December 31st
**** Di Klub ****
Sejenak mengacuhkan Sarip, ia menoleh pada si gadis. Menatap tajam sambil mengerutkan alisnya tanda frutasi, "apa kau betul menerima sms seperti itu tentangku??"
Gadis itu tak mungkin berbohong. Segalanya sudah berkembang terlalu jauh. Ia benar-benar menyesali keadaan, pun tak mampu berbuat apa-apa. Sambil menjawab lemah dan putus asa, "iya... beberapa minggu yang lalu..."
Dia hanya diam tak menjawab atau bertanya. Tapi sorot matanya menyiratkan kekecewaan yang teramat besar. "Wow Jodha, benarkah?? Kau menerima berita yang menjelek-jelekkan aku dan kau tak mengatakannya padaku?? Aku kira kau lebih baik daripada ini!". Dalam hati Jalal berkata sambil masih menatap Jodha tajam.
"Tidak Jalal!!", Jodha menyangkal dalam diam, membiarkan ekpresinya terbaca oleh laki-laki di hadapannya. "Ini bukan seperti yang kau pikirkan,,, aku sangat menyesal, aku bisa menjelaskannya padamu tapi nanti... tidak disini..", kata Jodha dalam hati. Ia paham betul apa yang ada di pikiran Jalal.
"Terserah!!!", Jalal membuang muka menunjukkan kejengkelannya. Entah mengapa meskipun ia jengkel sekali saat itu, tapi setidaknya ada hal yang membuatnya masih menghargai gadis itu. Ya, Jalal menghargai kejujurannya. Gadis itu tak berusaha menutup-nutupi kesalahannya.
Melihat reaksi Jalal, Jodha sangat sedih. Terakhir kali ia membuatnya marah dan dia masih ingat betapa buruknya perasaannya saat itu.
"Cettttukk"
Suara jentikan jari tepat di depan muka mereka menyadarkan mereka dari eyestalk itu.
"Hehh, ngapain kalian pelotot-pelototan gitu??", suara berat Sarif menggema. "Sudahlaahh, lupakan semua. Ini taun baru kaan, waktu untuk berpestaaa, bersenang-senang, berdansa..."
"Hohhh dasar idiot suemprulll!!" kata Jodha dalam hati frustasi, sambil melotot marah pada Sarif.
Tanpa merasa bersalah sedikitpun, Sarip yang sudah setengah mabuk, demi menyadari pasang-pasang mata yang menatapnya penuh amarah, langsung memprotes "Heeeiii...nona-nona,, berhenti menatapku seperti itu... senyuum senyum doong.. Ada apa?? OOhhhh masih marah karena sms itu?? Heeii aku hanya bercanda lagi. Aku tertawa pada cerita Jodha tentang sms itu karena kuanggap itu lucu... Bukan aku yang mengirimnya. Aku aja nggak tau nomer Jodha...", dia berusaha memperbaiki image nya.
Tapi gagal. Tak satu pun orang percaya pada si BOngsor ngeRES ini.
Sarip melangkah mendekati Jodha. Sambil menawarkan tangannya, ia mengajak Jodha berdansa. "Lupakan semuanya Jodha. Ayo ikut aku, kita goyang dumang disana... wwwoohooo..."
"TIDAK! Dia tak akan berdansa denganmu!!", suara itu tak kalah berat. Penuh tekanan dan ancaman. Dia yang sejak beberapa saat lalu hanya diam, tampaknya sudah memutuskan tidak akan diam saja, lagi.
"Kyaaa...?!", Sarif membalikkan badan untuk melihat penantangnya. "Kenapa musti kau yang ngomong?? Dia bisa ngomong sendiri.. Dia bukan pacarmu kan??"
Sementara Jodha masih tak henti-hentinya terperanjat dengan segala keberanian dan kesongongan Sarip, dia malah memperburuk keadaan. "Ayo Jodha...", kata Sarip mengajak lagi.
Sarip sedang mengangkat tangannya hendak menggandeng Jodha, ketika tiba-tiba sebuah cengkeraman kuat di lengannnya membuat gerakannya terhenti.
"Aku tahu dia bisa mengatakannya sendiri. Tapi DIA DISINI BERSAMAKU SEKARANG!!", sambil mencengkeram lengan Sarip dengan kuat, Jalal berkata penuh ancaman.
Wuuahh, Jodha kaget dengan apa yang baru saja dikatakannya. Dia menatap Jalal dengan tatapan "Apa kamu benar-benar mengatakannya barusan??". Jodha tak tahu apakah dia harus merasa tertolong atau bingung dengan sikap Jalal yang begitu protektif terhadapnya. Jodha mulai merasa terganggu dengan sikap Jalal. Terganggu karena ia tak yakin apa maksudnya.
"Ohh, Jodha, katanya kau disini dengan dia. Jadi kamu pacarnya Jalal??"
Waaahhh semprul pertanyaan apa lagi ini. Dasar Sariiipppudiiinn,,, gak di serial gak di NJAPA tetep aja yaaa kelakuannya samaaa...
Bagaimana pula Jodha harus menjawab pertanyaan itu. "Aappa?", itu satu-satunya kata yang bisa ia ucapkan.
Dia melirik Jalal untuk melihat bagaimana reaksinya atas pertanyaan yang dilematis itu. Jalal hanya menatapnya tajam sebentar lalu membuang muka. Saat itu Jodha sama sekali tak bisa membaca pikirannya. Semuanya menjadi kabur karena tatapan matanya masih dipenuhi kejengkelan.
"Lihatlah Jalal.... Apa kubilang. Dia nggak jawab noh... Dia nggak merasa jadi pacarmu loh!"
"Sareeepppudiiinnn, kacung kampreett, mabuk kau ya!! Tak tau apa yang kau katakan!! Lebih baik kamu mundur sekarang!! Mundur kubilang!!"
"A... Aku sedang tak ingin dansa. Jadi mari kita.... ". Jodha berharap bisa mendinginkan suasana. Tapi belum juga ia selesai bicara, Sarip sudah memotongnya.
"Hei, OK. Tak usah kita ributkan masalah ini. OK??"
Sarip lalu berbalik dan mendekat pada Jalal berusaha membisikkan sesuatu. Ia mengatakan sesuatu yang yang bisa didengar oleh Jalal. "Ngomong-ngomong... Jalal kenapa kau tak mengajaknya berdansa, mendinginkan amarahmu, lalu kita akan bergantian. Dengan begitu kita tak perlu bertengkar karena hal bodoh ini. Kita berdua bisa berdansa bersama dengan dia,,, dan... mungkin mengajaknya... aaahh kau tau kan apa yang kumaksudkan...", Sarip menjelaskan semua idenya yang sangat cerdas akurat tajam dan terpercaya dengan detil pada Jalal. Wakakakakk, cari gara-gara nih monyet satu.
"CUKUP!!", Jalal menggeretakkan giginya sekuat tenaga untuk mengendalikan kemarahannya.
Sarif pasti akan menghentikan dirinya bila saja ia melihat reaksi Jalal atas kalimat sundal yang baru saja dikatakannya. Sayangnya dia sudah terlalu mabuk hingga ia tak menyadari sama sekali tanda-tanda yang sudah demikian jelas pada diri lawannya. Dia tak menyadari sorot mata yang berapi-api terbakar amarah, tidak menyadari rahang yang mulai bergemertak, tidak juga tangan yang mulai mengepal kuat. Tapi dia bahkan masih melanjutkan kalimatnya.
"Apa kau bilang?? cukup?? Whoohooo, ayolah meen, ini pasti menarik. Dia sangat seksi buat kita berdua..."
BLUGG!!! Aaaarrggghhh!! BLUUGGG BAAAMMM!!!!
Jalal yang sudah terbakar amarah melayangkan tinjunya ke muka Sarif tanpa ampun. Jeduugg jedug baamm. Mampus, bonyok bonyok dah ah. Tak cukup dengan tinju dia mencengkeram kerah baju Sarip dan mendorongnya ke tembok.
Semua orang berteriak. "Hei berhenti kalian...!!", "Jalal sudah cukup!!", "Saripp kampret idiot minggat sanaaa... haaah!!", "Jalaaaall sudaaah dia sudah moncrot!!", "Tuan, jika anda tak berhenti sekarang aku akan panggil polisi!!", "Ufff, what the fuck...stop men!!!"
Tak ada yang didengarnya. Mereka berdua masih baku hantam. Tapi Sarif sudah terlalu mabuk untuk bisa melayangkan pukulan dengan tepat.
"JALAL!!! APA YANG MEMBUATMU JADI BEGINI.....?!"
Dan suara meratap itulah yang akhirnya berhasil menyadarkan Jalal. Kemarahannya nampak mulai mereda. Jalal melepaskan kerah baju Sarip. Bukan, itu bukan teriakan Renu yang menghentikannya. Itu adalah teriakan putus asa Jodha yang membuatnya berhenti. Bahkan Abdul, Salim dan Maan sudah sejak tadi berusaha menghentikannya tapi tak ada hasilnya. Abdul mendorong temannya keluar dari klub itu untuk memperoleh udara segar.
"Apa yang sudah terjadi padamu??", Renu mulai mengomel setelah melihat situasi terkendali.
"Apa yang sudah dikatakan Sarip sampai kamu bereaksi seperti itu??", ia masih mengomel sambil menyerahkan sebotol air minum pada Jalal.
"Jalal, kau selalu memandang hinda orang-orang yang membuat keributan di klub. Kamu selalu menghindar dari keributan-keributan macam itu, ingat?? Trus apa ini?? Kenapa sekarang kau begini??"
Jalal hanya diam sambil menatapnya sekilas. Setelah menenggak habis air yang diberikan Renu ia mulai mengatur nafasnya. Dia melihat teman-temannya satu per satu. Tapi hanya diam. Tak mengatakan apapun. Dia tahu bahwa dia tak akan mengatakan apapun.
Jalal memandang punggung jarinya yang terluka, pada kancing-kancing kemeja mahalnya yang sudah jadi acak-acakan. Lalu pada korbannya yang nampak bonyok mukanya kayak mike tyson habis kalah tinju. wkwkwk. Giginya berdarah, bibirnya jontor, matanya bengep, alis dan jidatnya juga bonyok dimana-mana dan pasti perlu dijahit. Wakakak parah...
Lalu ia mengalihkan pandangannya pada seorang gadis yang sedang berdiri di pojok, agak jauh darinya. Kesedihan mendalam yang tampak di matanya tak mungkin ia lewatkan. Dia tidak melakukan apa-apa yang telah menyebabkan kemarahannya. Dan dia juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikannya. Tapi bagaimanapun juga, dia lah penyebab perselisihan itu. Jelas semua kejadian itu telah membuat posisinya menjadi sangat tak enak.
"Ya sudahlah. Ayo kita masuk lagi. Lupakan apa yang sudah terjadi. Kita rayakan tahun baru", kata Renu mengakhiri kediamannya.
"Maaf nona. Anda semua boleh masuk. Tapi tidak dengan tuan ini. Karena apa yang sudah terjadi. Kalau kami mengijinkannya masuk tamu yang lain akan bertanya-tanya tentang keamanan disini. Saya harap Anda semua mengerti...", mereka baru menyadari kalau ada Sekuriti yang mengawasi mereka sedari tadi.
"Pak Murti, kau sudah mengenalku dengan baik. Aku bahkan memegang gold member disini. Dan lagi kemana saja kalian waktu orang itu mulai mencari gara-gara, mengganggu temanku..", Jalal mencoba mengelak disalahkan.
"Tuan, saya mengerti. Orang itu juga sekarang sudah dievakuasi. Tapi kami tak bisa memberimu ijin untuk masuk lagi. Setidaknya untuk hari ini Tuan!"
"Okay! Biarkan teman-temanku masuk. Aku akan pergi sekarang. Tapi Ingat!! Aku akan memastikan aku memperoleh ganti rugi yang sepadan dari manajemen klub ini!"
Renu, Abdul, Maan dan Salim bengong. Ia masih tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dikatakan Jalal. Dia baru saja seolah mengusir mereka dari hadapannya.
"Okay. Nikmatilah tahun barumu. Mungkin dengan teman barumu itu!!", kata Renu jengkel. Tanpa menunggu lebih lama ia berbalik arah dan berjalan masuk ke dalam klub.
Sementara itu teman-teman laki-lakinya menatapnya kecewa sambil menunjukkan ekspresi "apa maksudnya ini.." padanya. Tapi Jalal menenangkan mereka. "Tak apa. Santai saja. Aku baik-baik aja"
Yah sebenernya dia kecewa juga. Ini adalah kali pertama dia terpaksa terpisah dari kawan-kawannya pada moment spesial seperti ini. Tapi bagaimanapun juga, dia sudah tak ingin menciptakan keributan lagi yang bisa merusaka kebahagiaan mereka.
*** Parkiran ***
Mereka berjalan dengan lesu dan diam diantara keceriaan dan keramaian lalu lintas di malam tahun baru, menuju lapangan parkir yang terletak di seberang jalan. Keduanya sama-sama sedang merasa bersalah dan gugup, hingga tak ada yang berani memulai pembicaraan. Bahkan mereka tak berani saling menatap.
Parkiran itu sunyi dan gelap. Jalal sempat melihat beberapa orang yang tampak agak mencurigakan berjalan-jalan di sekitar mobilnya. Tapi dia memutuskan untuk mengacuhkannya. Tepat ketika ia sudah mengeluarkan kunci mobil dari sakunya dan hendak memencet tombol alarmnya, tiba-tiba instingnya merasakan ada sesuatu di belakangnya.
Dia pun menoleh ke belakang dan tepat saat itu pula ia mendengar teriakan, "Jalaaaallll, di belakangmu....!!!!"
Tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya empat orang dengan pisau teracung ke arahnya. Ternyata intuisinya benar ketika tadi mencurigai orang-orang itu.
**** Di Dalam Sebuah Gudang yang Gelap ****
"Ya Allah....", Jalal menjatuhkan tubuhnya ke lantai berdebu. "Semua yang terjadi malam ini sudah diluar batas kemampuanku untuk menghandelnya.... tahun baru macam apa ini....", keluhnya.
"Kau mengeluh??", batin Jodha. Semua yang terjadi malam ini bahkan yang terburuk yang pernah terjadi seumur hidupnya.
Jodha mengikuti Jalal, menjatuhkan diri di lantai berdebu tak jauh darinya. Ia memandang sekeliling. Tempat macam apa ini. Gelap, suram. Hanya ada sinar dari luar yang menerobos masuk lewat ventilasi atas yang memberikan sedikit penerangan bagi mata mereka. Kardus-kardus berserakan, macam-macam barang yang sudah tak terpakai lagi ditumpuk begitu saja, sebagian lagi berserakan di lantai.
Setidaknya, itu adalah tempat terbaik menurut mereka yang bisa ditemukan untuk bersembunyi. Berada di belakang lift sebuah apartemen tak jauh dari klub, itu adalah satu-satunya tempat yang dapat mereka gunakan untuk menyelamatkan diri dari kejaran perampok dengan senjata tajam di tangannya.
"Mereka tak akan mengejar kita sampai sini kan ya", kata Jodha pelan.
"Semoga tidak", batin Jalal.
"Nggak, mereka nggak akan ngejar sampai sini", katanya berusaha membuat Jodha tak khawatir. "Untung saja petugas keamanan apartemen ini tak ada. Kalau ada dia bisa saja dia tak memperbolehkan kita masuk kesini"
"Aku sudah tak sanggup lagi berlari Jalal. 20 menit maraton itu sudah menguras tenagaku. Kalau penjaga sampai ada disini... hahh, aku akan mengatakan padanya kita sedang mencari Pak Shrinivasan. Pasti ada setidaknya satu Shrinivasan di setiap blok apartemen di Hyderabad ini", jawabnya lelah.
Jalal meliriknya, terkejut mendengar jawabannya. Ia tak menyangka Jodha masih bisa berpikir di saat sedang sangat ketakutan seperti itu. Semua kekerasan yang terjadi malam ini pasti sudah membuatnya kalut tak karuan. Tapi jawabannya menandakan dia bahkan masih bisa berpikir jernih dan cerdas. Ia menyadari sepertinya sudah terlalu meremehkannya selama ini.
Jalal hendak menyandarkan tubuhnya ke tembok di belakangnya ketika tiba-tiba sikunya membentur dinding dan "Aaaarrrghhh...", ia berteriak pelan kesakitan.
Tangannya yang terluka kini terasa sakit hingga ke otot dan tulang. Digulungnya lengan bajunya sampai ke bahu untuk memperhatikan lukanya lebih jelas. Darah mulai keluar dari luka itu.
"Dasar kampret!!", Jalal memaki para perampok yang sudah membuatnya terluka. Ia mengingat beberapa waktu lalu saat ia bergumul dengan para perampok. Mereka mendorongnya ke tanah dan menjotos tangannya di atas bebatuan untuk melemahkan pukulannya.
Ketika salah satu dari mereka meminta dompetnya, ia sudah merelakannya tanpa perlawanan. Tapi yang tidak bisa diterimanya adalah ketika mereka mulai memaksa meminta kalung Jodha, tas Jodha, dan yang paling geblek adalah, kunci mobilnya!!! Plis deh. Itu adalah sebuah luxury silver audi!!! Seandainya saja tidak ada Jodha disana yang menatapnya memohon dengan sangat agar mereka melarikan diri dari situ, pasti dia masih bertarung mati-matian dengan para perampok itu.
"Jalal...", suara itu menyadarkan lamunannya. Ia melihat gadis itu sudah berada dekat dengannya sambil mengangsurkan sesuatu. Tapi karena terlalu gelap ia tak bisa melihat benda apa itu.
"Tisu basah", katanya. Lalu mulai menyeka lukanya. Jalal menurut saja karena menyadari bahwa itu adalah satu-satunya pertolongan pertama yang bisa diperolehnya saat itu.
Sambil menyeka luka, Jodha mulai berkata lembut.
"Kau tau..., ketika aku menerima sms itu, kita sedang tak berbicara satu sama lain karena kejadian di parkiran bioskop itu. Satu-satunya orang yang tahu selain Meera dan Payal adalah Maan. Dia tak menceritakannya padamu atas permintaanku. Setelah itu kita baikan dan aku bahkan sudah melupakannya..."
Jalal diam saja mendengarkan penjelasan itu, membuang muka darinya. Dia masih jengkel. Dan dia perlu waktu untuk menerima penjelasan itu, untuk menerima kenyataan, dan untuk menyembuhkan kekecewaannya.
"Maafkan aku... aku tak bermaksud berbuat seperti itu...", Jodha memohon.
"Apa isi sms itu", Jalal masih menunjukkan perlawanannya.
"SMS itu bilang... God... hhhh..", Jodha mendesis sambil menarik nafas panjang. Ia tau kalimat itu bukan hanya akan menyakiti Jalal tapi juga melukainya. "SMS itu mengatakan tentang bagaimana kau memperlakukan wanita... dan.. anggap saja mereka mengatakan sesuatu yang sangat rendah tentangmu... "
"Dan kau percaya??", akhirnya dia menanyakan hal itu. Pertanyaan yang paling penting yang ia ingin tahu jawabannya sejak pertama kali hal ini sampai di telinganya.
"Apakah ada yang kamu percaya dari semua yang dikatakan sms itu sekarang??", Jalal menatapnya tajam meminta jawaban.
"Tidak. Sudah tidak lagi sekarang. Aku tak percaya sedikitpun dari isi sms itu!", jawabnya dengan penuh kejujuran.
Jodha bisa mendengar dengan jelas tarikan nafas lega dari lawan bicaranya. Jalal tak bertanya lebih jauh tentang sms itu, dan dia pun tak menjelaskan apa-apa lagi. Itu sudah cukup buat mereka. Tak ada lagi yang mereka butuhkan selain rasa saling percaya.
"Ngomong-ngomong, aku dari tadi mau tanya padamu. Apa yang sudah Sarif katakan hingga kau bereaksi seperti itu... apa semua keributan itu benar-benar layak??"
".... anggap saja dia mengatakan sesuatu yang sangat rendah tentangmu...", Jalal menawabnya dengan kalimat yang persis sama dengan yang sudah Jodha ucapkan.
Jodha tertegun. Bukan karena apa yang didengarnya tentang Sarif, tapi karena perilaku Jalal. Dia tak pernah memperoleh perlakuan protektif seperti itu dari orang lain selain keluarganya. Yah, memang dia belum pernah membutuhkannya. Tapi melihat sendiri seberapa protektif Jalal padanya, memunculkan rasa yang berbeda di hatinya. Sebongkah rasa hangat dan damai.
"Ngomong-ngomong juga, terlepas dari Sarif atau bukan yang mengirim sms itu, kenapa rumor semprul semacam itu bisa beredar... memangnya aku pernah ngapain anak orang coba... ", sahut Jalal jengkel.
"Jalal... kau sangat populer. Dan itu pasti ada resikonya. Salah satunya ya gosip-gosip seperti itu", ia berhenti sambil menunggu reaksinya.
"Hei, kau tentu saja belum lupa. Beberapa minggu yang lalu, saat popularitasku mulai meningkat, aku juga membuat beberapa orang tidak menyukaiku. Menganggapku musuh, mengerjaiku....,,,, ", ia mengatakannya sambil tersenyum menggoda.
Jalal mengerti yang sedang dibicarakannya adalah dia dan kawan-kawannya. Ia terkesan, saangat terkesan. Nada suara dan senyum usilnya itu memperlihatkan usahanya untuk membuat ia melupakan kesedihan dan mengembalikan semangatnya.
Dia menyasari satu hal lagi, apa yang sudah membuatnya jatuh cinta pada gadus itu. Dia benar-benar sosok yang menyenangkan!! Sangat menyenangkan hingga ia akan dengan senang hati bersandar padanya selamanya, atah mengakhiri momen-momen mengharukan seperti ini dengan menciumnya...,, Untung saja tubuh tidak selalu merespon apa yang ada dalam pikiran dengan tindakan. Jadi dia hanya menatap dan memberinya senyum penuh arti.
"Jodha... kamu benar-benar... ", Jalal baru saja akan menyanjungnya ketika kalimatnya dipotong dengan manisnya.
"Aku tahu...", sahutnya sambil tersenyum usil penuh percaya diri.
Home
»
fanfiction jodha akbar
»
not just a passionate affair
» Not Just A Passionate Affair - Part 17
Sabtu, 07 Februari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Lagi duuuuunk seru bangeeeet
BalasHapusIhhh udah saling jatuh cinta nih ..tp malu buat menungkapkan.
BalasHapusMbk nia kapn ni mereka jadian nya???
Masih lama kah???
Ahzeeg
BalasHapusLaNjuuut doNg...jaNgaN LaMa - LaMa ya... MiN....
BalasHapusIya mbk lnjt. . , tp jng klmaan, klmaan nggu jd gegana kn kita. . ,
BalasHapusAll, jadwalnya seminggu sekali yaaa pas weekend. Sabtu ato minggu 2 part. Okeeehhh 😘😘😘😘
BalasHapusSukriya bunda Nia♡☆
BalasHapusMakasih bunda nia...^_^
BalasHapusMwuahahahahaha HANYA dua manusia gemblung ini yang bisa menghasilkan dialog panjang haya dengan tatapan mata aja...**tepok Ipad Abang**
BalasHapusYa Khudaaaaaa bener-bener malam tahun baru yang ngenes bagi mejik kopel ini, tapiiiii nanti malah jadi sweet moment yahhh walopun masih tetep bad akhirnya buat Jalal.. huahhaahahaha Poor Jalal
senang bc nya, sangat dlm s'x prsaan mrx, hga bisa bcra hnya dgn ttapan mata
BalasHapus