31 Desember
*** Rumah Keluarga Jodha ***
Jalanan sangat ramai malam itu. Esok hari adalah hari libur nasional. Semua orang sibuk mendoakan yang lainnya di kantor, lewat telepon, ataupun di rumah. SMS dan status Facebook dibanjiri oleh ucapan selamat dan berbagai harapan. Kebahagiaan, Kesejahteraan dan Keberuntungan adalah kata-kata yang paling banyak dipilih.
Hari itu adalah Hari terakhir di bulan Desember 2013. Seisi kota sedang bersiap-siap untuk merayakan kedatangan Tahun Baru 2014.
Tapi suasana di rumah Keluarga Singh sedang muram. Perayaan tahun baru ditunda. Karena ada satu masalah mendesak yang harus mereka selesaikan terlebih dahulu.
"Jadi ini yang menyebabkan meja kerjamu tampak rapi 2 minggu terakhir. Jangan kau sangka aku tak menyadarinya!!", wanita itu itu pun meluapkan kemarahannya. "Kamu berubah akhir-akhir ini Jodha. Kamu berdandan lama sekali setiap akan berangkat ke kampus. Kamu juga menelpon dengan berbisik-bisik. Dan apa ini, semua make up ini apa maksudnya??"
"Ibu,,,, ini hanya eyeliner dan lipgloss..., disamping itu, laki-laki yang ibu sebut itu hanya kakak kelasku. Seniorku yang aku mengerjakan tesis bersama mereka..."
"Jodha!", kini giliran Bade Bhaiyya angkat bicara. "Kau selalu pulang terlambat dari kampus akhir-akhir ini, menghabiskan waktu dengan teman-temanmu. Kami tak pernah komplain. Sekarang apa kau juga ingin menolak merayakan tahun baru bersama kami dan lebih suka pergi dengan teman-temanmu?"
"Tt..tapp..tapi Bhaiya...", dia kehilangan kata-kata. Dengan 6 pasang mata yang menatapnya tajam, mengawasi setiap gerak geriknya, ia menjadi grogi sehingga lupa semua skenario yang sudah dilatihnya untuk menghadapi keluarganya.
Tiba-tiba saja dia merasa menjadi orang yang sangat buruk di mata keluarganya. Semua ini sangat aneh, karena dia hanya ingin menghabiskan malam tahun baru dengan teman-temannya. Hanya satu malam dari 364 malam yang lain dalam setahun!!! Ketika semua kakak laki-lakinya memperoleh kebebasan yang tiada batas untuk keluar rumah kapanpun dan pulang jam berapapun mereka mau, peraturan itu berubah total bila berlaku padanya. Entah berapa kali dia harus mendengar alasan "tidak aman bagi seorang gadis" atau "apa yang akan orang bilang tentang kita", hingga rasanya ia ingin berteriak muak! Bagian terburuk adalah, Choti Bhaiyya nya yang tampak jelas sekali sedang sangat menikmati sesi "menggoreng Jodha" ini.
Tapi bagaimanapun juga, ini bukan saat untuk kalah. Teman-temannya sudah menunggunya cukup lama. Sudah puluhan misscall dibiarkannya. Dia harus berusaha dengan segala cara untuk meyakinkan keluarganya.
Jadi dia mencoba untuk memohon lagi. Dengan mimik paling memelas yang bisa ditunjukkannya "Ibu,,, kumohon,,, aku sudah menghabiskan waktu untuk sekolah lebih dari 300 hari dalam setahun. Aku hanya meminta 1 malam saja untuk diriku sendiri..."
"Acha?!!", ibunya siap membantah dengan kasar melihat anak gadisnya tak juga mengurungkan niatnya. "Aku bekerja 365 hari dalam setahun. Tapi aku tak pernah meminta apapun!!"
"Ibu... aku kan sudah bilang berkali-kali pada ibu. Ayolah ikuut.. Aku akan senang mengajak ibu ke pesta itu. Ibu akan bergembira disana. Tapi ibu selalu menolaknya. Pernahkah ibu membayangkan betapa spektakulernya ibu jika ibu mau memakai sedikit make up dan beberapa perubahan penampilan..."
"Hentikan itu!!", Sang Ibu menjenggung kepala anak gadisnya. "Bisakah kau mengenakan salwar yang benar. Khameez mu itu terlalu ketat!!. Kenapa sih pakai baju begitu??"
Kecewa, ia memandang pakaian yang dikenakannya, lalu "Ibuuu...ini stylish!! Ini mode terbaru ibu...."
"Ibu, Bhaiya..", sebuah suara yang belum terdengar sejak awal keributan bermula, tiba-tiba terdengar. "Mengapa terlalu ketat mengaturnya. Ini mungkin tahun terakhir dia bisa menikmati bersenang-senang dengan teman-temannya. Tahun depan mungkin dia sudah menikah. Biarkanlah dia keluar kali ini. Aku tahu klub yang akan dikunjunginya itu klub baik-baik. Letaknya dekat kampus. Isinya hanya mahasiswa. Cukup aman buat dia"
Jodha hampir tak percaya itu adalah suara Choti Bhaiya yang sedari tadi tampak menikmati keadaannya yang terdesak. Kini seluruh anggota keluarga Singh terdiam. Hening. Jodha menunggu efek kata-kata itu. Meskipun topik tentang pernikahan itu adalah topik yang sangat tidak disukainya. Tapi ia berterimakasih pada Choti Bhaiya.
"OK. Baiklah. Hp mu sudah kau charge penuh kan?? Jangan lupa pulang segera setelah selesai acara!!", suara Badi Bhaiyya memecah keheningan.
Yeayy, akhirnya. Jodha kegirangan. Ia berjanji akan pulang secepatnya dan segera kabur ke kamarnya untuk mengambil barang-barang yang dibutuhkannya.
***Di dalam Audi Silver***
Ia melirik jam tangannya. Ia sudah berada di dalam mobil itu hampir 45 menit. Menarik nafas panjang bosan, ia mematikan radio mobilnya. Sudah cukup ia mendengarkan pesan-pesan tahun baru di radio, sesuatu yang baru kali ini dilakukannya di malam tahun baru.
"Semua orang pasti sudah berkumpul di klub sekarang...", katanya pelan
"Iya", temannya menjawab pendek sambil meregangkan tangannya.
"Kamu seharusnya sudah disana bersama mereka..."
"Naa..", temannya membantah ringan. "Parkir pasti sudah penuh sesak. Santailaaah, kita disini dari tadi dan kau membuatku kenyang dengan segala macam makanan ini.. hehe", ia tak ingin membuat temannya merasa terlalu bersalah karena tanpa diduga mereka harus menunggu begitu lama di luar rumah Jodha.
"Kamu diam sekali hari ini. Kenapa?? Ada masalah?", Abdul bertanya kalem.
"Nggak ada. Kenapa?"
"Renu dan Jodha. Mereka akan bertemu untuk pertama kali setelah apa yang dilakukan Renu 2 minggu yang lalu. Apa kau mengkhawatirkan itu??"
"Tidak terlalu sih. Harusnya semua baik-baik saja. Aku sudah bicara pada Jodha hari itu. Dan ngomong panjang lebar dengan Renu keesokan harinya."
Jalal lalu menoleh menatap sahabatnya lekat-lekat.
"Sob,,,, Renu itu sahabatku, salah satu kawan yang paling dekat denganku. Aku akan selalu ada untuknya. Selalu ada di sampingnya. Membiasakan diri dengan segala sifat moody-nya. Menenangkannya di saat dia frustasi, dan duduk sabar menemaninya melalui segala permasalahannya. TAPI. Tanpa alasan yang benar, aku tak akan membiarkannya mengatur dengan siapa aku berbicara, telepon siapa yang kuangkat, siapa yang kutemui dan siapa yang tidak,,,," Jalal diam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya, "DAN PADA SIAPA AKU JATUH CINTA!!"
Voila,,,, Abdul balik menatapnya lekat-lekat. Ia menatap Jalal sambil mengisyaratkan, "Apa kau baru saja mengatakannya kawan..??"
Jalal mengerti maksudnya. Ia hanya tersenyum tipis, seolah-olah membenarkan apa yang ada dalam pikiran sahabatnya.
"Hmm, jadi sekarang kau sudah mengakui apa yang tersembunyi dalam hatimu??", tanya Abdul
"Yaahh, kau kan sendiri yang menyuruhku menghadapi kenyataan...", Jalal tersenyum ngeles. "Aku memang selalu tertarik pada kepribadiannya. Ke-keras-kepala-annya, kejujurannya, tapi sekarang,,, kupikir aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar itu..."
"WOW", Abdul benar-benar tidak menyangka. Ekspresi Jalal ketika mengatakannya menandakan apa yang dirasakannya jauh lebih dalam dari apa yang diucapkannya. "Kau sudah memberitahunya??"
"Belum. Aku masih menunggu saat yang tepat"
"Bagaimana dengan dia. Apa kamu berfikir dia juga ada rasa padamu??"
"Aku tak tahu. Siapalah yang tahu apa yang ada dalam benak kaum hawa. Tapi sejauh yang aku lihat, dia bukannya tidak menyukai perhatianku padanya.."
Seketika itu juga ia terdiam. Dia menangkap sebuah siluet dari kejauhan sedang mendekati mobilnya. Itu adalah siluet gadis yang baru saja dibicarakannya. Jantungnya bagai berhenti berdetak melihatnya. Pandangan matanya melembut. Raut wajah bahagia terpancar dari wajahnya. Segaris senyum tersungging di bibirnya. Dia bahkan sama sekali tak menyadari bahwa Abdul sedang mengawasinya. Melihat detik demi detik perubahan raut wajahnya dengan perasaan yang campur aduk. Abdul terpesona dengan apa yang dilihatnya. Betapa besar pengaruh gadis itu pada hidupnya. Ia belum pernah melihatnya seperti ini sejak mereka bersama 15 tahun yang lalu.
*** Di Klub ***
Suasana klub malam itu ramai sekali. Sejenak Jodha merasa sedang tersesat di dunia antah berantah yang tak pernah dikenalnya. Ia mengedarkan pandangannya dan melihat beberapa teman kuliah yang dikenalnya.
Ketika tak sengaja ia menatap ke pojok klub, ia melihat sepasang kekasih sedang memuaskan hasratnya dengan perbuatan-perbuatan tidak senonoh. Jodha shock. Memutuskan untuk tidak melihat kemana-mana lagi. Hanya membatasi pandangan pada dua temannya yang kini bersamanya.
"Jodha, aku tahu kau akan terlambat. Tapi 1 jam??? Hmm,,, kau tak tahu betapa bosannya aku disini. Aku tak punya teman mengobrol sama sekali. Renu sibuk dengan orang lain yang dikenalnya karena dia tak mau berbicara dengan kita sejak kejadian itu. Salim sibuk dengan Sana. Dan dia...", Meera menatap teman di sebelahnya. "Payal selalu turun melantai setiapkali Maan mengajaknya"
"Hei, itu bukan salahku. Aku mengajakmu tapi kau yang tak mau kan...", elak Payal
"Haaa?? Dan jadi obat nyamuk disana?? Trimakasih..", sahut Meera
"Maafkan aku Meera,,, aku butuh waktu lama untuk meyakinkan ibu dan kakak-kakakku. Aku tak percaya kau bahkan diantar kesini oleh pamanmu Payal. Dia sangat pengertian..."
"Kami baik-baik saja Jodha. Setidaknya pasti kami masih lebih beruntung daripada mereka yang pasti terkantuk-kantuk bosan menunggumu di dalam mobil di parkiran kompleksmu", Meera berkata sambil mengarahkan pandangannya pada dua orang pemuda yang sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya.
"Ngomong-ngomong Jalal keliatan ganteng sekali hari ini ya..."
Jodha menoleh sebentar lalu mengedipkan mata mengiyakan. "Seperti di hari-hari yang lain juga", katanya dalam hati.
Ia sedang akan mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba sebuah suara berat mengejutkan mereka.
"Hai", sosok tinggi besar itu tiba-tiba saja sudah berada di hadapan mereka. "Boleh aku bergabung dengan kalian??". Dia langsung duduk di depan mereka tanpa menunggu dipersilahkan.
Sebal. Ketiga gadis saling memandang kecewa. Apa yang dilakukan Si Semprul Shareef di meja mereka. Dalam kondisi normal di hari-hari dan suasana biasa saja orang ini sudah cukup mengerikan. Apalagi saat ini, di tempat seperti ini dengan bau alkohol yang semerbak dari mulutnya.
Menyadari wajah tidak suka yang ditujukan padanya, ia memprotes "Hai Jo, jangan melihatku dengan tatapan jijik seperti itu. Aku sudah mencoba bersikap ramah padamu banyak kali sejak insiden dulu itu. Tapi kau selalu menghindar. Aku tak seburuk apa yang kau bayangkan nona..."
Lalu mengarahkan pandangannya ke arah dua gadis yang lain, "kalian kesini dengan seseorang??"
"Ya, sebentar lagi teman-teman kami yang lain akan kesini", jawab Meera setengah mengusir.
"Siapa?? Geng nya Jalal?? Nampaknya kalian sering jalan dengan mereka akhir-akhir ini ya. Ngomong-ngomong, banyak yang berpikir Jalal itu cool, dan sebagainya. Tapi percaya padaku. Dia itu bukan laki-laki yang baik. Aku dengar dia sering mengajak gadis-gadis jalan, lalu menikmatinya, kemudian membuangnya seperti sampah!!"
Woooaahh!!! Jodha shock mendengar kalimat itu. Refleks dia berdiri panik sambil melotot pada Sarif. Melihat reaksinya, kedua temannya langsung menyadari apa yang membuatnya seperti itu dan menjadi sama terkejutnya.
"Jodha, .... kata-katanya... sms itu...", entah untuk apa Meera memperjelas apa yang sudah mereka ketahui.
Jodha masih melihat ke arah Sarif dan mulai menyadari bahwa saat ini, di tempat ini, bukanlah waktu yang tepat untuk berkonfrontasi dengannya. Dia harus bisa mengendalikan dirinya.
Tapi ternyata tidak demikian dengan Payal. Ia melompat berdiri untuk melancarkan serangannya pada musuh sahabatnya. "Ohh, jadi kamu rupanya yang mengirim sms gelap tak bermoral itu ya..."
"Girllsss....please...not now...", Jodha berusaha menghentikan aksi kawannya.
"Ya Tuhan.... ternyata kamu yang selama ini memata-matai Jodha, menyuruhnya menjauhi Jalal dan mengatakan semua hal jahat tentang Jalal...!!!", walaaahh tadi Payal, sekarang Meera, maka sia-sialah usahanya.
"Wooww", Sarif tertawa tampak sangat terkejut dan senang mendengar apa yang baru saja dikatakan gadis-gadis itu,, "Entah siapa yang sudah mengirim sms itu.."
"Heeii, apa yang sedang terjadi disini...", suara yang khas itu terdengar penuh tekanan.
Jodha melihat ke arahnya. Ia nampak khawatir. Karena semua konsentrasinya terfokus pada Sarif dan apa yang sedang terjadi di antara mereka, ia tak tahu kapan Jalal mendekat. Kini tiba-tiba saja pemuda itu sudah ada di hadapannya.
"Apa yang kamu kerjakan disini!!", ia bertanya pada Sarif dengan nada tak suka. Memang sangat tidak suka karena Sarif telah mengambil alih tempat duduknya ketika ia sedang tak ada.
"Aduh mampus...", bisik Jodha pelan. Segalanya terjadi sedemikian cepat hingga dia sama sekali tak bisa mengendalikan keadaan. Dia tahu pasti, sebentar lagi kalau Jalal tahu apa yang sedang menjadi pokok pembicaraan antara dirinya dengan Sarif, Jalal pasti akan sangat kecewa.
"Hai Jalal...", dia tampak sengaja ingin mencari masalah. "Aku sedang ngobrol dengan Jodha, sob. Dia bercerita padaku bahwa beberapa minggu yang lalu dia mendapat sms dari orang tak dikenal tentang seberapa buruknya kau suka memperlakukan wanita..."
Huuuaaahhh kampret Sarif!!!! Dasar idiot!!! Apa yang sedang dilakukannya!!!
Wajah Jodha seketika pucat pasi begitu ia melihat bagaimana reaksi Jalal atas apa yang dikatakan Sarif.
"Apa kau bilang??", ia menunjukkan wajah terpukul dan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Jalal membanting botol minumannya ke meja dan mengepalkan tangannya menggebrak meja. Apa yang ingin dilakukannya adalah mengancam Sarif agar menarik kembali kata-kata bohongnya. Hingga akhirnya dia menyadari bahwa temannya yang sedang mabuk itu memang tidak berbohong... Dia menoleh menatap ke arah Jodha. Dan ekspresi rasa bersalah yang tertangkap dari wajah gadis itu menguatkan segalanya...
Precap next part :
He uttered not a word in question for a few seconds thereafter, but the immense
disappointment in his eyes spoke volumes 'Wow, Jodha! Like, REALLY? You've been
receiving such obscene messages about me...and you didn't even bother telling me
about it? I expected better from you!'
*******
Shareef would have stopped himself there had he seen the repercussions of his lewd
comments on Jalal. Pity he was so drunk, he didn't notice any of the looming signs on
his opponent - not the bloodshot eyes, not the clenched jaw or even the hardened fist!
'What do you say Jalal...' Shareef prodded the restrained man once again - with a
whisper 'This should be interesting... She's sexy enough for both..'
BAM! Arghhh! BAAAM!
Home
»
fanfiction jodha akbar
»
not just a passionate affair
» Not Just A Passionate Affair - Part 16
Minggu, 01 Februari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Lanjuut duuunk plzzzzzz tq
BalasHapusHaduuu sarif mulutnya manis bnr , pgn nyumpel ndek mulutnya pake tisu toilet # haiyaaahhh jd es mosi
BalasHapusMbk nia...kalau boleh jujur aq suka ma tukisan yg ada ajinomoto nya hehhe
BalasHapusSambil baca ada senyum canda an nya...
Jd bacannya itu bawa an nya seneng ..
Tp kayak gini juga enak kok mbk..hehe ma af seblm nya...
Tu si renu kasih aza ke sarif deh hehhe .
Suka,.... pls. jgn lama donggg kljtNya
BalasHapuslanjooouuuttt....... :))
BalasHapus