar-benar terdengar sangat merdu. Betapapun juga masih ada yang membuat Jalal makin terpukau. Raut wajah dan ekspresi groginya yang begitu lugu. Sorot matanya tak pernah bisa berbohong padanya, dan tidak juga kali ini. Kedua mata itu mengatakan semua apa yang sedang ada dalam benaknya. Sorot mata itu memperlihatkan padanya betapa gadis itu sedang resah dan gelisah. Dan dia paham mengapa kegelisahan itu datang. Ohh, bagaimana bisa Jalal tak menyukai itu..

Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku ....

Jalal mulai meraih tangannya, menyilangkan jemarinya dengan jemari Jodha. Terus memandangnya dengan tatapan mata syahdu seolah menembus ke dalam mata hati Jodha. Lalu mengambil tangan Jodha yang lain dan meletakkannya di atas bahunya. Oh ya, bahkan dengan sinar yang sangat temaram Jalal bisa merasakan tenggorokan Jodha makin tercekat. Dia bisa merasakan kegugupan yang sangat dari nafasnya yang memburu cepat. Tapi Jalal tak menghentikannya. Justru semua itu membuatnya semakin tergila-gila. Jalal mengikuti instingnya. Ia meletakkan tangannya di pinggang Jodha seperti biasa orang yang hendak berdansa. *padahal modus beuuhhh sialan!! Gadis ini benar-benar memiliki pinggang yang indah dibalut kurtanya yang pas badan.

Kau ada... lah.. hi ... dup.. ku...kau...

Sensasi yang tak terduga dari tangan semprul yang sekarang mendarat di pinggangnya, benar-benar menghancurkan ketenangannya. Byyaarrr konsentrasinya bubaar jalan hingga ia lupa sama sekali lirik lagunya. Sangat tidak masuk akal karena lagu itu sudah hampir selesai dan sudah dinyanyikannya ribuan kali. Bagaimana bisa dia melupakan bait-bait terakhirnya. Bukankah seharusnya itu hanya sebuah dansa biasa,,,, bukankah seharusnya semua orang bisa melakukannya dengan santai. Tapi baginya, itu bukanlah sesuatu yang biasa. Itu adalah sentuhan fisiknya pertama kali dengan seorang laki-laki asing yang belum dikenalnya.

"J,,Jalal...", dengan tergagap dia mengatakannya. "Aku lupa liriknya..."

"Aku tau", jawabnya. Hmm, dia nampaknya menyadari hal itu tapi pun itu tak menghentikannya untuk tetap melangkahkan kakinya dalam keheningan - yang tentu saja diikuti oleh Jodha.

"T...tapi.. J.... Jalal..."

"Jodha taukah kamu...", ia berbisik, tak peduli dengan kegugupan Jodha yang semakin menjadi.

"Aku mau mengatakan sesuatu padamu sebenar-benarnya dari hatiku... ", Jalal merengkuhnya kian dekat, "Siapapun yang mengirim sms itu, benar tentang satu hal... kau benar-benar memiliki kecantikan klasik yang sangat menggairahkan!"

Hahh berani sekali dia mengatakan hal seperti itu!! Jalal tahu ia mengambil resiko dengan mengucapkan pujian itu, tapi tetap saja dia mengatakannya!!

"Huh?", Jodha tersentak, jantungnya berdegup lebih kencang. Dia tak tahu harus menjawab apa. Jika saja seorang laki-laki lain berani mengatakan hal seperti itu padanya, dia pasti akan melotot dan menamparnya sekuat tenaga. Tapi kali ini, ia hanya menatap Jalal dengan pandangan kabur. Apa yang dia bisa pahami adalah, ketika ia mendengar pujian itu terucap darinya, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Bahwa,,, ia menjadi merasa spesial dan disanjung sisi kewanitaannya. Jodha tiba-tiba teringat dengan ucapan Meera di dapurnya beberapa hari yang lalu. "Jalal... bisa terlihat dengan jelas, dari caranya menatapmu!"

Sambil mengamati dengan hati-hati respon Jodha terhadap setiap langkahnya yang kian berani, Jalal yang sedang tenggelam dalam pesonanya, menariknya kian dekat. Kini wajah mereka nyaris tak berjarak. Jodha bahkan bisa mencium aroma parfum mahal dari lehernya. Bahkan bisa merasakan otot-otot dadanya dari balik bajunya. Dia benar-benar tersihir oleh semua yang dilakukan Jalal, bahkan  mulai merasa "nyaman". Dia sama sekali tak menyangka akan begini jadinya. Dia sama sekali tak pernah membayangkan mereka akan melalukan hal seperti ini ketika melangkahkan kaki memasuki ruangan gelap ini hampir sejam yang lalu.

Kini jantungnya berdebar kian kencang. Dia benar-benar tak tahu bagaimana harus bereaksi. Jadi dia memejamkan mata saja karena tak tau harus berbuat apalagi. Dia benar-benar membeku, tak tahu mengapa. Seharusnya dia bisa saja melangkahkan kaki mundur, atau mendorong Jalal menjauh darinya, tapi itu semua tak dilakukannya. Dan dia tak tahu mengapa. *haiiyaahh

Rupanya Jalal tak berhenti sampai disitu... dia terus saja mendekat hingga Jodha bisa merasakan nafas Jalal di wajahnya... ((Ya Allah... moga2 Jalal gak lupa kumur pake lystherine tadi yakk wkwkwk))



Ketika tiba-tiba...

"Pllkk, plkkk, plkk" terdengar suara langkah kaki dari luar ruangan itu.

Insting melindunginya bekerja dengan cepat. Jalal meletakkan telapak tangannya di mulut Jodha menjaga supaya tidak ada reflek terkejut yang keluar dari mulutnya, sambil melayangkan pandangan ke arah pintu.

Semenit kemudian, setelah mendengar percakapan-percakapan yang diucapkan oleh para pendatang itu, mereka baru menyadari itu adalah suara sebuah keluarga yang sedang menuju apartemennya. Jalal kembali memandang gadis di hadapannya. Menatap lembut berharap bisa mengulang kembali detik-detik menegangkan mereka yang baru saja terganggu. ((Aiiihhh,, kasiaaan ga enak buanget yak kentang itu!!! wahahahh))

"Kita harus pergi sekarang, Jalal", Jodha cepat-cepat mengatakannya sebelum kejadian itu terulang lagi. "Sekarang seharusnya sudah aman"

Betapapun juga, akhirnya Jodha merasa akhirnya ia berhasil menemukan kalimat yang tepat untuk dikatakan. Meskipun otaknya masih dalam kondisi shock dengan semua yang baru saja terjadi antara mereka. Ahhh,, semua yang terjadi bak roller coaster buatnya. Selagi dia terbang tinggi ke angkasa, tiba-tiba terhempas jatuh ke bumi gara-gara suara gedebuk langkah kaki itu.

"Baiklah", Jalal mengangguk mengerti. Mereka sudah lama berada disitu.

"Tapi aku akan pergi dulu mengambil mobil dan membawanya kemari. Jaga-jaga kalau para penjahat itu masih berniat menunggu kita di luar sana", lanjutnya.

Tepat saat dia menyentuh gagang pintu, ia berbalik sebentar untuk mengucapkan sesuatu, "Jodha, jangan keluar sampai kau mendengar alarm mobilku berbunyi tiga kali! OK??"

"T..t..api Jalal...", Jodha bingung. Dia tak menyangka harus menunggu di gudang gelap itu sendirian. Saking takutnya sampai dia tak sadar sudah memegang dan menahan tangan Jalal supaya tidak meninggalkannya. "J...Jalal...bagaimana kalau..bagaimana kalau kau tak kembali..."

Mengerti kekhawatirannya, Jalal memegang bahunya untuk menenangkannya. "Aku pasti kembali untukmu Jodha. Percayalah padaku..". Lalu tersenyum padanya dengan penuh makna. Tapi Jodha sama sekali tidak sempat menangkapnya, karena tiba-tiba saja yang dirasakannya adalah kegelapan dan kesunyian yang menakutkan sesaat setelah pintu kembali ditutup.


**** Rumah Jalal ****

"Ayolaah makan lagi...,, kamu makan sedikit sekali nak. Masih memikirkan kejadian itu, Jodha?? Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja sekarang..."

Jodha mendongak melihat ke arah wanita paruh baya nan ramah dan anggung yang sedang berbicara padanya. "Tidak tante... saya baik-baik saja.."

Jodha berbohong ketika mengatakannya. Karena sebenarnya dia memang sedang gundah, dan memang dia juga sedang memikirkan semua kejadian itu. Tapi bukan kejadian yang sama dengan yang Nyonya Banu pikirkan. Yang dia pikirkan adalah kejadian tidak biasa yang terjadi beberapa waktu lalu. Mungkin Jodha baru saja melalui malam yang paling mengerikan dalam hidupnya, tapi dia juga baru saja mengalami detik-detik paling aneh yang pernah ia alami sepanjang hidupnya.

Dia sama sekali tidak sedang memikirkan kesendiriannya di dalam gudang gelap itu ketika menunggu kedatangan Jalal, atau perjalanan mereka menuju rumah Jalal, atau saat-saat ia menginjakkan kaki di bungalow mewah lalu memasuki ruang tamu besar dengan segala perabotan mewahnya itu.

Dia bahkan tak terlalu menaruh perhatian ketika semua orang memberi ucapan selamat pada Jalal lalu tiba-tiba berubah menjadi kepanikan dan semua orang berlarian mengambil berbagai benda yang dibutuhkan untuk merawat luka Jalal.

Pun semua makanan lezat yang kini terhidang di meja makan kaca yang mewah itu, sama sekali tak menarik perhatiannya. Ia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Hanya ketika ia bertemu pertamakali dengan Mrs. Banu ia bisa melupakan sejenak tentang keresahannya. Oya, dan satu lagi saat ia melihat Jalal bermain dengan anjing piaraannya. Dia melihat bagaimana anjing itu langsung menggonggong dan mengendus kaki tuannya ketika mereka baru saja memasuki rumah itu. Yang disambut Jalal dengan memeluk, mengusap kepalanya, dan menyapanya penuh kasih sayang.

Tapi setelah itu semua, ia kembali terperangkap dalam pikirannya. Pikiran yang membuatnya sebenarnya ingin segera pulang ke rumah setelah mereka keluar dari kompleks apartemen itu. Tapi seniornya yang keras kepala itu ngotot tidak mau mengantarnya pulang sebelum ia mengajaknya ke rumahnya.

"Kamu kan sudah bilang ke ayah ibumu kalau kamu pulang lewat tengah malam. Ini bahkan belum tengah malam. Apa yang akan kau katakan pada mereka nanti". Itulah argumen yang dilontarkannya waktu Jodha memintanya mengantarnya pulang.

Jadi, disanalah ia sekarang. Menyaksikan semua pemandangan mewah itu sambil pikirannya gelisah memikirkan banyak hal. Apa yang sebenarnya sudah merasukinya tadi? Terakhir kali dia yang ia pikirkan ketika berangkat ke klub untuk merayakan taun baru adalah, bahwa Jalal adalah temannya. Tak lebih dari itu. Jadi apa tadi?? Adegan hampir berciuman di dalam gudang itu tadi apa???? *embuhhh

Beberapa kali Jodha sudah meliriknya, menatapnya, memandangnya berharap mendapatkan suatu petunjuk dari ekspresinya. Tapi dia tampak biasa saja. Tampak riang dan hangat seperti biasa. Berlaku seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dan semua itu makin membuatnya terdampar dalam ketidakpastian dan kebimbangan.

Mengapa dia tampak sama sekali tak terpengaruh oleh detik-detik yang bahkan sudah begitu mengacaukan pikirannya?? Seandainya saja tak ada langkah kaki yang mengganggu, apakah drama itu akan berlanjut... hingga sejauh apa...?? Jodha gemetar ngeri membayangkannya.

Apakah dia selalu seperti ini?? Apakah ini yang biasa dia lakukan dengan gadis-gadis lain?? Menggoda, bercanda, mencium, mungkin sesuatu yang lebih dari itu... dan lalu melupakannya?? Ataukah ada sesuatu yang lain?? Aarrrgghhhh, Jodha benar-benar frustasi!!

Tanpa disadari Jodha, untuk seorang Jalal Muhammad yang selalu berhasil membaca pikirannya, dia tau dengan pasti apa yang sedang membuat gadisnya gelisah. Dia tau benar, bahwa gadisnya membutuhkan jawaban darinya. Dan ya, dia akan menjawabnya. Dia memastikan gadisnya tak akan perlu menunggu lama untuk itu.
08 Feb 2015
Comments
14 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

14 komentar:

  1. Lanjuuuuut i love it love love love it tq bunda nia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi, thx mbak linda. Sy sih asal pembaca senang saya puass..hehe

      Hapus
  2. huaaaaa.. malapetaka bertubi-tubi yang berakhir dengan romatisme mejik kopel kita tersayang. aw aw aw aw aw aw aw
    sukriya bundaaaa aku selalu padamuuuu. muachhhhh :)
    boleh request ga? dari part 19-26 dibanyakin ajinomotonya biar ga sedih2 amatttttt **ngebayangin gimana main layanganya mereka berdua bikin smremetttt setengah matiii** he he he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nooooooooooowaayyy....
      njapa harus meninggalkan kesan mendalam bagi pembacanya...wkwk

      Hapus
    2. hemmm... emang sudah siap hati nulis sambil mewek-mewek?? ahahahahaha **mencoba nego**

      Hapus
  3. Mba Nia, kyknya "alarm 3 kali" di kalimat "Jodha, jangan keluar sampai kau mendengar alarm mobilku berbunyi tiga kali! OK??" lbh cocok diganti dng suara klakson 3 kali. *hehe usul sambil mringis gemblung*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan klakson mbaa... beep remote mobil itu lho mbaa maksudnyaa... hahaa aku salah juga. Bukan alarm yaa... wkwkwk. Trims mbaa diingetin. Aku menemukan kata yg tepat.

      Hapus
  4. Oalaaah, gitu to? Sdh nyambung sekarang. Soal e aq td mikir e alarm mobil yg nguing2 mbrebegi kuping kae :D

    BalasHapus
  5. udah ga sabar sama kelanjutannya mba,, :)

    BalasHapus
  6. LaNjutt...LaNjuttt...LaNjutt...MiN gaa sabar Nee....

    BalasHapus
  7. ok bngt bunda ... sukriyaa
    kalo blh request bunda jgn lama2x dunk lanjutannya ,, kalo bs tiap hari gitu,, hehehe ... ngarep gpp kan y bund ;) ...

    BalasHapus
  8. ok bngt bunda ... sukriyaa
    kalo blh request bunda jgn lama2x dunk lanjutannya ,, kalo bs tiap hari gitu,, hehehe ... ngarep gpp kan y bund ;) ...

    BalasHapus
  9. Mbk nia kok blm ada lanjutan nya ya...:-(

    BalasHapus
  10. Mbak kapan di sambung ceritanya..? Mbak nia yg cantik...

    BalasHapus